PADA 27 dan 28 Februari 2023 diselenggarakan High-Level Workshop on Paving for Strong and Resilient Health System in South-East Asia di Kota Goa di pantai barat India. Disebut sebagai high level meeting karena memang peserta pertemuan ialah para senior di bidang kesehatan masyarakat dunia dan kawasan Asia.

India dan Timor Leste diwakili mantan menkesnya masing-masing. Dari WHO hadir Dr Anarfi Asamoa-Baah yang pernah 10 tahun menjadi Wakil Direktur Jenderal WHO, serta Dr Shin Young-Soo yang juga 10 tahun menjadi Kepala WHO “Western Pacific Office (WPRO)”, dan juga tentunya pimpinan WHO Asia Tenggara. Selanjutnya, ada perwakilan dari Thailand, Bangladesh, Korsel, dan saya dari Indonesia yang selain sebagai peserta, saya juga ialah co-lead rapporteur pertemuan yang diselenggarakan WHO ”South East Asia Region (SEARO)” ini.

Materi pembahasannya cukup luas, mulai kecenderungan masa datang, kepemimpinan dan pengorganisasian, peran generasi muda, sampai ke kerja sama internasional, yang semuanya dapat juga diterapkan dalam analisis dan kebijakan kesehatan kita di Indonesia.

Kesehatan masa datang

Pertemuan diawali dengan pembahasan menda­lam tentang kecenderungan dan aspek determinasi kesehatan (Major trends and determinants for health) kini dan masa datang, agar terwujud ketahanan ke­sehatan yang baik. Jangan sampai pengalaman buruknya ketahanan kesehatan dalam menghadapi covid-19 terulang kembali.

Baca Juga: Madesu Calon Guru

Pada dasarnya ada tiga hal utama. Pertama, masalah kesehatan masyarakat di dunia dan di setiap negara tidak dapat diselesaikan kalangan kesehatan semata. Kedua, perlu interkoneksitas antara berba­gai sektor dalam menangani masalah kesehatan masyarakat. Ketiga, perlu ada upaya yang sistematis agar issue kesehatan juga dapat menjadi perhatian penting para penentu kebijakan publik, politikus, penentu kebijakan ekonomi dan keuangan, serta berbagai pihak terkait lainnya di semua tingkatan. Apalagi, dalam era otonomi daerah dengan berbagai sistem penerapannya di negara masing-masing.

Kita ketahui bersama, bahwa ketika covid-19 sedang amat tinggi, hampir di semua negara ternyata penanggulangannya melibatkan praktis semua sektor, jelas bukan hanya kesehatan. Itu terjadi karena covid-19 ialah suatu kegawatdaruratan yang dirasa­kan di semua aspek. Yang kini jadi tantangan ialah bagaimana tetap mempertahankan peran serta dan kerja sama lintas sektor untuk menangani kesehatan mas­yarakat, walaupun covid-19 sudah makin mereda.

Ini tantangan dunia, tantangan regional, dan juga tantangan negara kita. Kalau nanti pandemi covid-19 sudah benar-benar selesai, tentu bentukan satuan tugas khusus sudah tidak diperlukan lagi, tapi itu tidak berarti bahwa keterlibatan berbagai sektor nonkese­hatan jadi hilang. Khusus untuk negara kita, pada 2024 akan menjadi tahun politik dengan diselengga­rakannya pemilu. Tentu, berbagai sektor akan dikerahkan maksimal untuk aman dan suksesnya pemilu. Namun, janganlah sampai aspek kesehatan masyarakat ditinggalkan sendirian. Jelas tetap perlu kerja bersama lintas sektor, untuk mewujudkan ketahanan kesehatan bangsa kita.

Kepemimpinan dan pengorganisasian

Pembahasan selanjutnya ialah tentang kepemim­pinan dan juga pengorganisasian/pengaturan kese­hatan masyarakat untuk menghadapi sistem keseha­tan masa datang (better leadership and governance for health system of tomorrow). Untuk mewujudkan ketahanan kesehatan yang prima, tentu perlu analisis yang amat luas dan mendalam, tentang bagaimana baiknya mekanisme kepemimpinan dan pengorgani­sasian kesehatan masyarakat di suatu negara, dan juga di dunia, yang jelas perlu mekanisme strategis dan sistematis.

Perlu ada kombinasi, antara kemampuan kepe­mim­pinan kesehatan, pengorganisasian, manaje­men, serta kemampuan mengajak berbagai pihak kerja bersama. Dalam hal kebijakan, tentu tidak bisa dadakan saja, tidak baik juga kalau kebijakan tidak berkesinambungan. Perlu pula dikaji apa dampak suatu keputusan di masa dating, juga tentu tetap mengambil nilai positif dari keberhasilan di masa sebelum ini.

Secara umum, jelas ada target-target kesehatan masyarakat yang harus di capai, baik dalam kerangka “sustainable development goals (SDGs) atau juga Universal Health Coverage (UHC), dan juga pentingnya penerapan pelayanan kesehatan primer sebagai basis, bersama dengan pelayanan kesehatan sekunder dan tersier.

Dalam konteks ini, dibahas tentang berbagai negara -juga negara kita- amat menyadari peran utama promotif preventif dalam kesehatan, hanya saja pelaksanaannya tidaknya selalu mudah. Salah satu contohnya saja, akan lebih populer dan mendapat perhatian luas media dan masyarakat kalau ada RS baru sekian lantai dengan alat canggih, ketimbang misalnya peresmian jamban keluarga atau kegiatan pengendalian kusta.

Contoh lain, akan lebih banyak mendapat perhatian, kalau ada pembahasan tentang jumlah dokter spesialis dan subspesials jika dibandingkan dengan berita kurangnya tenaga penyuluh kesehatan masyarakat, atau jumlah tenaga sanitarian yang terbatas dll. Karena itu, kebijakan tentang peran penting promotif dan preventif memang harus diwujudkan dalam tiga hal, prioritas kebijakan, prioritas anggaran, dan prioritas dukungan lintas sektor dan masyarakat, jangan jadi slogan semata.

Dalam workshop ini, juga banyak dibahas tentang amat perlunya pengembangan kapasitas bagi tiga pihak. Pertama individu pelaku kesehatan masyarakat di berbagai tingkatannya. Kedua ialah institusi kesehatan yang melayani masyarakat, bukan hanya yang kuratif, melainkan juga yang promotif preventif, dan ketiga untuk sektor nonkesehatan yang berperan dalam status kesehaatan kita bersama.

Selain itu, disadari juga tentang kenyataan bahwa anggaran kesehatan di banyak negara belumlah memadai, apalagi kalau lebih banyak dipakai untuk kegiatan kuratif. Harus pula diingat, peran penting berbagai LSM bidang kesehatan yang langsung terjun kerja di lapangan, demikian juga pihak swasta yang makin banyak kegiatannya di sektor kesehatan. Jelas sekali, semua potensi yang ada perlu diatur dengan baik, agar kerja bersama secara harmoni demi ketahanan kesehatan kita dan juga dunia.

Generasi muda dan kerja sama internasional

Tidak pelak lagi, bahwa generasi muda dan para milenial punya peran -dan bahkan aktor utama- sistem dan ketahanan kesehatan di masa datang, bahkan sudah mulai sejak sekarang. Bukan saja karena ketahananan kesehatan masa datang tentu di tangan generasi muda sekarang, melainkan juga pola pikir dan pola tindak di waktu mendatang akan berubah. Di sisi lain, dengan derajat kesehatan yang terus membaik maka jumlah lansia di berbagai negara juga terus meningkat. Artinya perlu ada keseimbangan sistem dan manajemen kesehatan, untuk dapat melayani kaum milenial dan juga para lansia, sesuatu yang kompleks dan perlu dapat perhatian saksama.

Pada akhir pertemuan, dirumuskan tentang bagaimana kolaborasi yang lebih sinergis dan strategis antara pelaku kesehatan global, antarnegara, berbagai organisasi internasional, dan tentunya peran penting WHO. Kita tahu dulu kita hanya mengenal WHO di kancah dunia sebagai bagian dari PBB. Kini ada berbagai organisasi lain seperti GAVI The Vaccine Alliance yang mendukung program vaksinasi untuk setidaknya 17 penyakit, juga ada GF ATM, yaitu Global Fund untuk AIDS, tuberculosis, dan malaria, serta berbagai yang lain. Termasuk, filantrop besar seperti Bill and Melinda Gates Foundation dll.

Di satu sisi memang jadi lebih banyak potensi. Namun, di sisi lain tentu perlu pengaturan perorganisasian yang baik. Dalam hal ini, peran Indonesia menjadi penting, setidaknya karena kita tahun yang lalu ialah Presidensi G-20 dan tahun ini memegang keketuaan ASEAN, serta sejak dulu Indonesia selalu punya memberi warna yang jelas pada berbagai kebijakan WHO.

Sebagai penutup disampaikan bahwa pandemi covid-19 kembali mengingatkan kita semua, bahwa kesehatan masyarakat banyak sekali dampaknya bagi berbagai sektor kehidupan. Kesehatan memang bukan segalanya, tetapi tanpa Kesehatan, segalanya dapat jadi tidak berarti. Di sisi lain, kesehatan bukan tentang sehat sakit semata, melainkan juga tentang kesejahteraan, sesuai tujuan SDGs tercapainya health and well being untuk dunia dan juga untuk kita di Indonesia tercinta. Oleh: Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes. Sumber: https://mediaindonesia.com. (*)