AMBON, Siwalimanews – MAKI segera melayang­kan laporan kepada Jaksa Agung, terkait langkah Kajari Ambon Dian Fris Nalle, yang salah kaprah dan kelewat batas.

Laporan kepada Jaksa Agung itu akan dibuat langsung oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Sai­man, menyusul penghentian proses hukum kasus dugaan korupsi penyalahgunaan ang­ga­ran di Sekretariat DPRD Kota Ambon senilai Rp5,3 miliar.

Kajari Nalle beralasan peng­hentian proses hukum terhadap temuan BPK tahun 2020 itu karena seluruh kerugian negara telah dikembalikan. Padahal, pengembalian kerugian negara tersebut tidak serta merta menghapus proses pidana yang telah terjadi.

“Sesuai pasal 4 UU Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 dan pe­rubahannya berbunyi pengem­balian kerugian negara itu tidak menghapus pidana. Artinya pidana korupsi berapapun kalau itu ditemukan unsur korupsi, sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan pasal 3, pasal 5 suap misalnya, pasal 12 soal pemerasan atau perse­kongkolan jahat pasal 15, maka nilai Rp 1 juta pun tetap harus diproses hukum, apalagi ini nilainya Rp5,3 miliar. Yang masih jauh dari diwa­canakan Jaksa Agung kalau nilai Rp50 juta tidak boleh diproses,” jelas Boyamin kepada Siwalima me­lalui voice Whats App, Senin (7/2) siang.

Semestinya urai Boyamin, pe­ng­embalian kerugian negara oleh oknum-oknum DPRD Ambon men­jadi faktor pemberat, karena fungsi legislasi yaitu mengawasi penggu­naan angga­ran yang dilakukan oleh eksekutif dan tidak boleh menyim­pang.

Baca Juga: TigaTahun Korupsi MTQ Bursel Karam di Kejari Namlea

“Ini mestinya menjadi faktor pem­berat karena apa, mereka seharusnya mengawasi penggunaan tetapi di­duga ada penyimpangan atau ada du­gaan korupsi maka segera dipro­ses, ibarat kata pagar makan tana­man,” ujarnya.

Meskipun telah ada pengembalian kerugian negara, lanjutnya, tetapi Kejaksaan Negeri Ambon tetap harus melanjutkan proses hukum kasus tersebut.

“Justru pengembalian itu uangnya harus disita menjadi barang bukti. Jadi kalau kemudian tidak dilanjutkan penyelidikannya, maka adalah salah kaprah,” tegasnya.

Ia mengungkapkan, Kejari Ambon telah keliru jika tidak melanjutkan proses hukum kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sek­wan Kota Ambon, karena pengem­ba­lian keuangan negara bisa men­jadi bukti meringankan di penga­dilan.

“Kejaksaan Negeri Ambon keliru, Nah inilah yang harusnya diterus­kan dan biarkan pengadilan yang memutuskan, karena akan menjadi faktor yang meringankan di penga­dilan, karena sudah ada pengem­balian uang negara,” ujarnya.

Jika dalam proses penyelidikan itu, lanjut Bonyamin telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum maka seharusnya kasus ini tetap diproses hukum dan tidak boleh dihentikan.

“Jadi kalau duit Rp5,3 miliar ini terpenuhi unsur, terpenuhi cukup bukti ini biasanya oknum DPRD dalam beberapa proyek diduga biaya digelembungkan atau fiktif, misalnya kunjungan kerja 5 kali dilaporkan 7 kali, atau kegiatan-kegiatan fiktif lainnya, atau misalnya  oknum DPRD yang seharusnya me­ngawasi tetapi diduga menyimpang harusnya menjadi faktor pemberat untuk diproses hukum sesuai de­ngan ketentuan yang berlaku,” tegas­nya.

Lagi-lagi Bonyamin memastikan akan melaporkan kepada Jaksa Agung Bidang Pengawasan dan Komisi Kejaksaan, untuk menegur atau memberikan sanksi bagi Kajari Ambon yang tidak memproses kasus ini, dengan alasan uang sudah dikembalikan.

“Harusnya ditegur dan diberikan sanksi. Kita akan lihat apa tindakan dari atasannya, kalau menurut pro­ses hukum kita bisa ajukan gugutan praperadilan, tetapi nanti kita lihat dulu apa tindakan atasannya,” tegas Bonyamin.

Jaksa Keliru

Akademisi Hukum Pidana Unpatti, Diba Wadjo menegaskan langkah Kajari Ambon Dian Fris Nalle sangat keliru, lantaran menghentikan pe­nyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Kota Ambon.

Kata dia, sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan pengem­balian kerugian negara atau pereko­nomian negara itu tidak menghapus dipida­nanya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut.

Karena itu, lanjut Wadjo, Kajari Ambon keliru jika kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Ambon dihentikan. Semestinya lanjut Wadjo, proses hukum tetap dilan­jutkan karena itu akan menjadi bukti di pengadilan bagi hakim dalam meringankan pidana yang dijatuh­kan kepada pelaku tindak pidana.

“Sangat keliru kalau jaksa hentikan kasus ini, karena pasal 4 UU Tipikor sudah sangat jelas, pengembalian uang negara tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan,” katanya.

Menjurutnya, kasus DPRD Kota Ambon tidak berbeda jauh dengan penangganan kasus dugaan dugaan korupsi pengadaan 4 unit speed boat pada Dinas Perhubungan dan Kominfo Kabupaten Maluku Barat Daya terhadap mantan Kadishub Demianus Orno, dimana hakim menjatuhkan vonis kepadanya 1,4 tahun penjara, sedangkan jaksa penuntut umum menuntutnya 2 tahun penjara. Dimana dalam pertimbangkan hukum hakim bahwa, jika merujuk pada Undang Undang, maka pengembalian kerugian negara tidaklah menghapus perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa.

“Kejari Ambon harus belajar dari kasus ini, dimana Odie Orno sudah mengembalikan kerugian negara, tetapi pasal 4 menyebutkan, peng­em­balian kerugian negara tidak menghapus tindakan pidana yang dilakukan,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Wadjo, sangatlah keliru jika Kajari Ambon harus menghentikan proses hukum kasus ini dan mengenyampingkan pasal 4 UU Tipikor itu.

Catut Nama Kajari

Seperti diberitakan sebelumnya, pasca BPK menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon, pimpinan dewan me­nggagas pertemuan rahasia, dengan melibatkan sebagian besar Anggota DPRD Kota.

Anehnya, pertemuan itu bukannya digelar di ruang sidang Baileo Rak­yat, Belakang Soya, malah dibikin di Hotel The Natsepa.

Pertemuan rahasia yang digelar Rabu (3/11) malam, dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan presepsi anggota dewan, terhadap kasus yang bakal disidik jaksa itu.

Sumber Siwalima di DPRD Kota Ambon menyebutkan, dalam per­temuan itu pimpinan dewan lebih banyak mengeluarkan isi hatinya mengenai temuan BPK.

Menurut sumber yang minta namanya tidak ditulis itu, pertemuan rahasia tersebut dipimpin Ely Toi­suta, didampingi Gerald Mailoa dan Rustam Latupono. Hadir pula Sek­retaris DPRD Steven Dominggus.

Sesuai rencana, pertemuan itu mes­tinya digelar pukul 19.00, tapi molor hingga pukul 21.30, karena menunggu kedatangan 35 anggota dewan. Sayangnya, hanya 29 orang yang menghadiri pertemuan rahasia itu, sementara enam lainnya tidak hadir.

“Yang tidak hadir itu Lucky Upu­latu Nikijuluw Fraksi PDIP, Saidna Azhar Bin Tahir Fraksi Gabungan, Astrid Soplantila Fraksi Gerindra, Obed Souisa dari Fraksi Demokrat dan Tan Indra Tanaya Fraksi Nas­dem, jelas sumber itu Rabu (17/11).

Diceriterakan sumber tadi, dalam pertemuan, Ely Toisuta berkali-kali meminta agar anggota dewan solid dan satu hati agar masalah yang melilit lembaga wakil rakyat itu dapat diselesaikan.

“Menurut ibu ketua, dari hasil konsultasi dengan Kajari Ambon, beliau menitip pesan kalau masalah ini mau selesai, seluruh anggota dewan harus satu hati. Beberapa kali ibu ketua menyebutkan nama pak kajari dalam pertemuan itu,” ujar sumber tersebut.

Dalam pertemuan itu, anggota dewan rame-rame mengeluarkan uneg-uneg mereka, termasuk keter­bukaan oleh pimpinan yang selama ini dinilai tertutup. Selain itu, performance ketua dewan yang sangat standar dan biasa-biasa saja, karena sejak dilantik hingga kini, belum pernah memimpin rapat paripurna.

Bantahan Nalle

Mengetahui namanya viral di Hotel The Natsepa, Kajari Ambon Dian Fris Nalle sesumbar akan bekerja serius dan optimal untuk mengusut temuan BPK itu.

“Kita akan bekerja sesuai SOP dan tidak akan pernah terpengaruh de­ngan isu maupun intervensi dari siapapun. Kita akan tetap berko­mitmen untuk mengusut temun BPK ini,” tandas Nalle, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (17/11).

Kajari juga menepis adanya in­formasi atau isu yang beredar di tengah masyarakat bahwa dalam rapat internal DPRD Kota Ambon di Hotel The Natsepa, beberapa waktu lalu, ada pernyataan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bahwa temuan BPK sudah aman di jaksa.

“Kalau ada informasi yang beredar di tengah masyarakat seperti itu, tidak benar. Jaksa yang mana yang dimaksudkan itu? Kami akan tetap bekerja sesuai SOP,” tegas Nalle.

Lanjutnya, komitmen dia dan tim Kejari Ambon untuk mengusut temuan BPK ini, dibuktikan dengan adanya agenda pemeriksaan bagi 11 saksi.”Mulai besok dan Jumat, kita akan memanggil 11 orang dari Sekretariat DPRD Kota Ambon untuk dimintai keterangannya,” jelas Nalle. (S-05)