Terbitnya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjadkan dana desa sesuatu yang sangat menggiurkan karena nilai dana desa mencapai 1 M.

Adanya kasus yang menyeret oknum aparatur desa, menjadikan pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu dikawal, dan diawasi oleh semua lapisan.

Tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Banyak fenomena yang menjerat aparatur desa khususnya kepala desa, dalam pengelolaan keuangan dan dana desa. Korupsi menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat, menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan, dan korupsi berdampak pada psikologis orang terdekat. Pemberantasan tipikor dapat dilakukan dengan upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana dalam hal ini ruang lingkup dari pengelolaan keuangan negara bukan lagi hanya sebatas pada pemerintahan dan kementerian serta pemerintah provinsi saja, Melainkan ruang lingkup pengelolaan keungan bertambah pada sektor desa. Dengan adanya ruang pengelolaan keuangan dana desa menjadi pusat perhatian saat ini, karena hal ini akan menjadi tantangan baru bagi pemerintahan dan khususnya KPK dalam memberantas korupsi.

Dana desa menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan bagi semua orang untuk melakukan tindakan korupsi, apalagi ranahnya yang ada daerah kecil dan pelosok menjadikan dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya. Hal ini sejalan dengan yang dihimbau KPK, Masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan dana desa. Koordinasi dan pengawalan terkait dana desa ini penting mengingat besarnya anggaran yang dikucurkan untuk program ini.

Baca Juga: Infrastruktur Pacu Kemajuan Ekonomi

Dengan adanya kasus-kasus yang menyeret oknum aparatur desa, menjadikan pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu untuk dikawal, dan diawasi oleh semua lapisan untuk mencegahnya tindakan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Begitu juga dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang turut mendukung dalam pencegahan tindakan pidana korupsi di dana desa yakni dengan mengeluarkan PERMENDES PDTT Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Di Provinsi Maluku sendiri, sudah banyak aparatur desa yang telah diseret ke meja hijau bahkan sudah dihukum dengan hukuman penjara.

Kini Pengadilan Tipikor Ambon kembali memvonis eks Raja Tawiri, Jacop Nikolas Tuhuleruw  karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi ADD dan DD tahun 2015-2018.

Ia dihukum dengan pidana penjara 1 tahun 10 bulan serta membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim juga memvonis  Ketua Pengelola kegiatan selama empat tahun penjara denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar 571.331.695 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayarnya maka harta bendanya disita oleh JPU dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan apabila harta bendanya tidak mencukupi maka akan diganti dengan pidana selama satu tahun 10 bulan. Sedangkan terdakwa Arcilaus Latulola selaku Sekretaris Negeri divonis pidana penjara selama 4 tahun denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 571.331.695 subsider 1 tahun penjara.

Para perangkat desa ini dengan sengaja melakukan tindak pidana korupsi dengan memalsukan laporan pertanggungjawaban dengan melakukan mark up atas penggunaan ADD dan DD selama tahun 2015-2018.  (*)