AMBON, Siwalimanews – Warga Kota Ambon dinilai belum memahami sepenuhnya regulasi yang telah ditetapkan pemerintah pusat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tentang PPKM mikro diperketat dan PPKM darurat.

“Kurangnya pemahaman terhadap regulasi, membuat masyarakat banyak yang salah kaprah antara PPKM mikro diperketat dan PPKM darurat,” ungkap Jubir Satgas Covid-19 Kota Ambon Joy Adriaansz, dalam rilisya yang diterima redaksi Siwalimanews, Selasa (13/7).

Dijelaskan, pemerintah pusat beberapa waktu lalu telah menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 20 Tahun 2021, yang mencakup beberapa perubahan pada Instruksi Mendagri Nomor 17 Tahun 2021.

Dalam regulasi itu tercantum bahwa Kota Ambon dan Kabupaten Aru masuk dalam PPKM mikro diperketat bersama, Banda Aceh, Sibolga, Solok, Pekanbaru, Natuna, Bintan, Jambi, Lubuk Linggau, Bengkulu, Metro, Kabupaten Lamandau, Sukamara, Palangkaraya, Bulungan, Manado, Tomohon, Palu, Kendari, Lembata, Nagekeo, Boven Digoel, dan Jayapura, Fak-Fak, Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama.

Sementara daerah yang masuk dalam PPKM Darurat antara lain Medan, Buktitinggi, Padang, Padang Panjang, Batam, Tanjung Pinang, Bandar Lampung, Pontianak, Singkawang, Kabupaten Berau, Balikpapan, Bontang, Mataram, Manokwari, dan Sorong.

Baca Juga: Walikota: Ada Puluhan Titik Longsor dan Banjir di Ambon

Disebut PPKM darurat karena ada wilayah kabupaten/kota luar pulau Jawa dan Bali yang masuk dalam kriteria situasi darurat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Instruksi Mendagri Nomor 17 tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM Mikro dan Mengoptimalkan Posko Covid-19 di Tingkat  Desa  dan  Kelurahan.

“Untuk Kota Ambon, karena masuk kategori wilayah PPKM mikro diperketat, sehingga masih berpedoman pada Instruksi Walikota Nomor 3 Tahun 2021 yang merupakan tindaklanjut dari Instruksi  Mendagri 17 Tahun 2021,” jelas jubir.

beberapa perbedaan PPKM mikro diperketat dan PPKM darurat kata jubir yakni, tentang aturan WFH dan WFO. Berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 20 tahun 2021, untuk PPKM darurat, perkantoran dibagi menjadi sektor non esensial, esensial, dan kritikal, dimana untuk sektor non esensial ditetapkan 100% bekerja dari rumah (WFH). Sementara sektor esensial yang berkaitan keuangan dan perbankan khusus asuransi, bank, pegadaian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan yang berorientasi pada pelayanan fisik dengan pelanggan dapat beroperasi dengan 50% staff untuk lokasi pelayanan, dan 25% untuk adiministrasi perkantoran.

Untuk sektor esensial yang mencakup pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat, perhotelan non karantina, dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal  50% staff, sementara untuk industri orientasi ekspor, beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% staf difasilitas produksi/pabrik, serta 10% untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional.

Selanjutnya, esensial pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25% maksimal staf WFO dengan protokol kesehatan secara ketat. Sementara untuk kritikal seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban masyarakat; dapat beroperasi 100% staff tanpa ada pengecualian.

Penanganan bencana, energi, logistik, transportasi dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan, pupuk, semen dan bahan bangunan, obyek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar, dapat beroperasi dengan ketentuan 100% maksimal staff hanya pada fasilitas produksi/konstruksi/pelayanan kepada masyarakat, dan maksimal 25% untuk pelayanan administrasi perkantoran.

“Sedangkan pada PPKM mikro diperketat, pelaksanaan kegiatan ditempat kerja/perkantoran diberlakukan 75% WFH dan 25% bekerja di kantor (WFO) dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat,” ungkap jubir.

Kedudian untuk pasar tradisional dan pusat perbelanjaan/mall, pada PPKM darurat untuk  supermarket,  pasar  tradisional,  toko kelontong  dan  pasar  swalayan  yang  menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional  sampai pukul 20.00 waktu setempat, dengan  kapasitas  pengunjung  50%, sementara pusat perbelanjaan/mall/pusat perdaganggan ditutup sementara, kecuali akses untuk restoran, swalayan dan supermarket.

Sedangkan pada PPKM mikro Diperketat, pasar tradisional dibuka sampai pukul 18.00, sementara pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan seluruhnya masih dapat beroperasi sampai pukul 17.00 dengan kapasitas pengunjung sebanyak 25%.

Selain itu, untuk makan dan minum di tempat umum, pada PPKM darurat warung makan/ restoran, kafe, PKL, lapak jajanan baik yang berada pada lokasi tersendiri, maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mall hanya melayani pesan antar dan tidak menerima makan ditempat.

Sedangkan pada PPKM mikro diperketat masih diperbolehkan makan ditempat dengan 25% dari kapasitas tempat duduk hingga pukul 17.00, namun layanan pesan antar diizinkan hingga pukul 20.00.

“Tim Satgas Covid-19 Kota Ambon dalam pelaksanaan operasi yustisi akan terus mensosialisasikan regulasi ini kepada masyarakat yang diharapkan perbedaan ini dapat dimengerti, sehingga tidak lagi terjadi kesalahpahaman masyarakat antara PPKM mikro diperketat dan PPKM darurat,” tandasnya. (S-52)