AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Ambon di­ingatkan untuk tidak melindungi maupun main mata dengan pimpi­nan DPRD Kota Ambon, dalam du­gaan penyalahgu­naan keuangan negara.

Jaksa diminta tidak tebang pilih dalam kasus yang merugikan negaran Rp5,3 miliar itu, lantaran Badan Pemeriksa Keuangan sudah melansir bukti indikasi du­gaan penyalahgunaan tersebut.

Akademisi Hukum Unpatti, Geo­rge Leasa mengatakan Kejaksaan Negeri Ambon jangan main mata dengan oknum-oknum anggota dan pimpinan DPRD Kota Ambon yang sengaja menikmati uang negara tersebut.

Dikatakan, Kejaksaan akan dinilai tidak adil jika hanya memeriksa staf sekretariat DPRD Kota Ambon, tanpa menyentuh pimpinan DPRD sebagai penanggungjawab angga­ran secara kelembagaan.

“Tidak mungkin staf DPDR melakukan korupsi, Kalau dana dikorupsikan itu adalah hak dari dewan pasti dewan ngamuk, tapi kalau dewan tidak mengamuk maka berjamaah korupsi artinya pegawai bekerja atas permintaan pimpinan,” ungkap Leasa.

Baca Juga: Jaksa Tuntut Mantan Kadis PU KKT 8,6 Tahun Penjara

Menurutnya, jika Kejaksaan Ne­geri Ambon telah memulai peme­riksaan terhadap staf maka kejak­saan tidak boleh lupa bahwa staf yang diperiksa memiliki pimpinan dan bekerja untuk kepentingan lem­baga serta atas perintah pimpinan.

“Ini anggota yang terhormat sehingga pasti dihargai oleh staf, artinya perintah apapun harus dilakukan oleh staf, maka kejaksaan harus periksa semua termasuk pimpinan DPRD sebab kalau bendahara makan maka pasti juga pimpinan makan,” tegasnya.

Apalagi tambah Leasa, dugaan penyalahgunaan anggaran negara miliaran rupiah ini diperoleh ber­dasarkan temuan BPK yang nota­bene merupakan orang yang berasal dari luar internal DPRD. Artinya, temuan BPK tersebut adalah bukti permulaan yang cukup kuat tentang adanya tindak pidana yang dila­kukan oleh pimpinan DPRD sehi­ngga Kejaksaan Negeri Ambon wajib untuk melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan DPRD.

“Ini Laporan resmi lembaga negara bukan dari masyarakat yang masih diragukan, sehingga wajib periksa karena BPK adalah lembaga negara yang memiliki kewajiban khusus untuk melihat adanya penyalah­gunaan keuangan negara,” jelasnya.

Mantan Dekan Fakultas Hukum dua periode ini berharap dengan adanya  petunjuk berdasarkan temuan BPK yang bersifat resmi dan autentik ini, maka kejaksaan tidak perlu lagi mencari bukti karena sudah jelas terjadi tindak pidana.

“Kejaksaan jangan cari-cari alasan lagi, karena buktinya sudah jelas, Kejaksaan tidak usah main mata,” tandasnya.

Sementara itu, praktisi hukum Rony Samloy meminta Kejari Ambon harus berkaca dari kasus yang pernah menimpa puluhan Anggota DPRD Jawa Timur yang akhirnya diproses hukum, dinyatakan ber­salah dan di PAW.

Menurutnya, publik saat ini se­dang menanti komitmen Kejari Ambon untuk memproses kasus yang merugikan negara cukup besar ini, artinya Kejari Ambon jangan tebang pilih dalam menangani perkara ini.

“Orang yang korupsi empat juta saja dipidana tapi ini orang yang nyata-nyata sampai lima miliar dan bahkan telah disebutkan namanya dibiarkan maka ini menjadi preseden buruk bagi dunia penegakan hukum di Maluku,” tegasnya.

Dijelaskan, masyarakat saat ini sangat mengharapakan kejaksaan tidak tebang pilih karena tidak ada orang yang kebal hukum di negara ini, apalagi dengan adanya perkara ini maka DPRD gagal melakukan pengawasan terhadap keuangan negara.

“Kalau mereka ikut menikmati uang tersebut maka tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak memproses mereka karena tidak ada orang yang kebal hukum,” cetusnya.

Jangan Hanya ASN

Sementara itu, Ketua HMI Kota Ambon, Burhanudin Rumbou meminta jaksa untuk tidak saja mengejar ASN, tetapi pimpinan dewan juga harus diperiksa.

Kata dia, jaksa harus menegakan hukum dimana semua orang harus diperlakukan yang sama dan patut menegakan hukum.

“Ketua DPRD selaku pimpinan juga harus bertanggung jawab yang kemudian berhubungan dengan anggaran juga harus ditegakkan hukumnya. Tentunya harus diperiksa,” ungkap Burhanudin  saat dihubungi Siwalima melalui  telepon selulernya, Senin (22/11).

Katanya, kejaksaan tak perlu buang-buang waktu untuk memeriksa ASN saja. Baginya hukum justru harus disamaratakan. Jangan hanya ditegakkan bagi rakyat kecil namun tumpul pada kasus yang mengaitkan pimpinan elit seperti halnya pimpinan DPRD Kota Ambon.

“Kasus ini kan seluruh warga Kota Ambon sudah tahu. Artinya, yang punya wewenang dan yang tergabung itu juga harus diperiksa,” tegasnya.

Ia berharap, pihak Kejari tentu dapat menjalankan tugas sesuai dengan kewajiban, tanpa harus melindungi pihak manapun.

“Kejaksaan untuk dapat menjalankan tugasnya, untuk menyelidiki hal ini. Yang pasti kami HMI selaku elemen masyarakat mendorong penegak hukum untuk menyelesaikan permasalhan ini,” pungkasnya.

Periksa Semua Pihak

Semetara itu, Ketua GMKI Ambon, Josias Tiven meminta, pihak Kejari Ambon untuk memeriksa semua pihak tidak saja pihak Sekwan dan stafnya dalam kasus penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon tetapi juga pimpinan DPRD.

Ia juga meminta, dia memberikan apresiasi tetapi juga meminta lem­-baga aparat hukum ini bertindak transparan dalam memberikan setiap informasi kepada publik terkait kasus tersebut.

“Kejari dalam proses penyelidikan harus transparan dalam menyampaikan informasi kepada publik jangan sampai adanya ketidak percayaan publik  kepada Kejari Ambon,“ ujarnya saat dihubungi Siwalima melalui telepon seluelrnya, Senin (22/11).

Menurutnya Kejari harus memeriksa semua pihak yang ada dalam temuan BPK, dan jangan hanya mengejar ASN yang terlibat, tetapi DPRD Kota Ambon harus juga diminta kterangan sebab sudah terdapat kerugian negara.

“Ini kan sudah merugikan negara  sehingga pihak yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan harus diminta keterangan,jangan hanya pegawai dan ASN tetapi DPRD harus diperiksa,” tuturnya.

Sementara itu, Kejari Ambon, Dian Frits Nalle yang dikonfirmasi Si­walima terkait belum satupun pim­pinan dewan yang diperiksa, enggan berkomentar.

Ia meminta untuk mengikuti proses pemeriksaan berjalan.

“Sementara kami tidak berkomentar di media, biarkan proses penyelidikan ini berjalan,” ujarnya.

Begitu juga Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta yang dikonfir­masi Siwalima, Senin (22/11) beberapa kali melalui telepon selulernya dan pesan whatsappnya namun tidak direspon.

Sekwan Mangkir

Mantan Sekretaris DPRD Kota Ambon, Elkyopas Silooy mangkir dari panggilan penyidik kejaksaan.

Sesuai agenda, Asisten I Peme­rintah Kota Ambon ini harus di­periksa dalam kasus dugaan penya­lahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon, Senin (22/11). Namun Sulooy tidak hadir tajpa ada pemberitahuan.

Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya membe­narkan mantan sekwan tidak me­menuhi panggilan jaksa untuk dimintai keterangannya, dan tidak ada pemberitahuan.

Walaupun demikian, lanjut Ta­lakua, pihak penyidik telah me­ngagendakan pemeriksaan Silooy pada Kamis (25/11).

“Kita hari ini harusnya melakukan pemeriksaan terhadap 4 staf di Setwan Kota serta mantan Sekwan, namun yang tidak datang penuhi panggilan adalah mantan sekwan,” Ujar Talakua.

“Untuk mantan Sekwan ES ini, penyidikan telah agendakan untuk dipanggil ulang pada, Kamis (25/11),” tuturnya.

Talakua menyebutkan, empat staf Sekretaris DPRD Kota Ambon yang dimintai keterangan yaitu, Kasubag Keuangan Setwan berinisial JT, PPTK Kegiatan Makan Minum ber­inisial CP, PPK Kegiatan Perjalanan Dinas berinisial EL serta HT staf pada Bagian Keuangan Setwan.

Empat staf setwan tersebut menjalani pemeriksaan dari pukul 09.30 WIT hingga pukul 19.00 WIT dan dihujani 30 pertanyaan

“Empat staf Setwan ini dimintai keterangan sejak pukul 09.30 WIT hingga pukul 19.00 WIT dengan 30 pertanyaan,” tuturnya.

Makan Uang

Oleh BPK, nama Ketua DPRD Ambon, Ely Toisuta ditulis ikut menikmati uang haram itu. Sebut saja dalam item pertanggungjawaban realisasi  belanja rumah tangga, terdapat indikasi belanja fiktif sebesar Rp690.000.000.

Secara uji petik, tim memeriksa 4 SP2D nomor 874/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000 berikutnya SP2D nomor 874/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 115.000.000, SP2D nomor 3621/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000 dan SP2D nomor 5193/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000.

Hasilnya diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari 2 penyedia, JL dan SJ, tim pemeriksa menemukan indikasi nota dan kwitansi melebihi nilai SP2D yang dicairkan, disamping banyak ketidaksesuaian nilai antara kwitansi dan nota yang dilampirkan.

Setelah dikonfirmasi kepada PPK kegiatan an Sdr FN, diketahui realisasi belanja tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen nota belanja.

Hal itu juga diamini Sdri JS selaku bendahara pengeluaraan, yang menyatakan bahwa belanja biaya rumah tangga direalisasi secara tunai kepada 3 orang pimpinan dewan dengan besaran bulanan berbeda. Pembayaran dilakukan secara tunai dengan dokumentasi yang ditandatangi oleh masing-masing pimpinan dewan dan sdri JS.

Adapun alokasi biaya yang diserahkan adalah sebesar Rp.22.500.000/bulan untuk Ketua DPRD dan sebesar Rp.17.500.000/bulan untuk masing-masing wakil ketua 1 dan 2.

Jadi total dana dalam setahun yang disetor kepada ketiga pimpinan dewan adalah Rp. 690.000.000.

Padahal, hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana diatur dalam PP No 18 Tahun 2017 disebutkan bahwa biaya rumah tangga masuk dalam tunjangan kesejahtraan bagi Pimpinan DPRD yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya. Berdasarkan konfirmasi kepada Sdri JS selaku Bendahara Pengeluaraan, diketahui bahwa pimpinan yang berhak hanya Ketua DRPD. Sedangkan Wakil Ketua 1 dan 2 tidak menggunakan Rumah Dinas Jabatan. Padahal keduanya selama ini menerima pembayaran atas belanja rumah tangga masing-masing Rp.17.500.000/bulan.

Selain itu, dalam item temuan realisasi belanja makanan dan minuman Sekretariat DPRD, diketahui bahwa proses realisasi terbagi menjadi dua mekanisme, yaitu Surat Perintah Kerja (SPK) dan menggunakan nota toko sebagai pertanggungjawaban.

Tim kemudian melakukan konfirmasi kepada penyedia dalam hal ini CV DG, terdapat beberapa permasalahaan antara lain. 1. Indikasi belanja fiktif pada realiasi belanja makanan dan minuman sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK atas nama CV DG.

Dari hasil pemeriksaan, Sdr JL selaku direktur CV DG menyatakan bahwa keenam SPK tersebut tidak dilaksanakan sesuai perjanjian, karena CV DG hanya dipinjam. Proses pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh sdr JL namun setelah pencairan SP2D di BPDM kantor Balai Kota Sdr. JL langsung menyetor seluruh hasil pencairan kepada Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD.

JS, bendahara pengeluaran yang dikonfiirmasi membenarkan kondisi seperti yang dijelaskan oleh Sdr JL. Bendahara Pengeluaraan menambahkan, pencairan atas 2 SPK melaui SP2D No 3118/BL/LS/BPKAD/2020 dan No 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada hari-hari besar keagamaan, tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan atas kedua SPK tersebut, diserahkan kepada Pimpinan DPRD, dibuktikan dengan daftar pembayaran ditandatangi oleh masing-masing pimpinan.

Penyerahan Termin pertama dialokasikan kepada Ketua DPRD atas nama Ely Toisuta sebesar Rp83.920.594 dan untuk Wakil Ketua Rustam Latupono sebesar Rp56.764.344.

Pada termin kedua, Ely Toisuta menerima Rp51.923.156 dan untuk Latupono menerima Rp51.923.156. Dalam kasus ini, BPK tidak menemukan nama Gerald Mailoa sebagai orang yang ikut kebagian uang haram tersebut.

Alokasi itu sebelum dipotong fee serta pajak terkait. sedangkan 4 SP2D lainnya dicairkan oleh CV DG kemudian uang hasil pencairan diserahkan kepada Sdri JS untuk disimpan, namun wewenang untuk realisasi uang tersebut ada pada masing-masing PPK.

Terdapat indikasi belanja fiktif atas realiasi makan minum Rp.1.270.250.000. berdasarkan pemerikasan atas bukti lima SP2D tersebut, diketahui bahwa hampir seluruh nota yang dipakai berasal dari CV DG. Hasil pemerikasaan terhadap sdr JL selaku Direktur CV DG, diketahui bahwa Sdr JL menyerahkan nota kosong kepada Sekretariat DPRD. Bendahara Pengeluaraan DPRD yang dikonfirmasi membenarkan bahwa nota-nota tersebut secara real tidak pernah dilaksanakan.

Tujuh Item

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (Lampu Pijar, Batrei kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001, belanja pemeliharaan peralatan dan mesin terindikasi fiktif sebesar Rp168.860.000 dan belanja peralatan kebersihan dan bahan pembersih yang terindikasi fiktif sebesar Rp648.047.000.

Selain itu BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang terindikasi fiktif sebesar Rp690.000.000 dan belanja alat tulis kantor terindikasi fiktif sebesar Rp324.353.800.

Ada juga belanja cetak dan pengadaan yang terindikasi fiktif senilai Rp358.875.000, serta belanja makanan dan minuman Sekretariat DPRD yang terindikasi fiktif senilai Rp2.678.609.000. (S-51/S-50/S-52)