AMBON, Siwalimanews – Banyak kalangan berharap langkah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk memeriksa sejumlah pejabat Pemkot Ambon, tidak berhenti di tataran pegawai saja, tapi juga bisa menyentuh Walikota Ambon.Praktisi hukum Hendrik Lusikooy berharap, pemeriksaan  yang dila­ku­kan penyidik KPK terhadap se­jumlah pejabat  di lingkup Pemkot Ambon, tidak hanya menyentuh pegawai kecil saja, tapi harus pula memeriksa walikota, sebagai ke­pala daerah yang harus bertang­gung jawab.

Lusikooy mengatakan hal itu, me­respons langkah KPK memeriksa sejumlah pejabat dan juga pegawai di Pemkot Ambon, Selasa (19/1) di Kantor BPKP Perwakilan Ma­luku, Waihaong.

“KPK harus transparan. Lakukan penyelidikan jangan hanya sentuh pegawai kecil tapi juga para pejabat termasuk walikota juga harus dimintai keterangan,” kata kepada Siwalima Rabu (10/2).

Dia menambahkan, jika nantinya ada indikasi sejumlah pejabat ter­sebut bersalah karena menyebabkan kerugian negara, seharusnya disam­paikan secara transparan supaya publik bisa mengetahui duduk ma­salah sebenarnya.

“Satu hal positif untuk masyarakat Maluku,supaya masayarakat dapat mengetahui uang yang dikeluarkan oleh negara diperuntukkan untuk apa saja dan bisa terungkap oleh masyarakat,” pungkasnya.

Baca Juga: Korupsi BOS, Jaksa Tahan Kepala SMKN 3 Banda

Pada bagian lain, Lusikooy berha­rap dalam menjalankan tugas seba­gai auditor negara, BPKP dapat me­lihat dengan benar bukti-bukti, jika terdapat kerugian negara agar sece­patnya disampaikan kepada penyi­dik supaya bisa dilakukan penye­lesaian lebih lanjut.

“Jangan sampai ada permainan-permainan tertentu dari oknum pejabat sehingga BPKP memperlam­bat hasil investigasinya.

Kewenangan KPK

Dihubungi terpisah,staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Geogre Leasa mengata­kan, kewenangan dari KPK untuk melihat adanya dugaan korupsi dan gratifikasi oleh sejumlah pejabat Pemkot sejak tahun 2011 hingga 2019.

“Itu kewenangan dari KPK karena baru ditemukan ternyata proyek tersebut tidak sesuai dengan stan­dar proyek itu sendiri yang diduga adanya kerugian oleh negara,” tandasnya kepada Siwalima Rabu (10/2).

Dengan sikap itu, patut diberikan apresiasi kepada KPK, karena bisa membedah proyek yang terhitung sudah cukup lama, yaitu sejak tahun 2011 hingga 2019.

Leasa meminta KPK harus terus melakuka pengusutan, agar setiap pejabat yang terlibat dalam proyek bermasalah bisa diketahui publik.

Namun, dirinya juga berharap agar KPK tidak hanya membatasi diri untuk melakukan penyidikan terhadap proyek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon saja, tapi juga harus fokus juga kepada persoalan-persoalan lain misalnya korupsi untuk anggaran Covid-19.

“Jangan sampai masalah lama diangkat, lalu mengalihkan perha­tian terhadap masalah-masalah ter­kait anggaran Covid-19 yang dipakai pemerintah kota,” jelasnya.

“Prinsipnya, apresiasi tetap dibe­rikan kepada mereka yang mau bekerja untuk mengungkap persoal­an korupsi.

Apresiasi

Sementara itu, Direktur Lumbung Informasi Rakyat Ma­luku Yan Sari­wating, memberi apresiasi terhadap langkah pe­manggilan yang dilaku­kan KPK.

“Kami harus memberi apresiasi kepada KPK karena sudah mem­berikan satu penyelidikan infor­masi yang baik kepada ma­syarakat ter­utama masyarakat Kota Ambon terhadap apa saja yang dilakukan pejabat-pejabatnya,” ungkapnya.

Kendati begitu, dia meminta KPK secara terbuka menyampaikan hasil pemeriksaan kepada masyarakat.

“Publik perlu mengetahui kebe­naran. Masyarakat juga harus diberikan informasi tentang proses pemeriksaan itu,” pung­kasnya.

Pemeriksaan

Sebagaimana diberitakan, penyi­dik KPK memeriksaan sejumlah pejabat di ling­kup Pemkot Ambon, terkait dengan dugaan korupsi dan juga gratifikasi.

Sasaran utama adalah Dinas Pe­kerjaan Umum, dengan memanggil Pelaksana Tugas Kepala Dinas Me­lia­nus Latuihamallo.

Mely, sapaan akrab Melianus, mem­benarkan dipanggil penyidik KPK untuk diperiksa di Kantor BPKP Perwakilan Ma­luku, Wai­haong, Selasa (19/1) lalu.

“Saya dipanggil betul. Dengan, jabatannya sebagai Plt Kadis. Saya hadir disana, dan saya je­laskan saya baru menjabat se­laku Plt pada tang­gal 8 Januari (2021),” tandas Mely di ruang kerjanya, Rabu (3/2) lalu.

Walau demikian, Mely mengaku hanya dikonfirmasi terkait tugas­nya sebagai sekretaris di Dinas Peker­jaan Umum.

“Mereka hanya menanyakan tu­gas saya sebagai apa ketika itu, jadi saya jelaskan saya sekretaris dan ber­tu­gas un­tuk mem­bantu kepala dinas,” ulas­nya.

Diakuinya, tugas yang diem­ban­nya sewaktu menjabat sekre­taris adalah membantu pembu­atan surat keputusan untuk pe­jabat pembuat komitmen (PPK).

“Saya cuma tugas untuk mem­bantu kadis membuat, SK PPK,” ujar Latuihamallo.

Mely berceritera, dia mengha­dap penyidik KPK dengan mem­bawa sejumlah dokumen pele­langan pro­yek yang dikerjakan tahun 2011 hingga 2019.

Seluruh proyek diatas Rp 200 juta yang dilelang pada periode 2011 hingga 2019, tambahnya, dibawa ke hadapan penyidik.

“Saya bawa data dari 2011 sampai 2019, dengan nilai di atas 200 juta, saya kasih semua,” ung­kapnya.

Menurut Mely, kebanyakan pro­yek itu adalah proyek infra­struktur di Kota Ambon. “Seperti peker­jaan ja­lan aspal, talud dan jem­bat­an,” pungkas Latuihamallo.

Selain Mely, penyidik KPK juga memanggil salah satu kelompok kerja (Pokja) pelelangan di Dinas PU Ko­ta Ambon, Jimmy Tuhu­mena.

Sama halnya dengan Mely, Ji­mmy juga ditanyai seputar proyek di Dinas PU, sejak tahun 2011 hingga 2019.

Selain pejabat dinas PU, pe­nyidik KPK juga mencecar sejum­lah peja­bat di Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang ada di Pemkot Ambon.

Kepala ULP Vedya Kuncoro be­serta salah satu stafnya Charly Toma­soa.

Kepada Siwalia, Kuncoro, mem­benar­kan pemanggilan KPK. Namun diakuinya, pemanggilan tersebut hanya membahas tugas dan ker­janya. “Mereka hanya tanya soal proses-proses pengadaan saja. Terkait saya punya tugas 2017-2019 dengan data-data pokja. Hanya itu saja,” beber Kuncoro.

Berbeda dengan Kuncoro, Charly Tomasoa yang dikonfir­masi menolak berkomentar dan mengarahkan Siwalima untuk bertanya lebih lan­jut kepada pejabat yang berwenang untuk menjawab.

“Ade saya tidak bisa bicara karena ada pimpinan tertinggi toh. Kalau itu ade mesti tanya humas saja, karena saya tidak bisa be­rikan keterangan,” ujar To­masoa.

Selain pejabat pemkot, KPK ju­ga memanggil salah satu staf Wa­likota Ambon, Andre Heha­nusa.

Andre, oleh pegawai pemkot, di­kenal sebagai salah satu orang dekat Walikota. Dia ikut diperiksa lantaran banyak mengetahui infomasi yang sedang dikem­bang­kan KPK.

“Andre itu bukan PNS hanya pe­gawai kontrak, tapi dia berkantor di ruang kerja Waliko­ta,” kata sa­lah satu pegawai yang berkantor di lantai dua Pem­kot Ambon.

Belakangan, kepada Siwalima, Senin (8/2) An­dre membantah kalau dia ikut diperiksa KPK.

“Seng, seng ada oh, seng ada pang­­gilan dari KPK,” elaknya deng­an logat Ambon kental sambil me­malingkan wajahnya.

Wa­likota Ambon Richard Lou­hena­pessy kepada Siwalima Senin (8/2), membenarkan kalau ada staf­nya dipanggil penyidik KPK.

Menurut Richard, sebagai pim­pinan, dia dilaporkan oleh mereka yang dipanggil, terkait undangan dari KPK.

“Saya tahu staf saya di­periksa. Kan ketika mereka dipanggil me­reka lapor saya toh,” ujarnya ke­pada Siwali­ma di halaman parkir Balai Kota Ambon, Senin (8/2) siang.

Dia membenarkan pemang­gilan yang ditujukan kepada Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum yang kini menjabat pelaksana tugas Kadis, Me­lianus Latuiha­mallo.

“Iya jadi yang dipanggil untuk diperiksa semua Pokja. Pemang­gilan hanya untuk konfirmasi yang sifat­nya klarifikasi saja,” kata Richard.

Kurun sebulan belakangan, Richard jarang terlihat di kantor dan malah lebih lama di Jakarta.

Salah satu stafnya mengaku kalau Richard lebih banyak berada di Jakarta. “Mungkin saja beliau lama di sana ada kaitannya dengan pe­meriksaan itu,” terka dia. (S-51/S-52)