AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku melakukan penyitaan terha­dap sejumlah barang bukti dalam dugaan korupsi proyek pengadaan aplikasi Simdes.id, milik puluhan desa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2019.

Barang bukti yang disita berupa sejumlah unit komputer dari be­berapa pemerintah desa/negeri di Kabupaten Buru Selatan.

“Jadi barang bukti komputer yang disita dijadikan sebagai barang bukti dari pengusutan kasus ini, ada indikasi yang kemudian penyidik mela­kukan penyitaan,”jelas Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku kepada Siwalima, Selasa (25/10).

Dijelaskan, adanya pelanggaran ketika CV. Ziva Pazia selaku pe­nyedia memaksakan seluruh desa/negeri untuk membeli aplikasi Sim­des serta unit komputer.

Dikatakan, pada sejumlah desa di Bursel belum tersentuh jaringan internet yang membuat keharusan tersebut tidak tepat sasaran alias mubazir.

Baca Juga: Polisi Ringkus 9 Sindikat Pencurian di Ambon

“Banyak desa belum memiliki jaringan internet sehingga tidak tepat sasaran jika diharuskan untuk semua desa, nah dari situlah banyak komputer yang rusak akibat tidak terpakai yang kemudian disita sebagai barang bukti,” ujarnya..

Naik Penyidikan

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku mening­katkan kasus dugaan korupsi pengadan aplikasi Simdes.id milik puluhan desa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2019.

Pengadaan aplikasi yang diker­jakan CV Ziva Pazia ini, diduga fiktif dan anggaran yang diper­untukan juga mubasir.

Tim penyidik Kejati Maluku telah mengelar perkara dan karena di­temukan adanya indikasi dugaan penyalahgunaan keuangan, maka ditingkatkan ke penyidikan.

“”Kasus ini sementara di tangani penyidik dan ada pada tahap pe­nyidikan,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wah­yudi Kareba kepada wartawan di Ambon, Rabu (22/9).

Dikatakan, penyidikan kasus ini dilakukan setelah peyidik me­ng­gelar ekspos dan menemu­kan adanya indikasi pelanggaran ditahap penyelidikan.

“Hasil penyelidikan ada indikasi pelanggaran sehingga lewat hasil ekspos dinaikan ke penyidikan untuk pendalaman  lebih lanjut,” ujarnya.

Pada tahap penyidikan ini, lanjut Wahyudi, penyidik akan melaksa­nakan sejumlah rangkaian, mulai dari pemeriksaan saksi hingga perhitungan kerugian negara.

“Saksi saksi akan dimintai keterangan termasuk koordinasi untuk audit kerugian,” tuturnya.

Berbau Korupsi

Proyek pengadaan aplikasi Simdes.id milik puluhan desa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2019 diduga berbau korupsi.

Pengadaan aplikasi yang diker­jakan CV Ziva Pazia ini, diduga fiktif dan anggaran yang dipruntukan juga mubasir.

“Pengadaan aplikasi Simdesa.id puluhan desa di Bursel ini, bisa kita bilang fiktif dan mubasir, bahkan ada indikasi korupsi,” beber sum­ber di Dinas Pemberdayaan Kabu­paten Bursel kepada Siwalima, Jumat (17/6).

Sumber yang wanti-wanti nama­nya dikorankan ini mengung­kap­kan, pengadaan aplikasi itu didapat begitu saja oleh CV Ziva Pazia atas intervensi dan tekanan dari mantan Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soulissa yang dibantu oleh sejumlah anak buahnya.

Padahal, waktu itu kegiatan pengadaan aplikasi Simdes.id ini tidak diakomodir dalam APBDes pada setiap desa di Kabupaten Bursel.

“Tetapi karena takut dengan tekanan Tagop dan anak buahnya, puluhan desa pun terpaksa men­akomodir kegiatan itu, kendati ada sebagian desa pun menolak keras untuk mengakomodir kegiatan ini, karena waktu itu masih banyak desa yang belum dijangkau de­ngan sinyal internet maupun tidak terakomodir dalam APBDes,” ujarnya.

Sumber ini menyebutkan, sesuai nota tagihan dari pihak CV Ziva Pazia, setiap desa wajib menyetor uang sebesar Rp 30.000.000. CV Ziva Pazia mematok harga aplikasi tersebut sebesar Rp 17.500.000, ditambah perangkat komputer/laptop sebesar Rp10.000.000 dan Bimtek Rp 2.500.000.

Dari total nilai sebesar Rp30.000.000 per desa itu, lanjut sumber itu, dikenai pajak PPN 10 % sebesar Rp2.727.272 dan PPH sebesar Rp409.090.

“Dari nilai itu, diduga ada aliran dana berupa fee yang mengalir dari pihak CV. Ziva Pazia ke Tagop dan anak buahnya atas peran mereka dalam membantu pihak CV Ziva Pazia untuk memborong kegiatan yang sama pada puluhan desa itu,” ujarnya.

Namun, setelah CV Ziva Pazia mendapat setoran tiap desa sebesar Rp30.000.000, tenyata banyak item kegiatan fiktif. Khusus untuk aplikasi Simdesa.id senilai Rp17.500.000 per desa itu telah dikunci oleh admin bernama Victor Puturuhu sejak 2019 lalu, tak lama sejak diluncurkan sehingga tak bisa diakses isi dari aplikasi itu.

Dari penelusuran media ini pun diketahui, ternyata ada indikasi mark up luar biasa, dalam pengadaan aplikasi ini.  Dimana domain aplikasi ini diperkirakan hanya berkisar Rp200.000, tetapi CV Ziva Pazia mematok harga hingga Rp17.500.000 per desa.

Sementara untuk laptop yang sebagian dibagikan saat pelaksanaan bimtek yang dibuka oleh Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soulissa saat itu, ternyata banyak yang rusak dan tak bisa digunakan.

“Banyak laptop yang rusak dan tak bisa digunakan setelah dibagikan,” bebernya.

Hingga saat ini, ada sejumlah desa yang belum mendapatkan laptop, padahal uangnya telah lunas disetor ke perusahaan melalui anak buah Tagop.

“Sampai saat ini masih ada desa-desa yang belum kebagian laptop. Padahal uangnya telah disetor lunas,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur CV. Ziva Pazia Cornelis Melantunan yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Jumat (17/06) membantah ada aliran dana yang masuk ke kantong Tagop dan anak buahnya sebagai fee.

“Tidak ada Pak, iya tidak ada. Beta ini keluarga hukum, jadi tidak mungkin beta melakukan hal tidak terpuji,” ucap Melantunan.

Menurutnya, tidak ada praktek korupsi maupun gratifikasi dalam pengadaan aplikasi ini, sebab dirinya bekerja secara profesional.

“Beta minta waktu beliau, beta menghadap Pak Bupati di kantor, resmi beta sampaikan beta punya program, lalu Pak Bupati bilang jangan dengan saya, koordinasi dengan dinas supaya bisa dikoordinir dan kumpul di aula lalu Beta paparkan produk tersebut,” beber Melantunan.

Ia mengaku, telah menyerahkan laptop secara resmi waktu itu, dan laptop-laptop tersebut dibeli dengan garansi resmi. “Kalau saya kasih barang rusak itu salah besar. Karena itu resmi di pakai saat itu juga,” ucapnya.

Kendati begitu, Ia tak memban­tah bahwa sejak 2019 hingga kini, masih ada sejumlah desa yang belum mendapatkan laptop. “Kalau untuk yang belum dapat itu karena pada saat kegiatan itu mereka tidak datang hadir,” tuturnya.

Melantunan juga mengaku tak menghafal betul jumlah desa yang belum mendapatkan laptop, sehingga perlu ia cek lagi ke staf programmernya. Bahkan ia juga mengaku, aplikasi ini memang bermasalah dengan vendor yang ia pakai sebelumnya, yakni Victor Puturuhu. “Untuk aplikasi, hari itu beta pakai vendor, vendornya itu yang tidak beres. Tapi, tidak apa-apa,” ucapnya. (S-10)