AMBON, Siwalimanews – Sudah lima bulan sejak Oktober 2020 lalu, LSM LIRA Maluku mela­porkan kasus dugaan korupsi pro­yek pencetakan baliho dan spanduk senilai Rp. 1,5 miliar tahun 2019 di Pemkot Ambon ke Kejati Maluku jalan tempatn.

Kejaksaan Tinggi Maluku berala­san kasus tersebut sampai saat ini masih dalam proses penyeli­dikan.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi Siwalima mengaku, kasus du­gaan korupsi proyek pencetakan baliho dan spanduk masih pe­nyelidikan.

“Masih penyelidikan. Pengumpulan data dan bahan keterangan dari pihak-pihak terkait,” jelas Sapu­lette.

Sapulette enggan merincikan lebih jauh pihak-pihak terkait tersebut dengan alasan kasus ini masih dalam penyelidikan.

Baca Juga: Kejari Teliti Berkas Anggota DPRD Maluku

“Ya masih dalam penyelidi­kan,” ujarnya lagi.

LSM LIRA Maluku sebelumnya mengancam melaporkan Kejati Maluku ke Kejaksaan Agung karena lamban mengusut laporan kasus dugaan korupsi proyek pencetakan baliho dan spanduk senilai Rp. 1,5 miliar tahun 2019 di Pemkot Ambon.

Setelah dilaporkan ke Kejati Ma­luku pada 5 Oktober 2020 lalu, pe­nanganannya jalan di tempat.

“Kalau memang belum ada tinda­kan lanjut dari Kejati saya memang harus desak kejagung. Jadi kalau sudah sampai di kejagung jangan salahkan kami yang melapor,” tandas Direktur LIRA Maluku, Jan Sariwating kepada Siwalima, melalui telepon, Rabu (21/10).

Menurutnya, harusnya pihak ke­jaksaan merespon laporan itu de­ngan memanggil sejumlah pihak terkait untuk mengklarifikasi. Na­mun, hal itu belum juga dilakukan.

“Padahal itu kan tidak membutuh­kan waktu yang panjang dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Bahkan kalau berjalan kaki saja cuma 20 langkah sudah mencapai kantor walikota. Saya sangat heran kenapa pihak-pihak yang dilaporkan itu belum dipanggil,” ujar Sariwating.

Sariwating meminta pihak kejak­saan secepatnya memanggil pihak-pihak terkait. Ia khawatir ada inter­vensi dari berbagai pihak untuk mendiamkan laporan itu.

Laporkan

Laporan disampaikan LIRA Malu­ku pada 5 Oktober 2020 lalu. Dalam laporan bernomor 07/A-DPW/LIRA­MAL/X/2020 itu, LIRA melaporkan Sekretariat Pemkot Ambon sebagai pengelola proyek, bendahara penge­luaran yang diserahi tugas untuk membiayai proyek dan Toko M3 Digital Printing sebagai pihak ketiga.

“Kami sudah laporkan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran ke Kejati Maluku sejak 5 Oktober lalu,” kata Direktur LSM LIRA Ma­luku, Jan Sariwating, kepada Siwa­lima, Rabu (7/10).

Sariwating mengatakan, para terlapor itu diduga telah melakukan perbuatan yang berpotensi meng­ham­bat pembangunan daerah serta merugikan keuangan daerah untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas pencetakan spanduk dan baliho.

Dijelaskan, Pemkot Ambon meng­anggarkan dana untuk belanja jasa publikasi media cetak dan elektronik sebesar Rp. 15,8 milliar. Dana yang direalisasikan sebesar Rp. 15,6 milliar.

Dari realisasi itu, Rp. 11.7 milliar dipakai untuk membiayai paket kegiatan penyelenggaraan pameran hasil-hasil pembangunan.

Paket kegiatan itu seharusnya dike­lola Dinas Komunikasi Informa­tika dan Persandian. Namun entah kenapa di­am­bil alih pengelolaannya oleh Sekre­tariat Pemkot Ambon. Padahal fungsi utama dari sekretariat adalah memban­tu dan mendukung kegiatan walikota dalam menjalan­kan tugas pemerin­tahan. “Jadi tidak masuk pada hal-hal teknis yang mana kewenangan­nya sudah diatur tersendiri sesuai ke­ten­tuan yang ada,” kata Sariwating.

Ia menyebut, akibat dari pengam­bilalihan proyek, maka pelaksanaan amburadul. Penyusun dokumen proyek, pelaporan perkembangan proyek, penelitian kelengkapan SPP, verifikasi SPP, penyiapan SPM yang harus dilakukan oleh PPK maupun PPTK maupun Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Peme­rintah, semuanya itu telah dilanggar oleh Sekretariat Pemkot Ambon.

“Semua proses pembayaran atas proyek ini, hanya ditangani oleh satu tangan yaitu bendahara pengelua­ran,” ujar Sariwating.

Selain itu, kata Sariwating, Toko M3 Digital Printing yang menger­ja­kan pencetakan baliho dan spanduk diragukan keberadaan­nya. Pasal­nya, setelah dicek di lapangan tidak diketahui siapa pemiliknya, bahkan alamatnya juga kabur. Nota pemba­yaran yang disodorkan kepada sekretariat bukan nota asli dari toko.

“Jadi apa yang dilakukan sekreta­riat kota telah melenceng jauh dari tupoksi yang diamanatkan oleh pemerintah, dimana dalam penggu­naan anggaran harus efisien, terarah serta dapat dipertanggungjawab­kan,” ujarnya. (S-19)