AMBON, Siwalimanews – Tiga terdakwa korup­si proyek pembangu­nan taman kota Saum­laki Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar (KKT) divonis enam tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pe­ngadilan Tindak Pidana Ko­rupsi Ambon, Selasa (30/11).

Dalam amar putu­sannya, hakim menga­takan terdakwa Agus­tinus Sihasale, Wilelma Fenanlampir dan Frans Yulianus Pelamonia terbukti secara sah dan meya­kinkan bersalah korupsi dana proyek pembangunan Taman Kota Saumlaki.

Perbuatan tiga terdakwa itu jelas melanggar pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun tahun  2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta menjatuhi pidana kepada terdakwa agar dipenjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan,” kata ketua majelis hakim, Jeny Tulak didampingi hakim anggota, Jefta Sinaga dan Felix Rony Wuissan.

Selain pidana badan, ketiganya juga dibebankan membayar denda sebesar Rp.300 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Vonis hakim tersebut ternyata lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum, Ahmad Atamimi yang sebelumnya menuntut para terdakwa 8,6 tahun penjara, denda Rp.500 juta subsider enam bulan kurungan.

Baca Juga: Pimpinan Menyusul

Seperti diketahui, terdakwa Agustinus Sihasale merupakan mantan  Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten KKT. Selanjut­nya Wilelma Fenanlampir adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Frans Yulianus Pelamonia pengawas lapangan.

Dakwaan

Perkara dugaan korupsi Saumlaki anggaran Dinas PU KKT tahun anggaran 2017 ini berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Maluku merugikan negara senilai Rp1,035 miliar.

Terdakwa dijerat melanggar pasal 2 ayat (1), dan subsider pasal 3 jo pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaannya JPU menyatakan sebagai PPTK terdakwa Wilelma Fenanlampir tidak cermat menyusun amandemen kontrak. Diantaranya terjadi penambahan item pekerjaan.

Padahal tugas PPTK adalah mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan dan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Kemudian Frans Yulianus Pelamonia sebagai pengawas lapangan, dia tidak membuat dokumentasi dan kertas kerja ketika melakukan penghitungan untuk perubahan desain (amandemen) dan volume pekerjaan.

Yang terjadi terdakwa membiarkan penyedia jasa pekerjaan melakukan pemasangan paving block yang tidak sesuai dengan pekerjaan fisik terpasang.

Ironisnya terdakwa Adrianus Sihasale melakukan pembayaran atas item pekerjaan paving block sementara hal itu tidak sesuai dengan kontrak pengadaan. Adrianus juga menandatangani berita acara pemeriksaan dengan hasil pekerjaan 100 persen. Kemu­-dian menandatangani berita acara serah terima barang dan profesional hand over atau PHO. (S-32)