AMBON, Siwalimanews – Keputusan menunda sementara proses penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah kwarda pramuka dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan Kejaksaan Tinggi Maluku.

Sikap Kejati dalam proses penegakan hukum dan kepastian hukum dalam penanganan kasus tersebut sangatlah disesalkan, karena tidak ada alasan hukum penghentian sementara penanganan kasus kwarda pramuka dengan proses Pilkada.

Demikiam diungkapkan akademisi hukum Unidar, Rauf Pellu kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Sabtu (11/5).

Menurutnya, dasar penundaan yang diungkapkan Kejaksaan Tinggi Maluku merupakan alasan yang dibuat-buat dan mengada-ngada.

Pasalnya, tidak ada kaitan antara proses hukum pengusutan kasus kwarda dengan proses pilkada yang saat ini memasuki tahapan pengambilan rekomendasi partai politik.

Baca Juga: Bakal Digandeng HL, Gerindra Beri Karpet Merah bagi Sa’adiah

“Alasan Kejaksaan Tinggi Maluku ini patut dipertanyakan oleh publik, sebab tidak ada hubungan kausalitas antara proses hukum dengan tahapan pilkada,” ujar Pellu.

Pellu mengakui, jika alasan penundaan karena tahapan pemilu mungkin dapat diterima, tetapi pemilu sudah usai dengan penetapan rekapitulasi suara oleh KPU, artinya tidak ada alasan bagi Kejati Maluku.

Keputusan institusi untuk menunda sementara proses hukum kasus kwarda kata Pellu, menunjukkan Kejaksaan Tinggi Maluku tidak profesional dalam penegakan hukum dan ini sangat miris.

Kejati Maluku lanjut Pellu, berisi orang-orang hukum yang memiliki pengetahuan lebih terkait hukum, maka seharusnya Kejati bisa membedakan antara proses penegakan hukum dengan tahapan pilkada.

“Penundaan ini menunjukkan Kejati tidak profesional sebagai aparat penegak hukum yang mestinya menegakkan hukum. Memangnya kalau suami dari ketua kwarda ada dalam proses pilkada lalu hubungan apa dengan proses hukum,” tegas Pellu.

Pellu menambahkan, Kejati Maluku harus profesional dan tidak tebang pilih dalam penegakan hukum, sebab jika tidak, maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Maluku.(S-20)