AMBON, Siwalimanews – Puluhan pemuda yang mena­makan diri ikatan intelektual Ma­luku Barat Daya (Itamalda) kembali menyeruduk kantor DPRD dan kantor Gubernur Maluku, Kamis (10/12).

Kedatangan puluhan massa ini untuk menuntut agar DPRD dan Pemprov Maluku ikut memper­juang­kan aspirasi mereka agar dimasukan dalam penyusunan analisa dampak lingkungan (Am­dal) Bok Masela.

Pantauan Siwalima, puluhan aksi masa tiba di Gedung DPRD pukul 12.00 WIT dengan penga­walan ketat aparat dari Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease, sam­bil membawakan sejumlah pamflet bertuliskan “Tolak Ranperda Blok Masela, MBD Didiskriminasi Oleh Pihak Ketiga, Asik Dengan Pilkada Blok Masela Hilang Perawan dan Blok Masela Korban Nafsu Bejat Inpex dan Gubernur”.

Mereka menilai selama ini MBD dianaktirikan oleh Pemprov Maluku sehingga hanya Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar yang dilibatkan dalam penyusunan amdal, semen­tara MBD tidak.

Dalam orasinya koordinator lapa­ngan John Karuna mengatakan, se­laku masyarakat MBD pihaknya ti­dak mau diadu domba dengan mas­yarakat KKT terkait dengan penem­patan infrastruktur pengelolaan Blok Masela.

Baca Juga: KPU Pastikan Pemilih di MBD Peroleh Undangan

Masyarakat MBD menuntut, agar dalam ranperda tentang migas harus mengatur secara spesifik dan mem­berikan kekhususan bagi KKT dan MBD, karena dua daerah ini men­dapatkan imbas dari pengelolaan Blok Masela.

“MBD Itu daerah terdampak masa tidak dimasukan dalam ranperda, karena itu kami minta untuk DPRD memasukan MBD sebagai daerah terdampak,” tegasnya.

Setelah menyampaikan orasi sela­ma hampir 30 menit, massa akhirnya ditemui oleh Ketua Komisi III, Richard Rahakbauw di ruang komisi.

Didepan Rahakbauw, orator Ita­malda Benjamin Anamofa mene­gaskan, masyarakat MBD merasa kecewa dengan Amdal yang dibuat oleh Inpex dan akademisi Unpatti yang tidak memasukan Kabupaten MBD sebagai daerah terdampak dan penghasil.

“Alokasi dan penempatan infra­struktur dibangun di KKT, MBD tidak masuk sehingga ini salah satu bentuk diskriminasi bagi masyarakat MBD,” ujarnya.

Dijelaskan, beberapa waktu lalu pihaknya yang tergabung dalam Ikatan intelektual masyarakat MBD telah mendapatkan klarifikasi Dinas Lingkungan Hidup yang menya­takan, tidak dimasukannya MBD dalam daerah terdampak karena saluran pembuangan limbah gas Blok Masela berkisar satu kilo, tetapi dari segi arus air laut sudah pasti akan bersama.

Selain itu, dalam rapat bersama pimpinan DPRD dan ikatan inte­lektual MBD beberapa waktu lalu, telah disepakati agar MBD dima­sukkan dalam daerah terdampak pengelolaan blok Masela.

Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw langsung mela­kukan komunikasi dengan pimpinan komisi II dan hasil komunikasi itu, Ketua Komisi II Saodah Tethool berjanji akan menindak lanjuti dengan pertemuan bersama semua pihak.

“Kita telah koordinasikan dan Komisi II minta agar segera diun­dang pihak-pihak terkait agar ada titik temu terkait Amdal, tidak boleh biarkan mereka seperti ini dan saya sudah komunikasi, Selasa (15/12), Komisi II akan mengundang dinas terkait maupun Pemda MBD,” jelas Rahakabuw.

Usai mendengar penjelasan Ra­hak­bauw, puluhan massa MBD yang menggelar aksi langsung me­ninggalkan Gedung DPRD dengan tertib dan aman.

Datangi Kagub

Usai melakukan orasi di Kantor DPRD Maluku, puluhan massa Ita­malda kembali mendatangi Kantor Gubernur Maluku.

Mereka tiba sekitar pukul 14.30 WIT dengan membawa sejumlah spanduk dan pengeras suara. Mere­ka kemudian melakukan orasi di pintu masuk kantor gubernur sebe­lah kanan samping Pattimura Park.

Setelah melakukan orasi sekitar 30 menit, Pemprov Maluku mempersi­lakan pendemo masuk ke halaman kantor gubernur tepatnya di lobi untuk melakukan dialog dengan para pendemo.

Koordinator lapangan Itamalda, Beny Richard dalam orasinya meminta agar pemprov bersama-sama dengan masyarakat MBD ikut memperjuangkan agar mereka di­masukan dalam amdal Blok Masela.

“Kalau Pemprov Maluku tahu kami masyarakat MBD ini bagian dari Maluku mari kita sama-sama berjuang terkait dengan amdal Blok Masela,” kata RR sapaan akrab Richard.

RR mengatakan, selama ini Pem­prov Maluku hanya asyik bernyanyi dan berjoget. Tidak ada kepenti­ngan masyarakat MBD yang diper­juangkan. “Kami merasa dianak­tiri­kan oleh Pemerintah Provinsi Malu­ku,” tegas Richard.

Ditempat yang sama orator lain­nya, Dames Lawon Sorna menjelas­kan, pemprov jangan terlalu umbar janji. “Kalian tidak tahu efek 20-30 tahun kedepan, ketika Blok Masela ini ber­operasi, kami yang terkena dam­pak­­nya bukan daerah lain,” ujar Dames.

Usai menyampaikan orasinya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Siauta menerangkan, masalah ini sudah pernah dibica­rakan bersama dengan perwakilan masyarakat MBD yang waktu itu diwakilkan oleh sejumlah profesor dan doktor.

“Saya mau tegaskan penyusunan amdal ini sendiri dilakukan oleh PT Inpex bersama dengan Pemerintah Pusat. Pemprov Maluku tidak punya kewenangan,” tegasnya.

Proses amdal itu kata Siauta, ada tiga tahapan sesuai PP Nomor 17 Tahun 2012 tentang amdal ada tiga hal penting yang harus diingat mulai penguman, sosialisasi dan sidang amdal.

Pengumuman, lanjutnya, dilaku­kan proses amdal sudah dilakukan dan sosialisasi pun sudah dilakukan dan waktu itu melibatkan perwakilan masyarakat MBD.

“Waktu itu kenapa mereka tidak menalak sosialisasi ketika tidak di­masukan dalam penyusunan amdal, karena tidak menolak Pemerintah Pusat menganggap menerima sehi­ngga dilanjutkan dengan proses penyusunan saat ini dan di bulan tahun depan sudah dilakukan si­dang komisi amdal,” terang Siauta.

Olehnya aspirasi yang disampai­kan saat ini tetap akan diteruskan ke Pemerintah Pusat karena itu sudah menjadi kewenangan mereka.

“Jadi saya minta sekali lagi buat adik-adik, sebaiknya kembali dan konsultasi dengan pengurus itamal­da karena sudah beberapa kali kita ketemu dan jawaban yang diberikan pemerintah sama, amdal disusun oleh Pemerintah Pusat dan Inpex dan daerah tidak punya hak,” tandasnya.

Usai mendengarkan penjelasan itu, sekitar pukul 15.00 WIT para pendemo kemudian membubarkan diri dengan tertib sambil dikawal oleh aparat kepolisian dan satpol PP.

Untuk diketahui, Itamalda sebe­lumnya juga melakukan demo di Kantor DPRD Maluku dan Pemprov pada bulan September 2020. Mereka juga menyampaikan tuntutan yang sama. (S-39)