AMBON, Siwalimanews – Akademisi hukum Unpatti, Ge­orge Leasa menilai langkah penyidik Kejaksaan Negeri Masohi dan BPKP Perwakilan Maluku meng­hentikan audit kasus dugaan ko­rupsi proyek irigasi Desa Sariputih sebagai tindakan yang keliru.

Dijelaskan, ketika penyidik Kejari Masohi telah menetapkan ter­sangka atas kasus korupsi maka penyidik tidak dapat menge­luarkan Surat Perintah Peng­hentian Penyidikan (SP3).

“Kalau menurut saya kasus korupsi tidak bisa SP3, artinya penyidik ketika menetapkan tersangka maka telah memenuhi dua alat bukti,” ungkap Leasa.

Menurutnya, jika telah mene­tapkan sebagai tersangka maka persoalan ada atau tidak keru­gian negara yang dihitung oleh BPKP. Hal ini karena, kerugian negara bukan satu-satunya alat bukti untuk menetapkan seorang tersangka dalam tindak pidana korupsi, sehingga tidak boleh dilakukan SP3.

“Kalau berdasarkan delik materil dalam tindak pidana korupsi maka kerugian negara bukan satu-satunya alat bukti untuk di SP3. Artinya tidak ada kerugian negara pun tapi  kalau perbuatan itu sudah terbukti maka perkara akan berjalan terus,” tegasnya.

Baca Juga: 940 Napi Maluku Terima Remisi

Karena itu, BPKP sebagai lembaga auditor negara seharusnya melan­jutkan proses audit bukan meng­hentikan dengan alasan penyidik telah mengeluarkan SP3.

Apalagi, BPKP telah diminta oleh penyidik untuk melakukan audit maka harus dilanjutkan walupun nantinya hasil audit dimaksud digunakan oleh penyidik atau tidak bukan urusan BPKP.

“BPKP tidak boleh menghentikan audit karena dia punya kewenangan tinggal dibutuhkan oleh penyidik,” cetusnya.

Sementara itu praktis hukum Roni Samloy mengatakan, jika kejaksaan Negeri Masohi telah menetapkan tersangka dan mengeluarkan SP3 maka patut dipertanyakan.

“Kalau memang kejaksaan SP3 maka dengan sebelum telah ditetapkan tersangka maka wajib dipertanyakan,” ungkap Rony.

Menurutnya, masyarakat dapat kemudian melaporkan kasus ini kepada lembaga KPK karena memang terdapat kejanggalan dalam proses penghentian. Lagipula dalam kasus korupsi jarang sekali penyidik kejaksaan menghentikan kasus apalagi sudah ada penetapan tersangka.

Terkait dengan langkah BPKP Perwakilan Maluku yang menghentikan proses audit, Rony menegaskan hal itu telah sesuai dengan mekanisme.

“Kalau penyidik telah mengehentikan maka BPKP juga ikut menghentikan,” cetusnya.

Diduga Masuk Angin

Di tempat berbeda, Ketua Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumberdaya Maluku (Pukat Seram) Fahry Asyathry menduga jaksa masuk angin dengan SP3 kasus dugaan korupsi pembangunan saluran irigasi Desa Sariputih, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah.

Hal ini karena Kejari Malteng telah menetapan tersangka, dna penetapannya juga begitu lama. Bahkan kasusnya pun telah siap untuk dilimpahkan ke Pengadilan setelah dokumen perhitungan kerugian negara diterbitkan BPKP Perwakilan Maluku.

“Ini sangat membuat publik kaget.  Karena penyidik telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Jelas ada ketidakberesan sehingga patut diduga jaksa masuk angin, tiba-tiba jaksa terbitkan SP3,” kata Asyathry kepada Siwalima di Masohi, Kamis (19/8).

Fahry juga mempertanyakan kredibilitas jaksa dalam menangani kasus ini, apakah suatu kasus yang telah ditemukan alat bukti serta tersangka dapat dihentikan atau tidak.

“Dihentikannya kasus ini tentu telah mencoreng kredibilitas lembaga penegak hukum dalam hal ini institusi kejaksaan. Pertanyaan terbesar adalah, apakah suatu kasus yang telah ditemukan alat bukti serta telah ditetapkan tersangkanya dapat dihentikan. Ini ironis dan telah menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi kejaksaan,” tegasnya.

Fahry juga minta agar alasan pihak kejaksaan menghentikan kasus yang sudah mesti dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor sejak tahun 2020 lalu.

“Jaksa harus jelaskan penghentian kasus ini apa,” katanya.

Penetapan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, seolah-olah seperti sinetron berseri yang akhir ceritanya mengecewakan.

“Jangan-jangan penangan kasus ini hanya skenario sampai dengan penetapan tersangkanya juga telah diskenariokan, jadinya ditutup. Lalu apakah mereka yang dijadikan tersangka itu tidak punya dasar hukum yang kuat atau apa. Penutupan kasus ini sangat ironis, Kejari Malteng harus menjelaskannya ke publik,” desak Fahry.

BPKP Hentikan

BPKP Perwakilan Maluku secara resmi menghentikan proses audit kasus dugaan korupsi proyek irigasi Desa Sariputih.

Kepastian penghentian audit kasus ini disampaikan langsung Koordinator Bidang Invetsigasi BPKP Perwakilan Maluku, Sapto Agung Riyadi kepada Siwalima, Rabu (18/8) malam melalui pesan Whats-appnya.

Riyadi mengatakan, penghentian proses audit terhadap kasus irigasi Desa Sariputih dilakukan BPKP Maluku setelah penyidik Kejaksaan Negeri Masohi menghentikan penyidikan terhadap kasus tersebut.

“Irigasi sariputih penyidikannya dihentikan oleh jaksa dengan terbit SP3,” ungkap Riyadi.

Menurutnya, dengan ditertibkannya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) oleh penyidik Kejari Masohi maka secara langsung BPKP Maluku juga menghentikan proses audit.

“Karena jaksanya terbit SP3, otomatis proses audit juga dihentikan,” tegasnya.

Karena itu, terhitung sejak tanggal 12 Agustus lalu, BPKP Perwakilan Maluku secara langsung menghentikan proses penyidikan terhadap kasus tersebut.

Ditanya terkait alasan penghentian penyidikan oleh Jaksa, Riyadi enggan berkomentar dan meminta agar dikonfirmasi ke Kejaksaan Negeri Masohi.

“Tanyakan ke penyidik kejari Malteng,” tandasnya.

Sementara itu Kasi Pidsus Kejari Masohi, Asmin Hamzah ketika dikonfirmasi Siwalima terkait kasus dugaan korupsi Irigasi melalui telepon selulernya, Kamis (19/8) menolak berkomentar soal SP3 kasus ini dengan alasan ia sudah dipindahkan dan SK pindah ke Tiakur sudah diterima sejak Minggu lalu.

Sedangkan Kejari Masohi ketika dikonfirmasi ke ruang kerjanya namun tidak berada di tempat.

Sepertti diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini penyidik Kejari Malteng telah menetapkan 5 orang tersangka mereka masing masing, Beni Liando selaku pelaksana proyek, Yonas Riuwpassa selaku Dirut PT Surya Mas Abadi, Markus Tahya selaku direksi, Ahmad Litiloly selaku PPTK, dan Megy Samson selaku mantan Kabid Pengembangan Sumber Daya Air pada Dinas PU Provinsi Maluku. Satu dari 5 tersangka ini yakni Benny Liando diketahui telah mengembalikan uang negara sebesar Rp 854 juta lebih. (S-50/S-36)