AMBON, Siwalimanews – Lembaga Masyarakat Adat Tanimbar (LMAT) menilai Gubernur Maluku Murad Ismail tak berpihak kepada masyarakat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Hal itu ditegaskan Ketua Dewan Pendiri LMAT Dany J R Metatu terkait perjuangan Pemkab Kepulauan Tanimbar, utnuk mendapatkan hak 6% dari PI 10% yang saat ini ramai diperbincangkan.

Menurutnya, BUMD PT Tanimbar Energi yang dibentuk dengan Perda Kabupaten MTB tahun 2012  kala itu, dalam perkembangan regulasinya, PT Tanimbar Energi telah memenuhi syarat sebagai BUMD penerima dan pengelola PI 10%, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor: 37 tahun 2016 pasal 3 point a, b dan c.

“Begitu pula terhadap mekanisme penawaran PI 10% yang diatur dalam BAB III pasal 7 dan pasal 8 Permen ESDM nomor: 37 tahun 2016, juga telah terpenuhi,” jelas Metutu kepada Siwalimanews di Ambon, Rabu (17/3).

Menurutnya, BUMD PT Tanimbar Energi melalui Pemda KKT, telah menyatakan minat penerima PI 10% kepada Gubernur Maluku melalui surat pertama tertanggal 24 januari 2020, disusul surat kedua tertanggal 20 Desember 2020.

Baca Juga: Tak Kelola PI 10 Persen, KKT Ngotot Berjuang Sampai ke Presiden

Namun dalam pengusulan penerima PI 10%, Gubernur Maluku diduga tidak mengusulkan PT Tanimbar Energi, padahal Kabupaten Tanimbar adalah daerah terdampak langsung dan sebagai daerah penghasil kegiatan Inpex Blok Masela.

“Permen ESDM No 37 tahun 2016 masih mengatur pengoperasian migas pada wilayah kerja di atas 12 mil laut atau lepas pantai yang dinamakan offshore,” tuturnya.

Perhari ini kata dia, faktanya kebiajakan Presiden Joko Widodo mengalihkan pengoperasian migas blok Masela dari offshore  ke onshore adalah kebijakan negara yang semestinya dijadikan dasar pertimbangan Gubernur Maluku dalam mengusulkan BUMD Penerima PI 10%, bukan hanya BUMD Maluku Energi Abadi tetapi juga PT Tanimbar Energi milik KKT sebagai daerah terdampak langsung dan juga sebagai daerah penghasil.

Ketika Mentri ESDM melalui SKK Migas, menerima usulan Gubernur Maluku, berdasarkan surat Nomor: 540/3592 tanggasl 24 November tahun 2020 dan kemudian SKK Migas menetapkan PT Maluku Energi Abadi sebagai penerima PI 10% kata Metutu, keputusan tersebut adalah keputusan yang melawan kebijakan Presiden RI atau keputusan yang melawan kebijakan negara bahkan  keputusan yang tidak berpihak kepada rakyat Tanimbar sebagai daerah terdampak.

“Mengikuti proses pengusulan penerima PI 10% yang tidak mengakomodir aspirasi rakyat Tanimbar, maka intinya saya menilai, Gubernur Maluku Murad Ismail tidak berpihak kepada rakyat Tanimbar,” tegasnya.

Untuk itu, LMAT sebagai pemilik hak ulayat menegaskan, masyarakat hukum adat Tanimbar, mendukung sepenuhnya Bupati dan DPRD KKT memperjuangkan PI 10%, karena hal tersebut adalah mutlak milik KKT.

“Jika KKT tidak mendapatkan porsi PI 10%, maka dengan tegas kami akan menolak kegiatan Inpex Blok Masela pada wilayah adat kami sesuai dengan kewenangan yang di berikan oleh UUD 1945 dan UU Nomor 22 tahun 2001 pasal 33 serta di perkuat oleh putusan MK No. 35/PUU-X/2012, yang mana MK menegaskan, bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah adat dan bukan lagi hutan negara,” ancamnya.

Ia menegaskan, sebagai respons terhadap perjuangan rakyat Tanimbar, maka dalam waktu dekat para tetua Adat di sepuluh wilayah adat yang ada di KKT akan menghadap Presiden Joko Widodo untuk memohon keadilan terkait maslah ini. (S-51)