AMBON, Siwalimanews – Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Definisi ini tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan-peraturan lain di bawahnya.

Jenis-jenis Bahan Berbahaya dan Beracun diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berba­haya dan Beracun. Peraturan ini selain mengatur tata laksana pe­ngelolaan B3, juga mengklasifika­sikan B3 dalam tiga kategori yaitu B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan dan B3 yang terbatas dipergunakan.

Beberapa jenis B3 yang mudah dikenali dan boleh dipergunakan antara lain adalah bahan – bahan kimia seperti amonia, Asam Asetat, Asam sulfat, Asam Klorida, Aseti­lena, Formalin, Metanol, Natrium Hidroksida,  termasuk juga gas Nitrogen.  Lebih lengkapnya daftar B3 yang boleh dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001. Sedangkan B3 yang dilarang dipergunakan antara lain adalah Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, Mirex, Toxaphene, Hexachlorobenzene dan PCBs. Daftar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan Lampiran 3 berisi daftar B3 yang dipergunakan secara terbatas, antara lain Merkuri, Senyawa Merkuri, Lindane, Parathion, dan beberapa jenis CFC. Berdasarkan sifatnya, B3 dapat diklasifikasikan menjadi B3 yang mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah se­kali menyala, beracun, berba­haya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi lingkungan dan karsinogenik.

Merkuri merupakan bahan ber­bahaya dan beracun yang dibatasi penggunaannya, namun masih digunakan di penambangan emas skala kecil di Indonesia seperti di Sekotong di Lombok Barat dan Gu­nung Pani yang ada di Gorontalo.

Limbah B3

Baca Juga: BPN Dinilai Benturkan Warga Tawiri dengan TNI AU

Limbah B3 merupakan sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Limbah B3 diha­silkan dari kegiatan/usaha  baik dari sektor industri, pariwisata, pelayanan kesehatan maupun dari domestik rumah tangga. Penge­lolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang mana dalam peraturan ini juga tercantum daftar lengkap limbah B3 baik dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, serta limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk dan bekas kemasan B3.

Suatu zat/senyawa yang terin­dikasi memiliki karakteristik lim­bah B3, namun tidak tercantum dalam Lampiran 1 PP 101/2014 perlu dila­kukan uji karateristik untuk identi­fikasi. Uji karakteristiknya dapat berupa Uji Karakteristik Mudah meledak, mudah menyala, reaktif,  infeksius dan korosif dan beracun sebagaimana lengkap dijelaskan pada Lampiran 2 PP 101/2014. Pengujian karakteristik beracun misalnya dilakukan dengan TCLP atau Uji Toksikologi LD50.

Mengingat sifatnya yang ber­bahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan dengan seksama, sehingga setiap orang atau pelaku usaha yang meng­hasilkan limbah B3 wajib mela­kukan pengelolaan terhadap lim­bah B3 yang dihasilkannya.

Pengelolaan limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Untuk memastikan pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan tepat dan mempermudah pengawasan, maka setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (S-16)