AMBON, Siwalimanews – Dua tersangka kasus pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga gas milik PLN di Kabupaten Buru, Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa resmi ditahan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Maluku.

Keduanya ditahan setelah pihak Kejati Maluku, yang kemudian menyerahkannya kepada Kejaksaan Negeri Buru, untuk selanjutnya dikurung di Rutan Kelas IIA Ambon.

“Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2018 setelah proses panjang, akhirnya sudah dirampungkan penyidikannya oleh penyidik, dan sudah diserahterimahkan ke Kejari Buru untuk selanjutnya dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Ambon,” jelas Kejati Maluku Rorogo Zega dalam keterangan persnya di aula Kejati, Senin (26/4).

Menurut Kejati, Tanaya ditetapkans ebagai tersangka dikarenakan, yang bersangkutan tidak memiliki hak menerima ganti rugi pada bidang tanah di kawasan tersebut, mengingat status tanah ini adalah tanah Erfpacht  dengan pemegang hak almarhum Zadrach Wakano.

“Pemegang hak atas nama Zadrach Wakano meninggal di tahun 1981, yang selanjutnya di tahun 1985 dibuat transaksi oleh ahli waris dari Zadrach Wakano kepada Tanaya,” ujar Kajati.

Baca Juga: Pangdam Serahkan Handtractor Bantuan Persiden ke Petani

Dijelaskan, sesuai ketentuan UU tanah Erfpacht tidak bisa dipindah tangankan, baik kepada ahli waris atau pihak lain. Setelah  pemegang hak meninggal, maka selesai sudah hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negera, karena yang berhak menkonfersi tanah tersebut hanya pemegang hak, tidak bisa dikonfersi oleh orang lain.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka transaksi jual beli ahli waris Wakano dan Tanaya batal secara hukum dan status tanah tersebut tidak bisa beralih ke Tanaya.

“Kita mengikuti perintah UU dan Tanaya  tidak miliki hak untuk ganti rugi bidang tanah seluas 48.645 meter persegi senilai Rp 6.081.722.920. Sebenarnya ada batas waktu 20  tahun dari tahun 1960 sejak UU pokok Agraria untuk lakukan konfersi artinya hak itu selesai di tahun 1980 dan pemilik hak sudah meninggal, sehingga tidak dapat diwariskan, Tanah ini sudah dikuasai negara kemudian dijual, otomatis transaksi ini tidak bisa dibenarkan atau batal secara hukum,” jelas Kajati.

Usai keterangan pers, Tanaya dan Laitupa yang menggenakan rompi tahanan berwarna orange langsung digiring ke mobil tahanan yang telah disediakan di depan halaman Kantor Kejati untuk selanjutnya dibawa ke Rutan Ambon. (S-45)