AMBON, Siwalimanews – Kasus dugaan korupsi pro­yek pencetakan baliho dan spanduk senilai Rp. 1,5 miliar tahun 2019 di Pemkot Ambon dilaporkan sejak Oktober 2020 lalu oleh LSM Lum­bung Informasi Rakyat (LIRA) hingga kini jalan di tempat.

LIRA menyayangkan kinerja Kejaksaan Tinggi Maluku yang terkesan lamban menanggani ka­sus dugaan korupsi yang dila­porkan masyarakat.

Aktivis LIRA Maluku, Yan Sariwating mengatakan, sejak dilaporkan bulan Oktober 2020 lalu pihaknya sebagai pelapor te­lah berulangkali mempertanyakan kepada Kejati Maluku tetapi tidak ber­jalan sampai saat ini.

“Beta telah menanyakan ber­ulang kali baik ke Asisten Intel Kejaksaan maupun kepada Kasi Penkum selalu jawabannya ma­sih ditelaah, Beta merasa bi­ngung kenapa sampai laporan-laporan yang disampaikan oleh masyarakat belum mendapatkan perhatian serius dari aparat ke­jaksaan tinggi,” ungkap Sariwating.

Tak hanya kasus baliho, lanjut­nya, LIRA sejak tahun 2017 telah melaporkan dua kasus lainya yakni dugaan korupsi pengerjaan ruas jalan Ramahangrana di Kabupaten Buru dan pekerjaan proyek di Kabupaten Seram Bagian Timur tetapi tidak berjalan.

Baca Juga: Tuntaskan Korupsi BBM di DLHP, Jaksa Tunggu Hasil Audit

Sariwating menegaskan mestinya setiap laporan yang disampaikan mas­yarakat harus mendapatkan perhatian dari kejaksaan, karena itu sangat di­sayangkan ketika laporan-laporan masyarakat dibiarkan begitu saja.

Padahal dalam setiap kesempatan Kejaksaan selalu mengajak masya­rakat untuk melaporkan setiap hal yang dianggap merugikan keuangan daerah agar ditangani tetapi saat dilaporkan ternyata tidak ditangani.

“Kejati juga tidak konsisten dalam pemberantasan tindak pidana ko­rupsi karena laporan banyak disam­paikan masyarakat tetapi tidak ditindaklanjuti,” tegasnya.

Terhadap inkonsistensinya Kejati Maluku dalam penegakan hukum atas kasus koruptor, LIRA Maluku mengancam akan mencabut semua laporan yang disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku dan nanti­nya masyarakat yang akan menilai kinerja Kejati Maluku dalam pemberantasan korupsi.

“Kalaupun memang tidak menda­patkan perhatian dari Kejaksaan Tinggi Maluku, Beta akan mencabut ketiga laporan dari kejaksaan karena telah mendapatkan lampu hijau dari DPP LIRA jika memang beberapa hari kedepan tidak ditindaklanjuti,” bebernya.

Ditambahkan, nantinya setelah pencabutan ketiga laporan dugaan korupsi tersebut maka selanjutnya DPP LSM LIRA Jakarta akan me­ngambil alih laporan tersebut.

Laporkan

Seperti diberitakan sebelumnya, laporan disampaikan LIRA Malu­ku pada 5 Oktober 2020 lalu. Dalam lapo­ran bernomor 07/A-DPW/LIRA­ MAL/X/2020 itu, LIRA melaporkan Sekretariat Pemkot Ambon sebagai pengelola proyek, bendahara penge­luaran yang diserahi tugas untuk membiayai proyek dan Toko M3 Digital Printing sebagai pihak ketiga.

“Kami sudah laporkan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran ke Kejati Maluku sejak 5 Oktober lalu,” kata Direktur LSM LIRA Ma­luku, Jan Sariwating, kepada Siwa­lima, Rabu (7/10).

Sariwating mengatakan, para terlapor itu diduga telah melakukan perbuatan yang berpotensi meng­ham­bat pembangunan daerah serta merugikan keuangan daerah untuk meraup keuntungan yang tidak wa­jar atas pencetakan spanduk dan baliho.

Dijelaskan, Pemkot Ambon meng­anggarkan dana untuk belanja jasa publikasi media cetak dan elektronik sebesar Rp. 15,8 milliar. Dana yang di­realisasikan sebesar Rp. 15,6 milliar.

Dari realisasi itu, Rp. 11.7 milliar di­pakai untuk membiayai paket ke­giatan penyelenggaraan pameran hasil-hasil pembangunan.

Paket kegiatan itu seharusnya dikelola Dinas Komunikasi Informa­tika dan Persandian. Namun entah kenapa diambil alih pengelolaannya oleh Sekretariat Pemkot Ambon. Padahal fungsi utama dari sekretariat adalah membantu dan mendukung kegiatan walikota dalam menjalan­kan tugas pemerintahan. “Jadi tidak masuk pada hal-hal teknis yang mana kewenangannya sudah diatur tersendiri sesuai ketentuan yang ada,” kata Sariwating.

Ia menyebut, akibat dari pengam­bilalihan proyek, maka pelaksanaan amburadul. Penyusun dokumen proyek, pelaporan perkembangan proyek, penelitian kelengkapan SPP, verifikasi SPP, penyiapan SPM yang harus dilakukan oleh PPK maupun PPTK maupun Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerin­tah, semuanya itu telah dilanggar oleh Sekretariat Pemkot Ambon.

“Semua proses pembayaran atas proyek ini, hanya ditangani oleh satu tangan yaitu bendahara pengelua­ran,” ujar Sariwating.

Selain itu, kata Sariwating, Toko M3 Digital Printing yang mengerja­kan pencetakan baliho dan spanduk dira­gukan keberadaannya. Pasal­nya, sete­lah dicek di lapangan tidak diketahui siapa pemiliknya, bahkan alamatnya juga kabur. Nota pemba­yaran yang disodorkan kepada sekretariat bukan nota asli dari toko. “Jadi apa yang dilakukan sekreta­riat kota telah melenceng jauh dari tu­poksi yang diamanatkan oleh pe­me­rin­tah, dimana dalam penggu­na­an ang­garan harus efisien, terarah serta dapat dipertang­gung­ja­wabkan,” ujarnya. (S-50)