AMBON, Siwalimanews – Akademis Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan, jika sua­tu proyek yang dibiayai dengan anggaran daerah telah bermasalah sejak proses pe­ngerjaan, maka harus dilaku­kan penyelidikan oleh aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian.

Proyek yang dibiayai APBD 2020 hasil pinjaman dari PT Sa­rana Multi Infrastruktur Rp12,4 miliar, hingga kini tak tuntas dikerjakan. Padahal, ambang batas waktu pengerjaan pro­yek, sudah ditetapkan Dinas PUPR Maluku pada tanggal 30 Juni ini lalu.

“Kalau memang sudah ber­ma­salah sejak pengerjaan maka itu harus diproses hukum oleh aparat penegak hukum,” ung­kap Wadjo kepada Siwalima me­lalui telepon selulernya, Sabtu (3/7).

Menurutnya, aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian harus berani untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus air bersih yang memang diduga telah terjadi tindak pidana.

“Mereka harus berani untuk mengusut kasus ini,” ujar Wadjo.

Baca Juga: Penegak Hukum Diam Saja

Aparat penegak hukum mestinya sejak awal ketika telah diberitakan harus turun dan melihat penger­jaan proyek tersebut dan jika me­mang tidak sesuai dengan rencana pengerjaan maka harus diusut.

Hal ini karena proyek pemba­ngunan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku tersebut menggunakan uang daerah de­ngan nilai yang tidak sedikit.

Ditegaskannya, aparat penegak hukum seharusnya melakukan tindakan konkrit bukan sebaliknya berdiam diri ketika telah terjadi tindak pidana yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Sebab jika tidak maka masya­rakat akan menilai sejauhmana eksistensi dan komitmen dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas semua kasus yang merugikan keuangan daerah.

Apalagi persoalan air bersih di Pulau Haruku bukan merupakan delik aduan yang mensyaratkan harus ada laporan terlebih dahulu baru diproses.

Lanjut Wadjo dengan penyeli­dikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, maka akan dike­tahui apakah memang perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana atau bukan.

Karena itu, Wadjo mendesak aparat penegak hukum untuk lebih responsif terhadap persoalan ini dan terhadap semua pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana harus dimintai pertanggungja­waban hukum tentunya dengan bukti yang cukup.

Sementara itu, praktisi hukum Rony Samloy mengatakan, aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian mestinya lebih responsif dengan persoalan-per­soalan hukum yang terjadi terma­suk proyek air bersih di Haruku.

“Mestinya  aparat penegak hu­kum lebih responsiflah dengan persoalan hukum yang terjadi mi­salnya air bersih di Pulau Haruku,” ungkap Samloy.

Menurutnya, jika telah dilakukan pemberitaan oleh media terkait dengan adanya proyek yang ber­masalah maka aparat penegak hukum sudah harus melakukan penyelidikan minimal dengan me­nurunkan tim yang akan mengusut mangkraknya proyek air bersih tersebut.

Aparat penegak hukum tidak bo­leh menunggu sampai dengan adanya laporan dari masyarakat, sebab persoalan hukum yang terjadi bukan merupakan delik aduan yang harus ada laporan terlebih dahulu.

“Ini bukan delik aduan jadi tidak perlu tunggu,” tegasnya.

Karena itu, Samloy meminta keberanian dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas pro­yek pembangunan sarana dan pra­sarana air bersih di Pulau Haruku yang diduga telah merugi­kan keuangan daerah tersebut.

Tidak Beres

Pantauan Siwalima di lokasi pro­yek pengeboran air yang tersebar di beberapa Negeri Pelauw dan Negeri Kailolo, Sabtu (26/6), tidak menunjukkan progres pengerjaan apapun setelah ditinggalkan kontraktor sejak bulan Mei lalu.

Keenam sumur itu tersebar masing-masing, satu sumur di sam­ping kantor Camat Pulau Ha­ruku, satu sumur berada di se­putaran puskesmas Pulau Haruku, satu sumur berada di Lokasi Mad­rasah Tsanawiyah Negeri Koilolo, satu sumur berada di dalam perkebunan miliki keluarga Muna Tuanani warga Kailolo, satu sumur di Dusun Namaa terletak di ha­laman rumah keluarga Din Ang­kotasan dan satu lainnya berada di Dusun Naira, Negeri Pelauw.

Untuk sumur yang berada di Dusun Namaa dan Dusun Naira, sudah selesai dikerjakan dan siap digunakan. Hal itu dibuktikan de­ngan permukaan dua sumur itu ditutup rapat menggunakan plat besi. Namun begitu, tidak terpa­sang peralatan lain di sana, seperti mesin pompa, maupun pipa jari­ngan sebagaimana mestinya.

Untuk dua bak penampungan air bersih sendiri berada tepat pada bukit keramat Negeri Kailolo dan satu bak penampungan air lagi di Negeri Pelauw tepat di pinggir jalan menuju petuanan Negeri Pelauw, terlihat pengerjaannya baru dilanjutkan. Kelanjutan pengerjaan dua bak penampungan air bersih di Pulau Haruku ini pun dibenarkan Sekretaris Kecamatan Pulau Haruku, Ali Latuconsina.

Dibenarkan Tukang

Halek, pekerja bak penampung air atau reservoir yang berada di bukit keramat Negeri Kailolo me­ngatakan, pengerjaan bak penam­pung tersebut baru dimulai kembali sejak dua minggu lalu. “Ini baru katong kerja lanjut ini su dua minggu ini,” ungkap Halek kepada Siwalima, Sabtu (25/6).

Dia membenarkan seluruh pe­ker­jaan proyek sudah dihentikan sejak Mei lalu. Disamping itu, be­lum ada perintah dari kontraktor untuk melanjutkan pekerjaan.

“Sebenarnya kalau mau iko batul ini bak su abis, tapi katong kerja ini iko parenta dari kontraktor kalau dong suruh stop katong stop kalau lanjut katong lanjut,” ungkap Halek.

Bahkan dirinya tidak mengetahui kontraktor yang mengerjakan pro­yek tersebut sebab sampai dengan kelanjutan proyek air bersih ini pun kontraktor yang berada di Jawa Timur ini tak pernah terlihat batang hidungnya di lokasi proyek.

Perusahaan Pinjaman

Bermodalkan perusahaan pinja­man, proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih Pulau Haruku, dikerjakan oleh makelar proyek yang bernama Fais.

Konon Fais ini adalah orang dekat pejabat yang mengurus dan mengawal seluruh proses di PT SMI.

Fais ini pula yang meminjam PT Kusuma Jaya Abadi Construction, yang beralamat di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, untuk memenuhi persyaratan lelang.

Kontraktornya sendiri sudah diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen. Tak cukup sampai di situ, mereka kemudian diberi tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Betul-betul aneh. Belum bekerja apa-apa, kontraktor spesial ini sudah diberi modal Rp6,2 miliar.

Bahkan belum lama ini, sang kon­traktor juga sudah mencairkan termin 75 persen, sebesar Rp. 3.120. 997.250.

Sumber Siwalima di Pemprov Maluku mengatakan, pencairan tersebut dilakukan sebelum lebaran. “Termin 75 persen baru dicairkan sebelum lebaran,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Dengan demikian, hingga saat ini tercatat sudah Rp 9,3 miliar yang digelontorkan Pemprov untuk mem­biayai proyek mangkrak ini. Padahal sesuai pantauan lapangan, fisik proyek yang sudah selesai dikerja­kan, tidak lebih dari 25 persen.

Menurut sumber Siwalima, Fais sendiri yang turun langsung dan aktif berkomunikasi dengan para pejabat PU.

“Seluruh pengurusan dilakukan oleh Fais, mulai dari tender sam­-pai dengan urusan pen­cairan,” ujar sumber yang meminta namanya tidak ditulis ini.

Masih kata sumber itu, dalam untuk memperlancar prosesnya, Fais selalu membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan. “Dia selalu membawa nama pejabat BPK, termasuk dalam proses pencairan,” tambah sumber tadi.

Fais sendiri sangat tertutup dan tak menjawab panggilan telepon maupun pesan singkat yang dikirim padanya. Padahal awalnya Fais berkomunikasi dengan Siwalima, namun saat mengetahui hendak dikonfrontir soal air bersih di Pulau Haruku, Fais tak pernah menjawab lagi panggilan dan pesan singkat yang dikirim. (S-50)