AMBON, Siwalimanews – Pernyataan kontroversial Ketua MPH Sinode GPM, Pen­deta AJS We­ri­nussa, yang tak akan mem­beri­kan rekomen­dasi bagi pendeta men­calonkan diri sebagai Ketua Umum AMGPM menuai kritikan tajam.

Kritikan tak hanya dari pendeta emeritus, tetapi juga kalangan pen­deta aktif. Pernyataan Werinu­ssa dinilai bernuansa politis.

Pendeta emeritus Chris Sahetapy mengatakan, pernyataan Werinu­ssa tidak linear dengan aturan dan sistem manajemen yang berlaku dalam GPM.

Menurutnya, dalam sistem ge­reja, ketua sinode bukan merupa­kan kepemimpinan tunggal, me­lainkan kolegial. Artinya ketika membuat suatu pernyataan harus sesuai dengan rumusan majelis pekerja harian sebagai bagian dari prinsip kolegial itu.

“Ketua sinode bukan kepemim­pinan tunggal melainkan kepe­mim­pinan kolegial, artinya pernya­taan itu harus keluarkan dari se­buah perumusan MPH Sinode se­bagai bagian dari prinsip kolegial itu,” ujar Sahetapy, kepada Siwa­lima, Senin (26/10).

Baca Juga: Disperindag Maksimalkan Pembongkaran Pasar Apung Mardika

Sahetapy menegaskan, jika pernyataan itu dikeluarkan oleh ketua sinode maka patut dicurigai ketua sinode tidak mengerti visi misi gereja dan AMGPM sebagai bagian integral dari GPM.

Sahetapy juga menuding per­nyataan itu bersifat politis. Jika diuji dengan kepemimpinan gereja, maka diduga ada kepentingan yang sesat.

Sahetapy juga menegaskan, AMGPM merupakan  bagian integral dari GPM, dimana visi dan misi GPM menjadi paying bagi AMGPM, yang kemudian dimanifestasi melalui strategi pelayanan.

Pendeta juga merupakan kader AMGPM, karena itu ketua sinode harus memberikan ruang kepada para pendeta untuk berkompetisi dalam mencari bibit unggul memimpin AMGPM.

“Ketua Sinode harus membuka ruang demokrasi dan tidak boleh intervensi, itu termasuk otoriter, karena ini bukan partai politik,” tandas Sahetapy.

Sehetapy berpesan kepada pe­serta Kongres XXIX AMGPM untuk berpikir mandiri dan menentukan yang demokratis  berdasarkan atu­ran dan jangan mendengar bisikan atau pernyataan sepihak yang tidak sesuai dengan aturan gereja.

Mantan Ketua AMGPM Aru, Pendeta emeritus Piet Leiwaka­bessy mempertanyakan pernyata­an ketua sinode yang menolak pen­deta menjadi calon Ketua Umum Pengurus Besar AMGPM.

“AMGPM punya AD/RT yang merupakan jiwa raga yang harus dipatuhi seluruh jajaran AMGPM. Peryataannya paling klasik adalah maksud apa ketua sinode menge­luarkan statement begini, ini yang harus ditelusuri,” ujar Leiwaka­bessy.

Dikatakan, AD/RT merupakan atu­ran yang harus dijadikan ruju­kan bagi seluruh AMGPM. Bukan pernyataan ketua sinode.

“Jika AD/RT mengatakan Ketum AMGPM bukan pendeta ya boleh diikuti, namun kalau dalam AD/RT mengatakan seorang fungsional gereja yang secara ansi adalah seorang pendeta bisa memimpin, ya dilaksanakan. Jangan ketua sinode katakan A, lalu diikuti. Statement itu harus dikonfrontir dengan AD/RT, bukan ditelan mentah-mentah,” tandasnya.

Mulai Panas

Suksesi kepemimpinan di tubuh AMGPM mulai memanas. Parpol juga turut “bermain” di belakang calon yang diusung.

Hingga kini ada tiga nama men­cuat sebagai calon Ketua Umum Pengurus Besar AMGPM. Mereka adalah Pendeta Jondry Paays yang saat ini menjabat Sekretaris Pe­ngurus Besar AMGPM, Melkias Sair­dekut. Politisi Partai Gerindra saat ini menjabat Wakil Ketua DP­RD Maluku. Satunya lagi pendeta Steven Athiuta.

Informasi yang berkembang, Sairdekut didorong oleh Gerindra. Langkah Sairdekut mendapat angin segar dari ketua sinode. Olehnya tak heran, kalau ketua sinode mengeluarkan pernyataan kontroversial, yang menolak pendeta mencalonkan diri sebagai Ketua Umum AMGPM.

“Arahnya jelas. Ini sudah men­jadi diskusi serius diantara peserta  kongres,” ujar salah satu peserta Kongres XXIX AMGPM, kepada Siwalima, Senin (26/10).

Setelah informasi beredar, kalau  Gerindra di belakang Sairdekut, PDIP tak mau kalah. Partai banteng kekar moncong putih ini lalu mendorong Pendeta Steven Athiuta.   “Suhu kongres sudah mulai panas, ini semakin menarik,” ujarnya.

Soal pernyataan ketua sinode yang tak mau memberikan reko­men­dasi kepada pendeta menca­lon­kan diri sebagai Ketua Umum AMGPM, peserta yang juga seorang pendeta ini mengatakan, pernya­taan ketua sinode tak mendasar.

“Dasarnya apa? Tak ada aturan kok yang melarang, biarkan kom­petisi berjalan secara demokratis, jangan diintervensi,” tandasnya.

Sementara Pendeta Steven Athiuta yang dikonfirmasi mem­ban­tah keras, dirinya didorong oleh PDIP.

Athiuta mengatakan, momentum kongres AMGPM merupakan peris­tiwa gerejawi, dan dirinya adalah kader AMGPM tidak perlu didorong oleh pihak manapun.

“Saya rasa masa sih saya kader angkatan muda saya didorong oleh parpol. Ini momentum, ini peristiwa gerejawi. Kongres angkatan muda ini bagian dari peristiwa gerejawi. Olehnya itu, kalau ada informasi seperti itu menurut saya sah-sah saja. Karena dalam setiap event, selalu saja ada informasi-infor­masi yang tidak pada tempatnya,” ujar Athiuta.

Athiuta mencurigai, informasi dirinya didorong oleh PDIP, senga­ja dimainkan untuk menjatuhkannya.

“Barangkali itu bagian dari per­mainan yang dimainkan untuk men­jatuhkan kita  misalnya. Saya te­gaskan tidak didukung oleh parpol. Saya sebagai kader AMGPM dan ini peristiwa gerejawi dan saya berdoa saja kepada Tuhan Yesus kepala gereja. Tolong jangan bikin isu-isu yang tidak sehat. Tapi bagi saya biarlah. Kita mengalir dengan berpedoman kepada Yesus Kristus kepala gereja,” tegasnya.

Athiuta juga mengkritik pernya­taan ketua sinode. Selaku kader, ia berhak mencalonkan diri seba­gai Ketua Umum PB AMGPM.

“Sikapi pernyataan ketua sinode, saya punya tanggapan sederhana saja, bahwa didalam regulasi AMGPM tidak ada menggunakan frasa memberikan rekomendasi dari MPH sinode. Tapi direstui oleh MPH sinode. Jadi disitu beda. Frasa memberikan rekomendasi dan frasa merestui itu berbeda. Itu dua hal yang berbeda. Karena itu me­nurut saya, apa yang disam­paikan oleh bapak ketua sinode itu mesti  ditinjau lagi didalam regulasi AMGPM. Saya tetap maju. Mengapa saya maju, karena saya juga kader AMGPM,” tandasnya. (Cr-2/S-45/S-32)