AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penutut Umum (JPU) membeberkan pe­kerjaan proyek Taman Kota Saumlaki yang di­kerjakan bos PT Inti Artha Nusantara Har­tan­to Hutomo tidak se­suai Rencana Anggaran Be­lanja (RAB).

Dalam sidang per­dana dengan agenda dakwaan di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (29/9), JPU  Kejaksaan Tinggi Maluku yang pimpin Achmad Atta­mimi mengungkapkan, banyaknya pekerjaan asal-asal yang dilakukan Hartanto dan perusahaannya. Mulai dari item-item pekerjaan tidak sesuai dengan RAB hingga ketidakjelasan status Har­tanto di proyek tersebut.

“Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam kontrak seperti tidak membuat as built Drawing, pemasangan paving block yang tidak sesuai kontrak, tidak melaksankan pekerjaan timbu­nan sirtu, tidak membuat laporan progres pekerjaan dan laporan bu­lanan, serta melakukan pembaya­ran dengan jumlah yang tidak sesuai kontrak,” ungkap Attamimi.

Menurutnya, dalam proyek ini Hartanto menerima kurang lebih Rp.4 milliar untuk pekerjaan proyek tersebut, namun setiap progress yang dikerjakan berbanding terbalik dengan isi perencanaan.

Dalam kasus ini, lanjut JPU, terdakwa tidak sendiri untuk me­muluskan perkerjaan asal asalan guna meraup untung banyak itu, Hartanto turut dibantu tiga terdakwa lain, yakni mantan Kadis PUPR KKT Adrianus Sihasale,  Wilhelma Fenan­lapir selaku PPTK, dan Frans Pela­monia selaku pengawas.

Baca Juga: Inspektorat Diminta Transparan Periksa Penyalahgunaan Dana Covid-19

Keterlibatan ketiga terdakwa ini sangat jelas membatu melancarkan pekerjaan yang dilakukan Hartanto.

Sekalipun perkerjaan tidak sesuai kontrak, terdakwa Adrianus Sihasale tetap melakukan pembayaran atas item pekerjaan.

Begitupun peran terdakwa Wilel­ma Fenanlapir selaku PPTK yang tidak cermat dalam proses penyu­sunan amandemen kontrak, begitu­pun terdakwa Frans Pelamonia selaku pengawas yang tidak mem­buat dokumentasi serta kertas kerja ketika melakukan perhitungan dalam rangka perubahan desain dan volume yang dimintakan penyedia, juga membiarkan penyedia mema­sang paving blok tidak sesuai kontrak.

“Akibat dari perbuatan empat orang ini, negara dirugikan sebesar Rp.1.035.598.220,92,” tandas Attamimi.

Untuk mempertanggung jawab­kan perbuatannya, Hartanto Hoeto­mo didakwa melanggar pasal 2 ayat (1), dan subsider pasal 3 jo pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang peruba­han atas UU RI No.31 tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP  (S-45)