Setelah pengumpulan data (puldata) dan pungumpulan bahan keterangan (pulbaket), Kejari Seram Bagian Timur (SBT) memutuskan untuk menaikan status penanganan kasus dugaan korupsi proyek panel surya tahun 2017 ke tahap penyidikan.

Proyek panel surya menghabiskan anggaran sebesar Rp 11.219.113.000,00. Anggaran bernilai jumbo yang bersumber dari APBD ini untuk pekerjaan panel 320 unit lampu di Kota Bula masing-masing panel 65 watt. Dalam puldata dan pulbaket, tim Kejari SBT menemukan indikasi korupsi dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Tawotu itu. Olehnya tim Kejari SBT memutuskan untuk menaikan status penanganannya ke tahap penyelidikan.

Indikasi korupsi yang ditemukan diantaranya, ada dugaan mark up, dan pekerjaan tidak sesuai kontrak. Diduga negara dirugikan miliaran rupiah oleh PT Tawato, yang dipimpin Fanu Rukun, istri Sugeng Hardiyanto Tandjung. Sugeng adalah kontraktror top di Kabupaten SBT. Namanya tak asing lagi di kabupaten berjuluk Ita Wotu Nusa itu.  Hampir semua proyek digarap oleh dia.

Semula saat puldata dan pulbaket, tim Kejari SBT berencana untuk memintai keterangan dari Tandjung dan istrinya Fanu Rukun. Tetapi dibatalkan, karena disimpulkan cukup bukti untuk dugaan korupsi proyek panel surya ditingkatkan ke tahap penyelidikan pidsus. Nantinya Fanu Rukun dan Tandjung diperiksa di tahap penyelidikan.

Namun hingga kini tak ada langkah hukum lanjutan. Keduanya tak kunjung dipanggil. Setelah kurang lebih dua bulan tidak terdengar kabar, tiba-tiba Kepala Kejari SBT, Riyadi mengeluarkan penjelasan yang membingungkan, kalau pihaknya harus melakukan koordinasi dengan Kejari Maluku Tengah serta meminta petunjuk dari Kejati Maluku. Alasannya, proyek panel surya tersebut sebelumnya telah diawasi oleh Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan (TP4) serta Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Proyek itu diawasi pada tahun  2017. TP4 dan TP4D baru dibubarkan pada akhir Desember 2019.  Karena itu, menurutnya, perlu dilakukan koordinasi untuk penanganan lebih lanjut, karena ada indikasi kerugian negara dalam proyek panel surya.

Pertanyaannya apa korelasi antara pengawasan TP4 dan TP4D dan penanganan kasus dugaan korupsi proyek panel surya di Kabupaten SBT? Pengawasan sudah dilakukan cukup lama, dan kedua lembaga itu sudah dibubarkan. Seharusnya penyelidikan dugaan korupsi proyek panel surya terus berjalan. Tak boleh berhenti, atas alasan koordinasi.

Lalu mengapa saat masih dalam tahap pulbaket dan puldata, koordinasi tidak dilakukan? Disaat penanganan kasus panel surya sudah naik ke tahap penyelidikan, tiba-tiba muncul alasan koordinasi. Bau aroma yang tak beres. Jangan-jangan ada main mata untuk menghentikan penyelidikan kasus panel surya? Ataukah juga ada intervensi dari pihak-pihak tertentu.

Nama Kejati Maluku turut terbawa. Harus ada penjelasan dari petinggi Korps Adhyaksa menyangkut pernyataan Kepala Kejari SBT, sehingga tidak menambah kecurigaan publik.

Penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek panel surya harus tetap berjalan dan dituntaskan. Mereka yang diduga terlibat harus dimintai pertanggungjawaban hukum. Jangan “dikuburkan” dengan alasan-alasan yang tak masuk akal. (*)