AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi terus melakukan pengusutan terhadap kasus tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Walikota Ambon.

Dalam menelusuri aset-aset milik Richard Louhenapessy yang bernilai eko­nomis, direncanakan besok, Kamis (23/2), lembaga anti rasuah itu akan meme­riksa saksi di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku di Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Sejumlah kalangan menantang, penyidik KPK untuk mengusut aset milik mantan Ketua DPRD Maluku tuntas hingga akar-akarnya, guna mengungkap sumber aliran harta kekayaan mantan walikota dua periode ini.

Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan, pada prinsipnya TPPU merupakan perbuatan menem­patkan, mentrasfer, membayarkan, membelanjakan, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta keka­yaan yang diketahuinya.

Perbuatan ini patut diduga me­rupakan, tindak pidana dengan mak­sud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta keka­yaan seolah-olah menjadi harta kekayaaan yang sah.

Baca Juga: Kasus MCU RS Haulussy Berpotensi Tersangka Baru

Wadjo menjelaskan, TPPU meru­pakan tindak pidana lanjutan dari tindak pidana sebelumnya yang men­jerat RL yaitu, tindak pidana korupsi yang telah dijatuhkan pi­dana oleh hakim.

“Untuk membuktikan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang, maka KPK wajib membuktikan dari mana sumber harta kekayaan RL itu berasal, sebab jika tidak maka du­gaan TPPU itu tidak dapat dibukti­kan secara hukum,” tegas Wadjo.

Dijelaskan, untuk membuktikan adanya TPPU maka KPK harus berani memeriksa seluruh pihak yang memiliki keterkaitan langsung dengan harta kekayaan RL hingga ke akar-akarnya.

Langkah ini kata Wadjo dilakukan, guna menemukan adanya tersangka lain dalam tindak pidana pencucian uang, sebab tidak mungkin tindak pidana ini dilakukan oleh RL, sapaan akrabnya, seorang diri.

Menurutnya, KPK harus menge­depankan prinsip keadilan artinya siapapun yang terlibat harus dihu­kum sesuai dengan aturan sehingga, ada efek jera sebab perbuatan yang dilakukan telah merugikan masya­rakat secara luas.

Wadjo pun berharap KPK dapat proaktif untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas agar tidak menjadi preseden buruk di daerah ini, karena sumber dana RL tidak ditelusuri secara tuntas.

Konsisten

Sementara itu, Praktisi hukum Djidion Batmomolin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat konsisten dalam mengusut kasus TPPU yang telah disangkakan kepada Richard Louhenapessy.

“Dalam pemeriksaan ini,KPK harus konsisten untuk mengungkapkan aliran dana ini artinya dari mana asal aliran dana itu harus ditelusuri, agar terang benderang,” tegas Batmomolin.

Dikatakan, TPPU merupakan pengembangan dari kasus korupsi yang dilakukan RL maka KPK harus berani untuk membongkar pihak lain yang membantu RL dalam penyamaran harta kekayaan.

KPK harus menelusuri pihak lain dan jika ada yang terindikasi bersama-sama menikmati aliran dana TPPU ini, maka harus ditetapkan sebagai tersangka bukan hanya RL.

“Yang namanya TPPU sudah pasti ada pihak yang membantu penyamaran sumber dana, ini yang harus ditelusuri penyidik dan kalau ada harus dibawah ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan itu,” pinta Batmomolin.

Batmomolin menegaskan semua pihak yang terlibat mendukung adanya TPPU wajib ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan pasal 55 KUHP terkait dengan penyertaan.

Diminta Bongkar

Terpisah, Menurut Ketua Maluku Corruption Watch (MWC), Hamid Fakaubun mengatakan KPK harus membongkar TPPU Richard Louhenapessy hingga tuntas sebab dalam TPPU tidak mungkin ada tersangka tunggal.

“KPK harus membongkar kasus ini dengan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membuka dan menelusuri aliran rekening dari mana saja dan harus diperiksa. Jangan hanya menetapkan RL saja, tidak mungkin TPPU hanya tersangka tunggal,” ucap Fakaubun.

KPK kata Fakaubun harus konsisten untuk mengusut tuntas kasus TPPU RL dan tidak boleh diintervensi dari pihak manapun dengan tujuan untuk menghambat kasus yang menyeret mantan Walikota Ambon ini.

Menurutnya, sumber kekayaan RL baik uang maupun harta tidak bergerak lainnya wajib dibuka oleh KPK, persoalan harta kekayaan tersebut diperoleh secara legal atau tidak menjadi ranah dari pengadilan tindak pidana korupsi.

“Jadi semu hal diperiksa aset itu Pakah murni dari gaji RL atau dari pihak lain atau dari pihak ketiga yang karena lobi proyek diberikan jatah imbalannya diberikan tanah,” tegasnya.

Lanjutnya, Fakaubun berharap semua orang yang terlibat dalam kasus TPPU RL dapat dijerat dan diberikan sanksi hukum seperti RL, sebab penegakan hukum wajib untuk dibuka tanpa pandang bulu.

“Bicara hukum tidak hanya soal keadilan dan kemanfaatan tetapi harus soal kepastian maka semuanya harus dibuka,” cetusnya.

Apresiasi KPK

Sebelumny, sejumlah kalangan mendesak KPK untuk menelusuri sumber dana dan penyamaran aset yang dilakukan.

Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan secara hukum Tindak Pidana Pencucian Uang berkaitan dengan aliran dana dari pelaku tindak pidana asal yaitu tindak pidana korupsi.

“Dari para pelaku yang telah diproses dan dihukum karena kasus korupsi akan dilihat tentang aliran dana yang dilakukan terhadap orang tersebut artinya KPK akan melihat dari mana aliran dana itu,” ungkap Supusepa.

Dijelaskan, KPK sudah pasti telah menemukan alat bukti adanya tindak Pidana Pencucian Uang keterangan saksi dalam rangka mengetahui setidaknya kepemi­likan dari aset atau harta RL.

Artinya, KPK harus melakukan penelusuran terhadap sumber dari harta atau setidak-tidaknya mengetahui dari mana harta RL diperoleh. Kekayaan yang diperoleh RL kata Supusepa bukan hanya dalam bentuk uang atau transaksi keuangan tetapi dalam bentuk aset yang memiliki.

Usut TPPU

Sebagaimana diberitakan, KPK menduga uang yang dipakai untuk membeli aset tersebut, sumbernya tidak jelas, termasuk juga pemberian pihak swasta yang mendapatkan izin usaha di Kota Ambon.

Sumber Siwalima yang dekat dengan KPK mengaku beberapa saksi terkait dugaan TPPU RL.

Mereka yang nantinya diperiksa, ada kaitannya dengan sejumlah aset RL yang disamarkan atas nama orang lain.

“Dia disinyalir sengaja menyem­bunyikan atau menyamarkan asal-usul kepemilikan harta benda menggunakan indentitas pihak-pihak tertentu,” ujar dia Sabtu (18/2), sembari minta namanya tidak ditulis.

Ditanya siapa saja yang akan diperiksa, sumber itu minta nanti dicek saja hari Kamis (23/2), di Kantor BPKP Perwakilan Maluku, Waihaong.

“Sabar ya. Nanti boleh dicek hari Kamis ya,” pinta dia sambil meng­akhiri pembicaraan.

Terpisah, salah satu pejabat di BPKP Perwakilan Maluku, mem­benarkan kantornya akan digunakan KPK. Namun begitu, dia mengaku tidak tahu apa keperluan peng­gunaan kantornya.

“Betul, tapi saya tidak tahu dipake untuk kegiatan apa,” ujarnya di ujung terlepon genggam, Minggu (19/2), sambil minta namanya tidak dipublis.

Sementara itu, sumber Siwalima lain menyebutkan, KPK akan memeriksa beberapa saksi kunci di Ambon. “Ada penyamaran nama pemilik pada aset milik RL,” ujarnya,” Minggu (19/2) siang.

Lalu, aset apa saja yang disa­markan? “Ada dua aset yang kuat dugaan disamarkan, yaitu tanah di Desa Poka, dan satu unit mobil Toyota Fortuner,” ujarnya.

Tidak saja nama pembelinya disamarkan, jelas sumber tadi, namun kuat dugaan ada pemalsuan identitas diri pembeli dalam kasus ini. “Banyak pihak terlibat. Bakal tambah ramai kasusnya,” tandas dia.

Periksa Anaknya

Pemeriksaan terhadap dugaan TPPU diawali penyidik KPK lewat pemeriksaan dua saksi, yakni Su­-minsen dan satu anak RL, Grimaldy Louhenapessy, Selasa (14/2).

“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset bernilai ekonomis dari tersangka RL yang sumber uangnya dari pem­berian pihak swasta yang menda­patkan izin usaha di Kota Ambon,” tulis Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (15/2), melalui pesan WhatsApp.

KPK mencecar Grimaldy berkaitan dengan aset Richard yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi.

Selain terhadap Grimaldy, hal serupa juga dikonfirmasi kepada Suminsen, selaku wiraswasta. Keduanya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat RL.

Pada hari yang sama, semestinya penyidik KPK juga memeriksa seorang saksi lainnya, yaitu Thomas Mandela Demo­cra­-tio Littay. Namun, saksi mangkir.

Dalam perkara suap, RL divonis 5 Tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon. Vonis dibacakan pada Kamis (9/2).

Vonis RL lebih ringan 3,6 tahun, dari tuntutan jaksa KPK yang menuntutnya 8,6 tahun penjara.

Kendati begitu, RL belum boleh bernafas lega, karena dari rang­-kaian penyelidikan, KPK menemu­kan sejumlah fakta yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Karenanya kpk langsung menetapkan rl sebagai tersangka tppu. “Sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar ketua tim jpu kpk, di pengadilan negeri ambon, kamis (9/2).

Tiga hari setelah Grimaldy, KPK kembali memanggil Grenata Louhe­-napessy, untuk diperiksa dalam kasus yang sama, Jumat (17/2).

Grenata terlihat hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK sejak pukul 10.27 WIB dan baru selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada pukul 16.55 WIB.

Kendati begitu, Grenata enggan maladeni pertanyaan wartawan, terkait pemeriksaan dirinya kurun tujuh jam.

“Maaf pak, minta tolong ya pak, jangan begitu pak, saya enggak mau, jangan kaya gitu ya pak, jangan dipaksa ya pak,” ujar dia sembari menutupkan wajahnya dengan tangannya yang juga sembari memegang handphone dan sebuah payung.

Tukang Bangunan

KPK juga memeriksa pekerja bangunan bernama Edi Haryono dalam kasus dugaan TPPU RL.

Edi yang diperiksa pada Rabu, (15/2) di Gedung KPK ini, diselisik soal kepemilikan rumah Richard di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Diduga rumah itu dibeli RL dari hasil tindak pidana korupsi.

“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset Tersangka RL berupa bangunan di wilayah Cibubur, Jaktim,” ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/2) lalu.

Sementara dua saksi lain yang dijadwalkan diperiksa bersama Edi Haryono, yakni Branch Manager PT Astra Sedaya Finance Cabang Fatmawati Jakarta Heri Rahmanto dan Vehicle Logistic division PT Toyota Astra Motor Martamba Sitorus mangkir dari panggilan.

“Kedua saksi tidak hadir dan penjadwalan ulang segera disam­paikan pada para saksi dimaksud,” kata Ali. (S-20)