NAMROLE, Siwalimanews – Sampai saat ini, penyidik Kejaksaan Negeri Buru masih melakukan pemerik­saan saksi kasus dugaan korupsi proyek timbunan fiktif di RSUD Namrole. Kasi Intel Kejari Buru, Azer Jongker Orno me­ng­aku, pihaknya masih melakukan pe­meriksaan saksi terhadap tiga tersang­ka yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu.

“Terkait kelanjutan kasus timbunan fiktif RSUD Namrole, saat ini sementara di­lakukan pemeriksaan saksi terhadap tiga tersangka yang sudah ditetapkan itu,” ujar Orno kepada Siwalima Senin (3/11).

Orno menyebutkan, saat ini peme­riksaan telah dilakukan selama dua minggu dan penyidik intens lantaran saksi-saksi itu sekaligus untuk tiga tersangka. “Pemeriksaan sudah ber­lang­sung dua minggu. Karena untuk tiga tersangka jadi kita periksa satu hari satu saksi,” katanya.

Menurutnya, dalam waktu dekat pe­meriksaan selesai dan rampung untuk selanjutnya dilimpahkan ke penuntut umum. “Diperkirakan dalam bulan ini (November) sudah selesai. Kalau sudah selesai akan dilimpahkan ke tahap dua. Untuk tersangka baru sementara belum ada, kita bisa lihat nanti dalam fakta persidangan,” pungkasnya.

Setelah ditetapkan sebagai tersang­ka dalam kasus proyek timbunan fiktif di RSUD Namrole yang merugikan ne­gara sebesar Rp.329.613.687, Rah­man Karate, Haris Tomia (Ai) dan La Aca Buton masih bebas berkeliaran dan menghirup udara bebas.

Baca Juga: Jaksa Cecar 7 Saksi Korupsi Anggaran Setda SBB

Penyidik Kejari Buru sampai sekarang belum menahan ketiga tersangka itu. Padahal diketahui, pasca penetapan tersangka terhadap Rahman Karate dkk, Kejari Buru kemudian menga­gen­dakan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi dalam kasus tersebut.

Penetapan tersangka setelah tim pe­nyidik melakukan pemeriksaan terha­dap 17 orang saksi. Selama proses pemeriksaan, kejaksaan telah berhasil menyita uang sebesar Rp.130.075.000 dari tangan sembilan saksi, termasuk pula para tersangka.

Salah satu saksi yang mengem­balikan uang karena ikut menikmati hasil korupsi proyek fiktif, yakni Direktur CV Sinar Bupolo, Jefry Hukunala sebesar Rp.3 juta. Sedangkan dari tiga oknum tersangka, La Aca Buton baru kembali­kan Rp.3,5 juta, lalu Rahman Karate  Rp.35 juta dan  Haris Tomia Rp.20 juta.

Timm penyidik masih terus meng­upayakan agar sisa kerugian negara sebesar Rp.199 juta lebih dapat disita lagi dari ketiga tersangka.

Untuk diketahui, modus dari korupsi ini berawal dari Rahman Karate dan Haris Tomia mengajukan pembayaran terkait dengan timbunan di RSUD Namrole yang menurut mereka telah dikerjakan pada tahun 2017 lalu.

Setelah melalui lobi-lobi, akhirnya PPK LA Aca dengan Rahman dan Haris kedua menandatangani kontrak yang meli­batkan CV Sinar Bupolo dan CV Naila  seolah-olah telah terjadi pekerjaan timbunan di RSUD pada tahun 2017 lalu.

Proyek timbunan fiktif di tahun 2020 itu terbongkar setelah ada kontrak yang dibuat menggunakan tanggal dan tahun mundur seakan-akan ada Surat Perintah Kerja (SPK) di tanggal 14 April 2017.

La Aca Buton, bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kontrak dengan CV Sinar Bupolo, pada isi kontrak disebutkan ada pekerjaan penim­bunan di areal laboratorium kebidanan dan sekitarnya. Namun aroma busuk ini terbongkar berawal dari kontrak mundur yang diteken PPK bukan dilakukan oleh Roby Nurlatu yang pada 2017 masih menjadi Dirut CV Sinar Bupolo melainkan  dengan Jefri Hukunala yang terhitung 7 Agustus 2019 diangkat jadi Direktur CV Sinar Bupolo. (S-35)