AMBON, Siwalimanews – Hukuman mati hingga sanksi pecat dengan tidak hormat dari kedinasan, bakal diberikan kepada tersangka yang terlibat dalam jual beli senjata api dan amunisi ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

Mereka dijerat UU Darurat sebagai­mana diatur dalam pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman manimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.

Selain kurungan badan, tersangka yang berasal dari institusi Polri dan TNI juga bakal dipecat dengan tidak hormat.

Untuk mengungkap keterlibatan anggota Polri maupun TNI, Selasa (23/2) siang, digelar pertemuan lintas institusi, yang diakhiri dengan kete­rangan kepada insan pers, perihal pen­jualan senjata milik Polda Maluku itu.

Terlihat hadir Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Leo Surya Nugraha Simatupang, Danpomdam XVI Pattimura, Kolonel CPM Johny Paul Johanes Pelupessy,  Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat, Direskrimum Polda Maluku, Kombes Sih Harno dan Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Mohamad Syaripudin.

Baca Juga: Polisi Bidik Tunjangan Transportasi, Ketua DPRD Bursel Diperiksa

Saat ini sudah ada tujuh ter­sangka yang ditahan, terdiri dari empat warga sipil dua dari institusi Polri dan satu tersangka lainnya dari TNI-AD.

Ada lagi keterlibatan satu anggota TNI, namun belum dijadikan ter­sangka dan ditahan, karena peran­nya masih didalami.

Mereka yang ditahan yakni SAP dan MRA merupakan oknum ang­gota Polri yang bertugas di wilayah hukum Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Tersangka lain­nya MS oknum TNI dari satuan Yonif 733 Masiriku serta SN, RM, HM dan AT yang merupakan warga sipil.

Milik Polda

Kapolres Simatupang membenar­kan senjata yang sudah berpindah tangan ke KKB itu, salah satunya  adalah senjata organik milik Polda Maluku yang diduga dijual oleh anggotanya.

“Jadi mekanisme penjualan senpi dan amunisi ilegal yang kemudian sampai ke tangan KKB itu benar berasal dari anggota Polri,” ujar Si­matupang.

Dikatakan, untuk senjata rakitan laras panjang jenis SS1 dijual oleh oknum anggota polri berinisial SAP alias S, sementara senjata api jenis revolver dijual oleh oknum anggota polisi berinisial MRA yang mengaku juga pernah melakukan transaksi jual beli senpi sebelumnya.

“Setelah dilakukan penyelidikan, kepemilikan senjata rakitan jenis SS1, diketahui diperoleh dari salah satu oknum anggota Polri inisial SAP alias S dimana senjata dijual kepada saudara J yang ditangkap oleh Polres Bintuni. Sedangkan senjata revolver  bisa dimiliki J juga berasal dari anggota Polri MRA. Senjata ini didapat dari sesorangan yang masih dikembangkan, kemudian diserah­kan lagi kepada sipil atas nama SN dan dijual kembali ke J. Untuk MRA ini kali kedua dirinya melakukan transaksi sebelum akhirnya ditang­kap,” beber Simatupang.

Belum diketahui secara pasti asal muasal senjata rakitan yang diper­jualbelikan tersebut, namun dari penyelidikan motif penjualan senpi yaitu hanya memperoleh keuntu­ngan.

Simatupang juga mengungkapkan total enam tersangka yang sudah diamankan belum keseluruhan, ma­sih terdapat pelaku lain yang hingga kini masih dalam pengembangan dan pengejaran.

“Asalnya senjata rakitan masih kita telusuri namun motifnya untuk mendapat keuntungan. Jadi senjata dibeli dari warga dengan harga Rp 6 juta dan dijual lagi seharga Rp 20 juta. Kalau untuk tersangka sendiri sebagian besar sudah tertangkap, namun masih ada yang belum. Untuk itu karena TKPnya ada di wilayah hukum Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, maka kita akan terus telusuri dan tindak lanjuti,” janji Simatupang.

Kabid Propam Polda Maluku, Kombes M Syaripudin menegaskan, tak hanya hukuman pidana, oknum anggota Polri yang terlibat juga akan diberi sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat alias pecat.

“Aturan jelas apabila seseorang anggota Polri melakukan tindak pidana dan dihukum minimal empat tahun penjara, maka dia akan diberi tambahan sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat,” tegas Syaripudin.

Perintah Pecat

Komandan Pomdam XVI Pattimura, Kolonel CPM Jhony Paul Johannes Pelupessy mengatakan, perintah Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjah­janto jika terbukti oknum anggota Yonif 733 Masariku Kodam XVI Pattimura berinisial Praka MS terli­bat penjual senpi dan amunisi ke KKB di Papua, yang bersangkutan terancam dipecat.

“Dari hasil pemeriksaan penjualan amunisi ini, Praka MS tidak berhu­bungan langsung dengan KKB, tapi yang bersangkutan berhubungan dengan seseorang berinisial D yang niatnya amunisi tersebut digunakan untuk berburu. Praka MS tidak tahu akan dibawa ke KKB,” pungkas Pelupessy.

Meski demikian, Pelupessy menga­ku, kasus yang menyeret Praka MS, oknum anggota TNI dari Kodam XVI Pattimura  itu masih terus didalami.

Praka MS diketahui terlibat dalam penjualan 600 butir peluru kepada J, tersangka penjualan senpi dan amunisi yang diamankan oleh Polres Bintuni Polda Papua Barat beberapa waktu lalu.

Pelupessy menjelaskan, ratusan amunisi yang diselundupkan Praka MS diperoleh saat latihan menem­bak. Dimana setiap latihan digelar, Praka MS mengumpulkan amunisi tersebut dan disembunyikan untuk kemudian dijual.

“Amunisi diperoleh saat latihan menembak. Memang pemeriksaan dilatihan menembak itu ketat. Di­mana sebelum memasuki area latihan, setiap prajurit akan diperiksa untuk memastikan tidak membawa senpi dan amunisi dari luar. Begitu­pun setelah selesai namun yang bersangkutan ini punya trik sendiri dalam melakukan aksi tersebut. Setelah dapat amunisi dia pergi dan sembunyikan di area latihan pas malam dia datang kembali untuk mengambil,”ungkap Pelupessy.

Dalam pemeriksaan, lanjutnya, Praka MS mengaku melakukan perbuatan tersebut seorang diri.

“Penyataan tersebut tidak dijadikan patokan  bagi Pomdam dalam melakukan pengembangan lanjut untuk mengungkap motif serta keteribatan oknum lain. Kita tidak begitu percaya itu dari latihan menembak, dan kita jika tidak begitu percaya jika dia bekerja seorang diri. Prinsipnya, kita masih terus dalami, apakah ada motif dan tersangka lain dalam kasus ini atau tidak,” tandas Pelupessy.

Sementara itu, Danlanud Pattimura, Kolonel Pnb Sapuan yang dikonfirmasi perihal dugaan keterlibatan anak buahnya menolak menjelaskan lebih jauh dengan alasan kasus ini masih dilakukan pengembangan.

“Karena masih pengembangan, dugaan keterlibatan anggota kami, saya belum mau berkomentar lebih jauh ya. Tapi kalau betul, kita pasti akan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya terkait sanksi dan sebagainya. Saya tidak berpendapat lebih jauh karena proses pengembangan masih jalan,” pungkas Sapuan. (S-32)