AMBON, Siwalimanews – Hampir Rp11 miliar terpakai habis, namun pengerjaan renovasi Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku tak juga rampung.

Proses awal rehabilitasi diker­jakan tahun 2021 lalu, dengan menguras anggaran Rp4.950.­000.489.03 yang bersumber dari APBD Maluku Tahun 2021.

CV Hitam Putih yang berala­mat di Air Mata Cina Atas, Urimesing, Kecamatan Nusa­niwe, ditetapkan sebagai peme­nangnya.

Sebelumnya ada 16 peserta yang mengikuti proses tender rehabilitasi Kantor Korps Adhyaksa Maluku, yaitu, CV Bintang Sejati, CV Hitam Putih, PT Charlyn Jaya,  PT Makmur Jaya,  PT Hen Jaya, CV Cahaya Bintang Timur. CV Alfatih Mandiri dan CV Zhafira Subur Makmur.

Berikutnya CV Canari Group,  CV Kasem,  Inspira Multi Karya, PT Cipta Hutama Jaya, PT Benhil Mora Pratama, CV Dian Suis, CV Meillan dan CV As Jaya.

Baca Juga: Bupati Malteng Kasih Tugas Berat ke FPB

CV Hitam Putih yang beralamat di Air Mata Cina Atas, Urimesing, Kecamatan Nusaniwe, ditetapkan sebagai pemenang dengan harga penawaran Rp4,950.000.489.03 dan harga terkoreksi Rp4.950.000.489,03.

Pada tahun yang tanggal 8 September 2021 Dinas PUPR juga menganggarkan sebesar 780.000.000 dengan tahapan tender telah selesai, sebagaimana dikutip dari laman https://lpse.malukuprov.go.id.

Proyek ini diikuti oleh 7 perserta yaitu, CV Balung Permai, CV Patra Kencana, CV Lima Roti Dua Ikan, CV Karya Mulya Indah, CV Ekaabadi Perdana, CV Gaya Tried dan CV Leamata.

Dinas PUPR mengumumkan peme­nang proyek rehab Kantor Kejati Maluku yaitu, CV Balung Permai yang beralamat di Jalan Air Mata Cina, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Lantaran belum selesai juga, pada Tahun 2022, Dinas PUPR kembali menganggarkan dari APBD 2022 sebesar Rp4.330.000.000 dengan nilai HPS paket sebesar Rp 4.330.000.000.

Tercatat empat perusahaan mema­sukan penawaran pada 16 April 2022, yaitu, CV Hitam Putih, CV Nurul Karya Abadi, CV Pelangi Jaya dan CV Ashari Jaya Konstruksi.

CV Hitam Putih dalam tahap kedua ini juga ditetapkan sebagai peme­nang proyek rehabilitasi dimaksud.

Selain itu Dinas PUPR mengang­garkan Rp200 juta untuk paket perencanaan rehabilitasi Kantor Kejati Maluku dari APBD 2022.

Pada paket itu tercatat sebanyak 14 perusahaan yang mengikuti proses pelelangan yaitu, PT Ma­taram Surya Cipta, Paschal Kon­sultan, Bharata Mahakarya Consultant, CV Berko, CV Arsyelan dan CV Angel.

Berikutnya PT Mechitron Mastevi Indonesia, CV Rancang Bangun Persada, CV Archilive Indonesia, Fardhy Karya, CV Datateknik, CV Kelaras Sejati Planacospratama dan CV Mahakarya Utama.

Selanjutnya pada 19 Mei 2022, Dinas PUPR menganggarkan Rp150.000.000 dengan nama paket pengawasan Rehabilitasi Kantor Kejati Maluku pada 19 Mei 2022 dari APBD 2022.

Tercatat sebanyak 9 perusahaan yang mengikuti tender yaitu,CV Arsyelan CV Angel, Paschal Kon­sultan, PT Matra Hasta Konsultas, CV Pesona Consultan,  PT Gema Teknik Konsultan, CV Jasa Intan Mandiri, CV Datateknik dan CV Kelaras Sejati.

Dalam LPSE tersebut pada paket pengawasan ini tidak ada nama pemenang, seleksi dinyatakan gagal karena jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 peserta.

Sementara itu, kontraktor CV Hitam Putih, Endang yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selu­lernya, Senin (12/3), mengaku akan mengecek pekerjaan tersebut, karena dirinya berada di luar daerah.

“Saya cek dolo ya para pekerja saya nanti saya hubungi karena saya lagi di luar daerah,” ujarnya singkat.

Namun begitu, sampai berita ini naik cetak, janji Endang untuk memberi kabar mengenai proses pekerjaannya yang tak kunjung beres itu, tak kunjung dilakukan.

Semestinya Endang tak perlu berkelit, karena faktanya tahun anggaran 2022 telah lama berlalu, namun proyek jumbo tersebut tak juga bisa diselesaikan.

Fokus Proyek Jumbo

Terpisah Praktisi Hukum, Fileo Pistos Noija meminta, Kejati Maluku untuk lebih fokus menuntasan kasus korupsi besar dan menyita perhatian publik, seperti SMI dan juga kasus jumbo lain, daripada menghabiskan energi untuk kasus kecil yang semestinya bisa diselesaikan di tingkat kejaksaan negeri.

Hal ini lebih mendorong agar kejaksaan tidak lamban dalam penanganan kasus korupsi yang nilai anggarannya jumbo dan sangat fantastis seperti proyek air bersih SMI Haruku yang mengkrak dengan nilai proyek sebesar Rp12,4 miliar.

“Ini yang menjadi pertanyaan kenapa kasus dengan kerugian negara yang kecil diprioritaskan, sedangkan kasus dengan kerugian negara yang besar tidak diprioritas­kan, sebagai orang yang terlibat dalam penegakan hukum,kami bertanya apa maksudnya,” kesal Noija saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (12/3).

Dijelaskan, tidak ada prasangka buruk terhadap Kejati Maluku tetapi pada kenyataannya, terjadi kegan­jilan sebab kejaksaan tinggi hanya memfokuskan diri untuk kasus kecil sedangkan  kasus besar seperti SMI terkesan tarik ulur.

Jika kondisi ini terjadi pada satu kasus besar, mungkin Kejati Maluku dapat berdalih adanya kerumitan dalam mendapatkan alat bukti, tetapi hampir semua kasus besar terkesan lamban dan harus menjadi peringa­tan agar penegakan hukum berjalan dengan baik.

Selain itu, sudah saatnya Kejati Maluku memfungsikan seluruh jajaran aparat kejaksaan dalam menangani kasus korupsi artinya, jangan semua kasus diambil alih oleh kejati melainkan diberikan kesem­patan kepada kejari-kejari untuk mengusut seperti dugaan korupsi aplikasi Simdes Kabupaten Buru Selatan.

Menurutnya, kejari masing-masing wilayah masih mempunyai kemam­puan untuk menggali alat alat bukti untuk kasus-kasus dengan nilai keru­gian negara yang kecil, sedangkan untuk kasus besar ditangani Kejati.

“Kenapa kasus korupsi yang kecil tidak diberikan kepada jaksa di kejari, kalau memang mereka tidak sanggup harus membuktikan ketidaksanggu­pan, sehingga kejati ambil alih, agar kejati fokus untuk kasus besar saja,” tegas  Noija.

Jangan Dibedakan

Koordinator Lumbung Infomasi Rakyat Maluku, Yan Sariwating menjelaskan dalam penangangan kasus dugaan korupsi memang Kejati Maluku tidak boleh dibeda-bedakan artinya, kasus yang sudah dilaporkan masyarakat harus diproses.

Kejaksaan tidak boleh mendahului kasus yang satu dengan yang lain sebab Kejaksaan dibayar untuk menuntaskan kasus-kasus pidana yang dilaporkan masyarakat tanpa harus membedakan oknum yang terlibat.

Namun, dengan adanya penum­pukan laporan kasus korupsi yang disampaikan oleh masyarakat, maka sudah saatnya Kejati Maluku tidak lagi mengambil seluruh kasus untuk ditangani artinya harus didistri­busikan ke kejari masing-masing wilayah.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/3) Sariwating mengatakan, untuk kasus-kasus dengan nilai kerugian negara yang tidak terlalu besar,  lebih baik Kejati serahkan kepada kejari setempat agar tidak terjadi sentralisasi dalam penangangan kasus korupsi.

“Sebaiknya kasus yang kecil dilimpahkan ke kejari setempat tidak membebani Kejati dalam menuntas­kan kasus dugaan korupsi yang cukup banyak itu,” tegasnya.

Pendistribusian perkara, ujar dia, selain mempercepat upaya penun­tasan kasus tetapi  memberikan kesempatan kepada kejaksaan negeri untuk menuntaskan, sebab jika dipusatkan di suatu tempat khu­susnya Kejati maka sudah pasti akan menambah beban kerja.

Tak hanya itu, lanjut dia, dita­kutkan juga kalau semua kasus ditangani Kejati Maluku pasti ada kasus yang berjalan lamban, dan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat bahkan tudingan jika ada kongkalikong antara kejaksaan dengan oknum-oknum tertentu.

“Contoh kasus SMI yang nilai kerugian cukup besar harus menjadi fokus Kejati sedangkan, kalau kasus yang kecil sebaiknya limpahkan ke kejari saja agar bisa cepat ditun­taskan,” pintanya.

Sariwating pun berharap agar Kejati Maluku untuk tidak monopoli semua kasus karena akan berdam­pak pada kinerja yang lambat pula, tetapi sebaliknya menyerahkan kepada Kejaksaan Negeri sehingga kepercayaan publik kembali diberi­kan masyarakat kepada Kejati.

Belum Selesai Juga

Sudah dua tahun dikerjakan, proyek rehabilitasi Kantor Kejak­saan Tinggi Maluku hingga kini belum selesai juga.

Informasi yang diperoleh Siwalima di Kantor Kejati Maluku, rehabilitasi itu mulai dikerjakan pada lantai dua. Hal itu membuat sebagian aktivitas yang berada di lantai dua, dialihkan ke lantai satu gedung yang berlokasi di jalan Sultan Hairun, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

Renovasi dilakukan pada lantai dua gedung termasuk didalamnya ruang rapat Kajati Maluku.

Sumber di Kejati Maluku yang enggan namanya dipublikasi ini kepada Siwalima mengaku, reno­vasinya kantor Kejati membuat sejumlah seksi terpaksa digabung di lantai satu gedung.

Hampir semua aktivitas kerja, tambah sumber ini, juga bertumpu dan berdesakan di lantai satu, sehingga mengganggu suasana kerja.

“Saat ini kita semu gabung dilantai satu, menunggu renovasi selesai,” jelas sumber itu.

Sumber tersebut mengaku, proses renovasi sudah berjalan cukup lama dan belum rampung juga. “Renov­nya sudah cukup lama,” ujarnya.

Namun begitu, kata sumber, aktivitas pekerjaan kantor terutama pengusutan kasus-kasus dugaan korupsi maupun tindak pidana umum maupun khusus yang dita­ngani tetap berjalan dengan baik.

Sumber ini juga mengharapkan, proses kantor bisa secepatnya selesai sehingga aktivitas kerja tidak berdesakan dan berjalan dengan baik.

Sebelumnya, lambatnya penyele­saian proyek ini memang dikait-kaitkan dengan penanganan se­jumlah kasus di Kejati Maluku yang ada kaitannya dengan Dinas Pe­kerjaan Umum.

Pasalnya, proyek rehabilitasi Kantor Kejati ini, dikerjakan dengan APBD dari dinas tersebut.

Lambatnya penanganan proyek air bersih Pulau Haruku yang dibiayai dengan dana SMI, adalah satu contohnya.

Jaksa memang menutup rapat informasi penyelidikan terkait kasus jumbo itu.

Upaya pengumpulan data yang dilakukan Kejati Maluku, mendadak diterpa isu tidak sedap.

Beredar rumors kalau olah gerak yang dikerjakan oleh intelijen Kejati Maluku, nanti juga akan berhenti dengan sendirinya.

Sejumlah kasus lalu dihubungkan dengan kerja tim Adhyaksa yang sudah seminggu berjalan.

Diantaranya, proyek pengerjaan Kantor Kejati Maluku yang hingga kini belum rampung.

Konon proyek tersebut, dibiayai oleh APBD Maluku tahun 2021 dan 2022 lalu. Sayangnya kontraktor yang ditunjuk oleh Dinas Pekerjaan Umum Maluku, hingga kini belum mampu penyelesaikan pekerjaan­nya.

“Ada upaya untuk damai. Barter­nya antara lain dengan Kantor Kejati,” kata sumber terpercaya Siwalima, Selasa (7/3) siang.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu mengatakan, pihak Dinas PU Maluku sudah melakukan berbagai upaya untuk mendinginkan proyek mangkrak senilai Rp12,4 miliar, di Kecamatan Pulau Haruku tersebut. “Mereka optimis kasusnya berhenti,” tambah sumber tadi.

Kendati demikian, Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba membantah rumors tersebut.

Menurut dia, pihak Kejati tetap akan melanjutkan setiap laporan masyarakat, termasuk di dalamnya soal air bersih mangkark di Pulau Haruku.

Setiap laporan masyarakat tetap diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi, tetapi tetap diproses setiap laporan masyarakat,” ungkap Kareba kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa sore (7/2) terkait kasus proyek air bersih SMI Haruku yang sementara diusut kejaksaan.

Dia juga membantah ada upaya penghentian kasus yangbterkait dengan rehab Kantor Kejati Maluku yang merupakan hibah Pemerintah Provinsi Maluku.”Itu tidak benar, itu tidak benar,” ujarnya.

Kareba kembali menegaskan, setiap kasus yang dilaporkan masyarakat pihaknya memproses itu dengan cara mempelajari laporan tersebut dan mendalaminya.

“Setiap laporan masyarakat diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi,” tambahnya. (S-10/S-20)