Jaksa Tunggu Hasil Audit Lahan PLTG Namlea
AMBON, Siwalimanews – Janji Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku untuk menyerahkan hasil audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru ke Kejati Maluku pekan lalu, ternyata sampai dengan saat ini belum dilakukan.
Kasi Penkum Kajati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi Siwalima, Senin (16/3) mengaku, penyidik Kejati Maluku belum menerima hasil audit dari BPKP.
“Saya cek ke penyidik tadi pagi sampai saat ini (sore-red) belum ada hasil audit dari auditor BPKP terkait perkara PLTG Namlea tersebut,” kata Samy, melalui pesan whatsApp.
Sementara Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Maluku, Affandi yang dikonfirmasi berjanji akan mengecek ke bagian pengiriman surat.
“Nanti besok saya cek lagi ke bagian pengiriman surat bu. Karena sekarang sudah pulang,” katanya.
Baca Juga: Berkas Pembunuh Anak Kandung Dilengkapi PolisiJanji Serahkan
Seperti diberitakan, BPKP Perwakilan Maluku berjanji pekan lalu menyerahkan hasil hasil audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru ke Kejati Maluku
“Hasil audit kerugian negara akan segera diserahkan minggu ini,” kata Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Maluku, Affandi kepada Siwalima di ruang kerjanya, Senin, (10/3).
Ditanya berapa besar kerugian negara kasus korupsi pembelian lahan PLTG Namlea, Affandi menolak berkomentar.
“Jika tak ada halangan, minggu ini angka kerugian sudah dapat diketahui publik. Karena minggu ini akan diserahkan, dan dalam mingu ini pimpinan sudah datang, sehingga direncanakan Kamis atau Jumat sudah diserahkan,” jelas Affandi.
Untuk diketahui, status hukum kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan sejak akhir Juni 2019, setelah dalam penyelidikan, penyidik Kejati Maluku menemukan bukti-bukti kuat adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.
Lahan seluas 48.645, 50 hektar itu, dibeli oleh PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara dari pengusaha Ferry Tanaya untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.
Sesuai NJOP, lahan milik Ferry Tanaya itu hanya sebesar Rp 36.000 per meter2. Namun jaksa menemukan bukti, dugaan kongkalikong dengan pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi, sehingga harganya dimark up menjadi Rp 131.600 meter2.
“Jika transaksi antara Ferry Tanaya dan PT PLN didasarkan pada NJOP, nilai lahan yang harus dibayar PLN hanya sebesar Rp.1.751.238. 000. Namun NJOP diabaikan,” kata sumber di Kejati Maluku.
PLN menggelontorkan Rp.6.401. 813.600 sesuai kesepakatan dengan Ferry Tanaya, sehingga diduga negara dirugikan sebesar Rp 4. 650. 575.600. Namun pihak PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku mengatakan, tidak ada masalah dalam pembelian lahan pembangunan PLTG di Namlea. Menurut Asisten Manager Komunikasi PT PLN UIP Maluku, Abdul Azis Laadjila, transaksi pembelian lahan tersebut sudah sesuai dengan NJOP. (S-19)
Tinggalkan Balasan