Jembatan Merah Putih atau JMP merupakan salah satu icon Kota Ambon. Terpanjang di Indonesia Timur dan membentang sepanjang 1.140 meter itu merupakan kebanggaan masyarakat kota bertajuk manuise ini.

JMP kerap dijadikan tempat wisata. Saat melancong di Ambon, jangan lupa menyempatkan diri melewati dan melihat langsung jembatan yang membentang tepatnya di atas Teluk Ambon itu.

Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada  4 April 2016 yang lalu. Namun jembatan ini mulai diciderai oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Di jembatan ini kerap terjadi tindakan kejahatan.

Ada jambret, penganiayaan, pembunuhan, miras, judi dan lain sebagainya. Warga Kota Ambon saat ini resah dan takut melewati kawasan tersebut. Kejahatan di JMP tidak mengenal pagi, siang ataupun malam.

Jika ada kesempatan, kawasan itu ibarat monster bagi pengguna jalan. Sasaran pelaku kejahatan lebih condong kepada pengemudi sepeda motor terutama pengendara wanita.

Para pelaku tidak segan-segan melukai pengendara wanita supaya bebas jambret. Potret lainnya, secara terang-terangan anak-anak muda atau anak baru gede (ABG) melakukan pesta miras di atas jembatan yang menghubungkan Desa Rumah Tiga Kecamatan Teluk Ambon dengan Desa Hative Kecil Kecamatan Sirimau itu.

Mereka pesta miras dibarengi dengan judi. Tak ayal, jika diantara mereka ada yang tersenggol terjadi percekcokan berujung perkelahian. Mirisnya, tidak seorang pun berani menegur anak-anak ingusan ini.

Bukan karena takut, tapi anak-anak muda ini nekat sehingga mereka pun bisa berbuat diluar dugaan. Lalu siapa yang harus bertanggungjawab ? Pemerintah Kota Ambon dan Provinsi Maluku seolah tidak peduli dengan kondisi tersebut.

Sesekali institusi Polri melalui Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan patroli. Tapi namanya penjahat, mereka lihai mencium informasi tersebut, sehingga dikala aparat tiba, kawasan JMP kosong.

Sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, jalur JMP pernah diusulkan untuk dikenakan tarif bagi kendaraan yang melewatinya. Tapi Gubernur Maluku kala itu Said Assagaff enggan berlakukan dengan alasan jembatan milik rakyat Maluku dan rakyat harus menikmatinya.

Alih-alih memanjakan rakyat Maluku, justru JMP disalahgunakan untuk berbuat tindakan kejahatan. Salah satu peristiwa yang baru saja terjadi sepekan yang lalu yakni penganiayaan hingga menewaskan salah satu mahasiswa Unpatti.

Lagi-lagi, pengaruh miras menjadi kekuatan besar dalam tindakan penganiayaan hingga menewaskan mahasiswa Unpatti itu.

Pemerintah daerah baik Kota Ambon maupun Provinsi Maluku sebaiknya memfungsikan JMP sebagaimana mestinya. Jalur tersebut harus dilalui kendaraan roda empat dan bukan roda dua.

Semua kendaraan yang melewati jalur itu harus dikenakan tarif. Pos penjagaan juga harus berfungsi. Tujuannya supaya tidak ada lagi pengendara “liar” dan menekan angka kejahatan terjadi di kawasan itu.

Pemasangan CCTV juga penting untuk memantau pergerakan orang dan arus lalu lintas di JMP. Kita berharap, pemerintah daerah terutama Pemkot Ambon dan Pemprov Maluku bersinergi untuk menjadikan JMP sebagai kawasan wisata dan tentunya icon bagi Kota Ambon tercinta. (**)