AMBON, Siwalimanews – Pasca dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan, maka penyidik Kejari Ambon kembali mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi guna mengusut tuntas kasus penyimpangan penggunaan anggaran BBM tahun 2019-2020 di Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon.

Salah satu yang akan kembali diperiksa yakni Kepala Dinas LHP Kota Ambon Lucia Izaac. Pemeriksaan sang kadis diperlukan guna mengungkap dalang dibalik raibnya anggaran BBM sebesar Rp 9 milliar tersebut.

“Prinsipnya Kepala Dinas LHP akan kembali diperiksa untuk mendalami penetapan tersangka pada tahap penyidikan ini,” ungkap Kasie Intel Kejari Ambon, Jino Talakua, saat dikonfirmasi Siwalimanews, Rabu (14/4).

Ditanya soal kapan agenda pemeriksaan terhadap Lucia Izaac, Talakua mengaku belum dapat memastikannya secara pasti.

“Untuk waktu belum dapat dipastikan, jelasnya nanti pasti akan diperiksa dalam waktu dekat ini,” pungkasnya.

Baca Juga: Jaksa Mulai Sidik Penyimpangan Anggaran BBM di DLHP

Sebelumnya diberitakan, belum tuntas pemeriksaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur tahun 2011-2019 di lingkup Pemkot Ambon yang dibidik KPK, giliran Kejari Ambon mengusut dugaan korupsi penyimpangan penggunaan anggaran  BBM tahun 2019-2020 di Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon.

Dana sebesar Rp 9 miliar tahun 2019 diduga raib di dinas yang dipimpin Lucia Izaac ini. Sementara tahun 2020 masih dilakukan pengumpulan data oleh tim penyidik Kejari Ambon.

Kepala Kejari Ambon, Frits Nalle mengungkapkan, sejumlah saksi telah diperiksa dan ditemukan ada dugaan penyimpangan anggaran BBM tahun 2019. Kasus ini dari penyelidikan telah ditingkatkan statusnya ke penyidikan.

“Ada indikasi dugaan penyimpangan penggunaan anggaran  BBM tahun 2019-2020, kita sudah gelar dan berdasarkan sejumlah rangkaian penyelidikan, kasusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan,” jelas Kajari kepada wartawan di Kantor Kejari Ambon, Selasa (13/4).

Kajari menjelaskan, anggaran BBM di DLHP Kota Ambon di tahun 2019 sebagian diantaranya fiktif dengan nilai sebesar Rp 9 milliar. Indikasi penyalahgunaan anggaran ini, tidak hanya terjadi di tahun 2019, namun berlangsung hingga 2020 dengan nilai kerugian yang belum dapat dipastikan.

“Modusnya ada sebagian yang fiktif, untuk tahun 2019 anggaran fiktif nilainya Rp 9 milliar sementara 2020 masih dalam tahap pengumpulan data,” jelasnya. (S-45)