AMBON, Siwalimanews – Insentif yang diterima tenaga kese­ha­tan yang menangani Covid-19 di Ko­ta Ambon tak sesuai aturan. Hak me­reka telah “disunat” oleh gugus tugas.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020, be­saran insentif yang harus diterima tenaga kese­ha­tan (nakes) Rp 5 juta hingga Rp 15 juta. Tetapi peti­nggi Dinas Kese­hatan Kota Ambon membuat kebijakan lain.  Honor nakes dipotong dengan angka yang fantastis, sehingga yang diterima jauh dari yang ditentukan oleh aturan.

Tak hanya itu, jumlah nakes yang bertugas di puskesmas di Kota Ambon juga dimark-up, termasuk jum­lah pasien dalam pengawasan (P­DP), orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien positif Covid-19.

Diduga penggelembungan dilaku­kan untuk menggarap dana pena­nga­nan Covid-19 sebanyak-banyak­nya.

Sumber di Pemkot Ambon meng­ungkapkan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian in­sentif dan santunan kematian, sa­saran pembe­rian insentif dan santu­nan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dok­ter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.

Baca Juga: Lantik Penjabat Bupati, Ini Permintaan Gubernur

“Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah sekali,” ujarnya, kepada Siwalima, Sabtu (26/9).

Sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menjelaskan, awalnya insentif itu masuk ke reke­ning masing-masing nakes. Atas instruksi pejabat Dinas Kesehatan kepada kepala-kepala puskesmas, insentif itu dikeluarkan oleh nakes, dan diserahkan kepada bendahara dinas. Nah, disitulah terjadi pemo­tongan.

“Uang disetor ke rekening ma­sing-masing nakes sesuai SK. Se­telah itu, kepala puskesmas perintah­kan untuk menarik kembali semua uang yang disetor tersebut dan di­kumpulkan ke bendahara puskes­mas. Selanjutnya bendahara puskes­mas membawanya ke dinas, dan terjadi pemotongan di sana. Kemu­dian barulah dinas kembalikan ke bendahara puskesmas untuk dibagi­kan kepada nakes sesuai SK,” beber sumber yang meminta namanya tak dikorankan itu.

Sumber itu mengungkapkan, pe­motongan yang dilakukan berva­riasi. Namun angkanya cukup fan­tastis. “Kalau dokter punya dipotong, yang mereka hanya terima itu 4-5 juta saja. Kalau perawat atau bidan dari jumlah 7,5 juta yang harus diterima, mereka hanya terima kisaran 1-1,5 juta saja,” ujarnya.

Sumber ini juga mengungkapkan, dugaan penyelewengan lain yang dilakukan gugus tugas adalah mark up jumlah pasien terkonfirmasi positif corona, ODP dan PDP hingga jumlah nakes yang bertugas di pus­kesmas. Targetnya, semakin banyak nakes yang dilaporkan bertugas, semakin besar dana yang digarap.

Lalu bagaimana modus yang dilakukan? pejabat Dinas Kesehatan mengarahkan agar data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi.

Arahan disampaikan kepada ham­pir semua puskesmas di Kota Ambon. Ada sekitar 22 puskesmas yang ada di lima kecamatan di Kota Ambon. “Mungkin hanya Puskesmas Ta­wiri dan Hative Kecil yang ber­sih,” ujar sumber itu.

Ia mencontohkan, di puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Lei­timur Selatan,  banyak nama yang dimasukan dalam daftar positif corona, ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecama­tan setempat. Padahal sete­lah ditelu­suri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.

“Semua orang tahu, di Desa Ki­lang itu penduduknya beragama Kristen, tapi ternyata data yang ada di Dinas Kesehatan, banyak nama-nama yang beragama Muslim. Ini ada apa? Setelah ditelusuri, mereka ngaku tinggal di Namlea, Makassar, bahkan ada yang di ibukota negara. Ini kan tidak beres,” tandasnya.

Praktek yang sama diduga juga dilakukan pada sejumlah  puskes­mas di Kota Ambon.  “Rata-rata se­mua mengikuti arahan dari pejabat Dinkes Kota Ambon,” ujar sumber itu.

Kebijakan tracking massal ke masyarakat hanya akal-akalan untuk memanipulasi data positif, ODP dan PDP di suatu wilayah. Sumber itu mengaku gerah dengan kebijakan seperti itu. “Corona memang ada, tapi jangan manipulasi data untuk meraup ke­untungan. Kasihan masyarakat,” tandasnya.

Ia menjelaskan, jumlah kasus po­sitif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk men­dongkrak jumlah nakes yang ber­tugas. Jadi bukan hanya jumlah kasus, tetapi jumlah nakes juga dimanipulasi alias fiktif.

Misalnya dalam satu wilayah puskesmas jumlah ada 100 kasus, berarti nakes yang bertugas 7-10 orang, kemudian 100 hingga 200 kasus, sekitar 10 sampai 20 nakes yang bertugas. Nah, data kasus di­duga dimanipulasi seperti itu agar dalam laporan Dinkes dibuat jumlah nakes yang bertugas banyak. Pada­hal tidak,” ujarnya.

Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksana­kan tugas, kata dia, maka peng­usulan untuk pembayaran insentif semakin besar. “Diduga modus yang dilakukan seperti itu,” ujarnya.

Sumber itu menyebutkan, Kemen­terian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus  Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tambahan dalam penanga­nan Covid-19 sebesar Rp 3.450. 000.000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.

BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.

Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708. 500.000,00. Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas  seba­nyak 653 orang. Namun yang dibe­rikan insentif ha­nya 414 orang.

Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif seba­nyak 200 orang. Kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. “Jadi totalnya 414 orang saja,” ujarnya.

Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutu­muri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif

“Jumlah 239 ini yang diduga fiktif, mark up, yang dipakai untuk meng­usulkan pencairan anggaran, biar uang yang keluar gede. Perta­nyaannya, uang milik nakes fiktif itu dikemanakan,” ujar sumber itu.

Polresta Sempat Usut

Dalam melakukan asistensi dan pendampingan, tim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease me­nemukan adanya dugaan ketidak­beresan yang dilakukan gugus tu­gas Kota Ambon.

Dugaan ketidakberesan itu sem­pat ditindaklanjuti. Namun tercium oleh gugus tugas. Gugus tugas mengambil langkah cepat, dengan melakukan koordinasi, sehingga pengusutan tak dilanjutkan.

“Sebenarnya Polresta Ambon saat melakukan pendampingan atau asintensi itu mereka sudah mene­mukan dugaan ketidakberesan. Tapi, tiba-tiba petinggi pemkot koordinasi dengan Polresta,  jadinya tak dilan­jutkan, saya dengar para penyidik itu langsung dimutasikan. Aneh, dana covid ini kan harus diawasi ketat, karena itu juga perintah presiden,” tandasnya.

Sebelumnya Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Leo Simatupang yang di­kon­firmasi, perihal pengusutan dugaan penyelewengan pengelo­laan dana Covid-19, membantahnya. “Tidak ada giat itu,” kata Kapolres melalui pesan WhatsApp kepada Si­walima Rabu (23/9) malam.

Berbeda dengan Kabag Ops Pol­resta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Syahrul Awab. Ia me­ngaku, kegiatan ada, tapi hanya sebatas koordinasi dan asistensi ke Dinkes Kota Ambon dalam hal ini 22 Puskesmas itu. “Ga ada usut mengusut. Yang ada koordinasi dan asistensi mbak,” ujar Syahrul.

Polda Maluku melalui Kabid Humas Kombes Roem Ohoirat juga mengatakan, polisi tidak melakukan penyelidikan dugaan penyalahgu­naan dana Covid-19. Yang dilakukan hanya asistensi.

“Polisi tidak sampai di situ, yang dilakukan hanya pendampingan sekaligus asistensi,” ujarnya.

Saat ditanya, kalau ditemukan dugaan penyalahgunaan? Ohoirat enggan berkomentar. “Prinsipnya yang dilakukan hanya pendampi­ngan,” tandasnya.

Kadinkes Bantah Potong

Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy mem­bantah, pihaknya memotong insen­tif nakes. Namun ia tak menjelaskan lebih lanjut.

“Seng ada insentif yang potong. Nanti hari Senin pak wali, mau konferensi pers jadi nanti baru katong bicara, seng ada yang po­tong,” kata Pelupessy kepada Siwa­lima di Ambon, Sabtu (26/9).

Ditanya soal dugaan mark up jumlah nakes dan pasien ODP, PDP dan positif, seperti di Kilang, Pelu­pessy enggan berkomentar. “Nanti pak wali yang jelaskan beta su kasi di antua,” tandasnya. (S-32/Mg-6)