BULA, Siwalimanews – Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Kabu­paten Seram Bagian Timur (SBT), Abdullah Rumain bakal dijemput paksa penyidik Satres­krim Polres SBT. Ru­main mangkir dari panggilan pe­nyidik terkait dugaan korupsi dana Satpol PP tahun 2020 senilai Rp 952 juta.

Dalam kasus ini, Ru­main masih ber­status saksi. Ia tidak meng­hadiri panggilan perta­ma yang dilayangkan penyidik guna keper­luan memberikan keterangan sebagai saksi. Kasat Reskrim Polres SBT, Iptu La Bely kepada Siwalima di ruang kerjanya Senin (20/9) menga­ta­kan, pihaknya akan menjem­put paksa Rumain jika dalam pemanggilan kedua yang bersangkutan tidak memenuhinya.

“Rumain tidak menghadiri pang­gilan pertama sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana satpol PP tahun 2020, dan jika pada pang­gilan kedua nanti yang bersang­kutan tidak hadir, maka polres lang­sung menjemput paksa,”ungkap La Bely.

Dikatakan, panggilan untuk kete­rangan tambahan setelah penyidik melakukan ekspos dengan BPK RI yang dilakukan pekan kamarin. Dari hasil ekspos tersebut kemudian Polres SBT melayangkan panggilan kepada Abdullah Rumain sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Sayangnya, justru panggilan Polres SBT ini diabaikan tanpa ada kabar apapun dari Kasat Pol PP Abdullah Rumain. “Tak ada kabar dan tak merespon panggilan polres dalam kasus dimaskud,”katanya.

Baca Juga: Dituding Serobot Lahan, Ketua Nasdem Dipolisikan

Meski begitu, La Bely menegaskan pihaknya sudah melayangkan panggilan kedua kepada yang bersangkutan. Dalam setiap pemanggilan, Satreskrim Polres SBT memberitahukan kepada bupati. “Kami menyurati Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas untuk bisa memeriksa Kasatpol PP, namun justru bupati tak merespon juga,” bebernya.

Menurutnya, dalam kasus ini penyidik telah menaikan status dari penyelidikan ke penyidikan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan ditemukan adanya indikasi kerugian negara.

“Kami sudah naikan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan dan dalam minggu ini kami sudah mulai memanggil para saksi untuk memberikan keterangan terkait kasus ini,” jelasnya.

Ia membeberkan, tahun 2020 anggaran yang diperuntukan untuk pembayaran gaji honorer kepada 280 anggota Satpol PP pada bulan November dan Desember sebesar Rp 952 juta namun tidak dibayarkan.

Anggaran ini ternyata digunakan untuk kegiatan yang tidak termasuk dalam DPA SKPD sebesasar Rp 272 juta. Selain itu anggaran ini juga dipakai untuk pembayaran pinjaman ke pihak ketiga sebesar Rp 230 juta. Dan sisanya dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang diduga fiktif sebesar Rp 450 juta.

“Sejumlah anggaran yang dipakai itu semuanya merupakan perintah dari Kasatpol PP Abdullah Rumain,” ungkap La Bely seraya menambah­kan, pihaknya juga sudah menyita do­kumen pelaksanaan perubahan ang­garan SKPD Satpol PP untuk dijadikan sebagai barang bukti. (S-47)