AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Kabupaten Ke­pulauan Tanimbar menetapkan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Sistem Informasi Manajemen De­sa (SIM D) se-Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar tahun anggaran 2021.

Dua tersangka yaitu berinisial SS dan NA. Penetapan kedua ter­sangka ini  setelah pihak Kejari me­miliki bukti permulaan yang cukup berupa, keterangan saksi, surat, maupun keterangan ahli.

“Berdasarkan hasil penyidikan telah terjadi tindak pidana korupsi pada pengadaan sistem informasi manajemen desa di desa-desa se-Kabupaten Kepulauan Tanim­bar Tahun Anggaran 2021, dan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup dari hasil pengumpulan alat bukti berupa keterangan saksi, surat kemudian keterangan ahli, sehingga kami pada hari ini dapat melakukan penetapan tersangka,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Gunawan Sumarsono dalam kete­rangan persnya kepada wartawan di Saumlaki, Selasa (19/7).

Kejari KKT mengeluarkan surat penetapan tersangka untuk SS dengan nomor: B- 1039/Q.1.13/Fd.2/07/2022, Sedangkan NA nomor 1040/Q.1.13/Fd.2/07/2022 ta­nggal 19 Juli 2022.

Dikatakan, berdasarkan hasil audit kerugian negara oleh Inspek­torat Kabupaten Kepulauan Tanim­bar sebesar sebesar Rp310.264. 909,-

Baca Juga: Tiga Tahun Kasus MTQ Maluku Jalan Tempat

“Jadi dalam perkara ini sudah kami tetapkan dua tersangka. Jumlah kerugian keuangan negara berdasarkan laporan hasil perhi­tungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar nomor 700/LAK-10/VII/ 2022 tanggal 1 Juli 2022 jum­lah kerugian keuangan negara pada perkara ini sejumlah Rp.310. 264.909,” tuturnya.

Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan pihaknya, ternyata hanya 21 desa di Kabupaten Ke­pulauan Tanimbar yang dimasu­kan dalam sistim informasi desa dan yang terealisasi pemba­yarannya hanyalah 12 desa.

“Jadi dapat kami sampaikan bahwa berdasarkan pengumpulan data yang kita lakukan bahwa, jumlah pengadaan sistim infor­masi desa ini sebetulnya dilakukan 21 desa di KKT. Tetapi setelah kami dalami dan kami lakukan peme­riksaan ternyata yang terealisasi hanya 12 desa, sehingga kita hitung jumlah kerugian negara tadi oleh ahli 310.264.909,” tuturnya.

Ia menyebutkan, modus operandi  yang dilakukan para tersang­ka yaitu, tersangka MA menawar­kan satu program namanya sistim informasi manajemen desa.

Sis­tim informasi managemen desa ini oleh NA disampaikan kepada SS. Kemudian SS memak­sakan memasukan sis­tim infor­masi manajemen desa ini keda­lam APBDesa,

“Ini terjadi di 21 desa dari 80 desa di KKT. Tetapi ketika kami melakukan pemeriksaan, ternyata yang terealisasi pembayarannya hanya 12 desa saja,” sebutnya.

Dikatakan, dalam sistim ini, setiap desa disarankan membuat proposal ertera rincian anggaran untuk instalasi program, biaya pe­latihan dan sejumlah biaya lainnya seperti belajar desain tampilan, belanja pengaturan setting data base, be­lanja pengelola aplikasi dan pe­ngisian software, belanja pem­bua­tan dan penga­turan kon­ten. Peng­anggaran dari setiap de­sa bervariasi yakni kisa­ran Rp.20. 000.000 hingga Rp.30. 000.000 per desa. “Ini masing-masing ber­beda de­ngan kisaran Rp20 juta sampai 30 juta per desa. Ini berlangsung sela­ma tahun 2021 tetapi kemu­dian sam­pai dengan akhir tahun kami me­la­kukan pemeriksaan ternyata program SIM D ini tidak berjalan,” katanya.

Dikatakan, pihaknya juga temu­kan dalam penerapan program ini ternyata ada desa yang hanya memperoleh perangkat Software saja dan hardware tidak

“Sampai dengan kita melakukan tindakan penyelidikan dan penyi­dikan ternyata program ini tidak berjalan, dalam arti kata program ini tidak bisa digunakan/diman­faatkan  oleh desa sehingga kita menemukan kerugian keuangan negara sebesar  Rp310.264.909,-

Ditambahkan 12 desa yaitu Desa Latdalam, Wowonda, Kabia­rat di Kecamatan Tanimbar Sela­tan, Desa Tumbur, Lorolulun, Am­dasa, Sangliat Dol dan Sangliat Krawain di Kecamatan Wertamrian, Desa Adaut dan Kandar di keca­matan Selaru serta Kesa Kilon di Kecamatan Wuarlabobar. (S-05)