AMBON, Siwalimanews – Selama 6 bulan sejak Maret hingga Agustus 2020, sebanyak 58 tenaga kesehatan (Nakes)  pada RSUD dr M Haulussy be­lum mendapatkan insentif

Kepala Dinas Kesehatan Ma­luku Meikyal Pontoh menyalah­kan direktur rumah sakit ter­sebut, Ritha Tahitu yang belum mengajukan pengusulan pem­bayaran.

Mirisnya, dari 6 bulan tersebut, hanya bulan Maret yang sudah diusulkan pembayaran ke Dinas Kesehatan Maluku. Itu pun berkas administrasi belum lengkap dan harus bolak balik dua intansi itu.

“Mereka (RSUD Haulussy-red) baru usul pembayaran insentif bulan Maret ke kita itu juga masih verifikasi  data sehingga belum kita cairkan,” ujar Pontoh kepada wartawan di Kantor Gubernur, Sabtu (19/9).

Dinas Kesehatan berhak mem­bayar insentif tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19. Namun itu tergantung pengajuan dari pihak RSUD Haulussy.

Baca Juga: Polda Klaim tak Ada Kejadian Menonjol

“Tergantung pengajuan, kalau sudah ajukan klaim pasti dibayar­kan, RSUD Haulussy baru diaju­kan1 bulan, dan itu belum kita bayar, karena berkas masih bolak balik untuk di verifikasi,” tegasnya.

Menurutnya, kesalahan admi­ni­strasi dari pihak rumah sakit membuat pengajuan nakes sam­pai sekarang oleh tim verifikator belum menyetujui untuk proses pencairan insentif.

“Tanya ke mereka, kenapa selalu bolak-balik berkas,” ujar Pontoh.

Pontoh mengakui, insentif bagi nakes yang ada di Balai Diklat su­dah dicairkan bahkan 3 bulan berjalan.

“Di Balai Diklat sudah kita cairkan bulan Maret, April dan Mei, sedangkan RSUD Haulussy untuk bulan Maret saja administrasi belum lengkap, sehingga belum bisa cair,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur RSUD Haulussy Rita Tahitu ketika dikon­firmasi Siwalima, Sabtu (19/9) melalui telepon selulernya bebe­rapa kali namun tidak respons.

Kadinkes Tuding

Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh menuding belum cairnya insentif tenaga medis yang mena­ngani virus corona lantaran RSUD Haulussy belum memasukan permintaan pencairan ke Dinkes.

“Tanyakan ke Direktur RSUD Haulussy kenapa belum masukan permintaan pencairan itu. Sampai sekarang yang sudah masuk dari balai diklat LPMP dan rumah sakit lainnya,” ujar Pontoh kepada war­tawan di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (18/8).

Menurutnya, Dinkes Maluku tidak menghambat proses pencairan insentif tenaga medis yang me­nangani pasien Covid-19. Insentif baru diproses untuk pembayaran kalau permintaan lengkap. “Sudah ada yang masukan dan hari ini proses membayar baru kita lakukan,” kata Pontoh.

Ditanya sampai berapa lama target Dinas Kesehatan menyelesai­kan semua insentif tenaga medis dinas kesehatan, rumah sakit, balai diklat maupun LPMP dirinya mengaku sampai selesai. “Target­nya sampai semua dibayarkan, saat ini sedang diproses karena memang semua belum cair, tapi RSUD Haulussy belum,” kata Pontoh.

Jawaban Pontoh sendiri bertolak belakang dengan jawaban Plt Direktur RSUD dr. M. Haulussy, Ritha Tahitu beberapa waktu lalu yang mengatakan kalau Dinas Kesehatan Maluku yang meng­hambat proses pencairan insentif tenaga medis.

“Tanya ke mereka, kenapa tidak masukan,” tegas Pontoh singkat.

Sebelumnya, perawat di RSUD dr. M Haulussy Ambon juga me­ngeluh belum menerima insentif penanganan pasien Covid-19.

Setiap perawat dibayar Rp 250 per hari. Kerja dilakukan dengan sistim shift. Dalam sebulan, satu orang masuk kerja sekitar 15 hari. Sehingga jumlah insentif yang diterima setiap perawat sebesar Rp 3.750.000. Kalau dua bulan, berarti Rp 7.500.000.

“Jadi kami sejak bulan April belum dibayarkan insentif,” kata salah satu perawat kepada warta­wan, di Ambon, Kamis (18/6).

Dia mengungkapkan, sebanyak 29 perawat yang belum menerima insentif dua bulan.

“Jumlah insentif yang dibayarkan itu sama dan dihitung sesuai shift. Kalau hari ini masuk berarti besok off, begitu seterusnya,” jelasnya.

Menurutnya, dalam sebulan setiap perawat masuk kerja sekitar 15 hari. Dokter juga kerja pakai shift. “Jadi kalau 1 bulan masuk kerja 15 kali, dikalikan dengan Rp 250 ribu maka sebulan kami diterima sekitar Rp.3.750.000 per orang,” ujarnya.

Dia bersama dengan teman-temannya tidak tahu kapan hak mereka dibayar, padahal mereka sekali kerja 24 jam. “Sekali shift itu 24 jam, tetapi insentif sejak April tidak dibayar, padahal kita harus meninggalkan keluarga sehari penuh, kami berharap ini menjadi perhatian pihak rumah sakit,” tandasnya. (S-39)