DUA tahun lebih kasus dugaan korupsi SPPD fiktif di Pemkot Ambon diusut Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan pulau-pulau Lease. Meskipun sudah ada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penyidik belum juga menetapkan tersangka.

Lambannya penanganan kasus ini mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan. Jika kasus ini belum juga diumumkan siapa pelaku, kredibilitas penyidik Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan pulau-pulau Lease dipertanyakan.

Ada indikasi kerugian negara, dimana dapat dibuktikan dengan lembaga audit semisal BPK sudah mengeluarkan hasil auditnya. Lalu kenapa belum ada tersangka adalam kasus ini. Bisa jadi, penyidik berada di bawah tekanan atau permainan dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan kasus ini. Bukan rahasia lagi, pejabat peme¬rintah yang terindikasi korupsi dan diusut penegak hukum pasti ada upaya intervensi.

Penyidik seharusnya menetapkan tersangka. Semakin kasus ini dibiarkan menggantung, publik akan menilai penyidik tidak beres atau “masuk angin’. Penuntasan korupsi tidak dapat dilakukan bila penyidiknya masuk angin. Kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon yang diduga merugikan negara Rp 742 juta lebih, dinaikan ke tahap penyidikan, setelah tim penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan gelar perkara di Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, di Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2019 lalu.

Dalam gelar perkara tersebut, tim penyidik Tipikor Satreskrim memaparkan hasil penyelidikan dan berbagai bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon.

Baca Juga: Menanti Realisir 100 Hari Kerja Mukti-Idris

Anggaran sebesar dua miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas di lingkup Pemkot Ambon. Dalam pertanggungjawaban, anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai rp 742 juta lebih.

Dalam penyelidikan dan penyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu.

Berdasarkan mekanisme yang diatur Pasal 109 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik wajib mengirimkan surat pemberitahuan kepada penuntut umum.

Di mana tujuan penyidikan yang dilakukan adalah merupakan langkah untuk mencari bukti sehingga dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dan tersangka bisa ditemukan.

Tetapi faktanya, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon semakin tenggelam. Olehnya wajar saja jika publik menduga ada yang tidak beres dengan penanganan kasus ini. Tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak memproses kasus ini, jika sudah mengantongi audit kerugian negara.

Kita berharap pihak kepolisian bisa menetapkan tersangka. Siapapun yang bersalah harus bertanggungjawab. Disisi lain, kasus SPPD fiktif ini semoga tidak ada yang menggiringnya dengan politik pilkada Kota Ambon. Semoga penyidik dapat melihatnya dari kacamata hukum bahwa siapapun yang bersalah harus bertanggungjawab. (**)