AMBON, Siwalimanews – Akademisi Ekonomi UKIM, Elia Radianto menilai masuknya Ma­luku kedalam Provinsi Maluku dengan tingkat inflasi tertinggi di Indonesia merupakan sebuah ancaman yang membutuhkan ke­seriusan dari Pemerintah Provinsi Maluku, dalam melakukan upaya-upaya menekan laju tingkat inflasi.

Dijelaskan, Pemprov Maluku me­lalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait harus serius dalam mencari dan menentukan kebija­kan yang terstruktur, yang ber­dampak secara langsung terhadap penurunan tingkat inflasi.

“Ini ancaman dan Pemprov harus serius memperhatikan hal itu sebab jika dibiarkan maka akan terjadi terus menerus, dengan adanya peningkatan inflasi terus menerus akan mempengaruhi stabilitas perekonomian yang didaerah,” ujar Radianto kepada Siwalima melalui sambungan selulernya, Selasa (20/12).

Menurutnya, Pemprov Maluku tidak boleh tinggal diam, tetapi harus bergerak dengan melakukan koordinasi bersama pemerintah kabupaten dan kota serta instansi vertikal agar ada solusi yang dicari.

Apalagi,  lanjut dia, aturan memberikan kewenangan kepada Pemprov Maluku sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mengam­bil tindakan menekan inflasi ter­hadap harga barang di pasaran dengan cara melakukan operasi pasar secara masif.

Baca Juga: Pemkab Aru Siapkan Sembako Murah

Selain itu, pemprov dapat me­nggunakan anggaran yang ter­sedia dalam APBD untuk menekan laju inflasi, sebagaimana arahan dari Menteri Dalam Negeri artinya, dengan anggaran yang ada pe­merintah daerah kemudian mem­perdagangkan barang yang me­ngalami kenaikan harga atau pasar murah dengan tujuan harga barang yang mengalami kenaikan dipasaran dapat dinetralisir.

Tak hanya itu, lanjutnya, peme­rintah dapat stimulasi bagi pelaku usaha kecil dan menengah ter­masuk membuka sekat-sekat yang menghambat proses distribusi perdagangan baik ditingkat lokal maupun yang berasal dari provinsi lain, sehingga dengan adanya ke­lancaran distribusi itu akan menekan laju inflasi.

“Upaya menekan laju tingkat inflasi bukan persolaan mudah, tetapi membutuhkan kerja sama dan kerja keras dari pemda dengan intervensi program agar arahan Pemerintah Pusat dapat tercapai,” ujar tegas Radianto.

Segera Respon

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Maluku Jantje Wenno juga meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera merespon dan mencari solusi terkait dengan persoalan inflasi yang terjadi di Maluku.

Dikatakan, dampak dari inflasi akan sangat menggangu kehidu­pan ekonomi masyarakat dan jika dibiarkan akan membawa dampak buruk bagi perekonomian daerah, maka harus ada langkah-langkah terukur dengan jalan mengge­rakkan seluruh potensi yang dimiliki pemerintah.

“Dengan tingkat inflasi yang tertinggi ini, Pemprov harus ber­gerak cepat untuk mengatasinya jangan dibiarkan kondisi ini terus terjadi akan sangat berdampak bagi masyarakat,” ujar Wenno.

Menurutnya, peringatan yang diberikan Mendagri kepada Pem­prov harus dijadikan sebagai ba­han evaluasi guna mengambil keputusan termasuk turun dan melihat kondisi masyarakat dan pasar, sebab tanpa turun ke lapa­ngan pemerintah tidak akan me­ngetahui kondisi yang sesung­guhnya terjadi.

Wenno berharap adanya keber­pihakan Pemprov kepada masya­rakat dengan jalan menekan inflasi agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan masyarakat tidak menderita.

Mendagri Tegur

Menteri Dalam Negeri Muham­mad Tito Karnavian memberikan peringatan keras kepada Gubernur Maluku, Murad Ismail karena angka inflasi tertinggi di Indonesia.

Inflasi Maluku pada bulan November 2022 (year on year) se­besar 6,65% dan Kota Palangka Raya pada periode yang sama sebesar 7,33%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi nasional sebesar 5,42%.

Mendagri mencatat ada tiga masalah yang terjadi di Maluku sehingga inflasinya tinggi. Catatan pertama adalah, transportasi udara yang mahal.

“Nanti siang jam 01.30 (ke­marin-red) akan ada rapat di Istana, saya akan menyampaikan kepada Menteri Perhubungan mengenai hal ini,” ujar Mendagri sebagai­mana dilansir  wartaeko­nomi.co.id, Senin (19/12).

Kedua, dampak kenaikan harga BBM yang masih berimbas ter­utama kepada para nelayan.

“BBM mahal, sehingga memang agak ironis mungkin Maluku pe­nghasil ikan, tapi ada beberapa jenis ikan yang justru naik harga­nya,” ujar Mendagri.

Ketiga, kenaikan harga tempe. Meski Badan Pangan Nasional (BPN) dan Kementerian Perdaga­ngan menyebut, harga kedelai secara psikologis telah menurun karena adanya impor, upaya intervensi lanjutan agar harga tetap terkendali perlu terus dilakukan.

Mendagri juga menyebut lang­kah-langkah lain yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku seperti rapat koordinasi Tim Pengenda­lian Inflasi Daerah (TPID) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, gerakan tanam, hingga penerbitan surat edaran gubernur.

“Kunci utama itu adalah langkah detail di lapangan. Jadi jangan se­batas pada rapat dan sebatas kepada surat, tapi langsung cek ke lapangan melihat detail angka-angka lapangan dan mencari solusi di lapangan,” ujarnya.

Selain Maluku, Mendagri juga menegur Pemerintah Kota Pa­langka Raya. Kata Mendagri, ting­ginya inflasi yang terjadi di daerah tersebut juga dipicu mahalnya ongkos angkutan udara.

Kemudian juga naiknya bebe­rapa komoditas seperti beras mayang, cabai, bawang merah, hingga rokok kretek filter turut berdampak terhadap inflasi.

“Saya kira nanti Bapak Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pangan juga nanti akan memberikan atensi untuk bisa membantu. Rokok, ini me­mang kenaikan cukai tembakau, dibuat juga gerakan memang kita sudah membuat gerakan untuk mengurangi rokok untuk kese­hatan,” tuturnya.

Capai 1,13 Persen

Inflasi Provinsi Maluku pada bulan November 2022 tercatat mengalami peningkatan menjadi 1,13 persen (mtm).  Capaian inflasi tersebut jauh lebih tinggi diban­dingkan dengan realisasi pada bulan Oktober 2022 yang menca­tatkan deflasi sebesar -0,20 persen (mtm).

Selain itu, inflasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan capaian inflasi nasional sebesar 0,09 persen (mtm).

Angka ini sekaligus menem­pat­kan Provinsi Maluku pada peringkat inflasi bulanan tertinggi diantara provinsi lainnya di Indonesia.

Peningkatan tingkat inflasi Provinsi Maluku utamanya dise­bab­kan oleh komoditas rokok kretek filter dan rokok putih, serta komoditas perikanan seperti ikan benggol, ikan tongkol dan ikan selar.

Peningkatan harga komoditas rokok ini merupakan lanjutan trans­misi cukai oleh produsen seiring kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12 persen yang berlaku pada Tahun 2022 berdasarkan Peraturan Men­teri Keuangan (PMK) 192/PMK.010/2021.

Dalam rilis BI yang diterima Si­wa­lima, Jumat (2/12) menyebut­kan, peningkatan harga komoditas perikanan disebabkan oleh suhu permukaan laut di perairan Maluku yang relatif rendah sepanjang November 2022, sehingga ber­dampak pada terbatasnya pro­duksi ikan tangkap.

Selain itu, penyesuaian harga BBM juga disinyalir turut memba­tasi frekuensi aktivitas nelayan sehingga berdampak pada terba­tasnya stok ikan tangkap.

Namun meski demikian, peni­ngkatan inflasi bulan ini dapat tertahan oleh penurunan harga ko­moditas hortikultura, seperti cabai merah, bayam, dan kangkung se­iring dengan membaiknya cuaca.

Tingginya inflasi pada bulan November 2022 ini berdampak pada meningkatnya inflasi tahunan Provinsi Maluku yang tercatat sebesar 6,56 persen (yoy). Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebe­sar 6,48 persen (yoy).

Yang mana inflasi Provinsi Maluku tersebut juga lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,42 persen (yoy).

Meningkatnya inflasi pada November, dan masih tingginya potensi tekanan inflasi ke depan khususnya pada kelompok maka­nan, minuman dan tembakau menjadi perhatian serius TPID Provinsi Maluku.

Berbagai kegiatan dalam rangka mendukung pengendalian inflasi terus dilakukan, seperti memonitor pelaksanaan Gerakan Tanam Cabai dan Bawang Merah seren­tak pada 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku, serta pelaksa­naan operasi pasar secara ter­padu, khususnya di Kota Ambon.

Selain itu, monitoring, opti­ma­lisasi, dan implementasi ang­ga­ran 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk pengendalian inflasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terus dilakukan untuk mengantisipasi dampak penyesuaian harga BBM, khu­susnya melalui pemberian subsidi di sektor transportasi. (S-20)