AMBON, Siwalimanews – Sebagai wujud kepedulian terhadap pembebasan hak ulayat adat, himpunan mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra indonesia (HMPS-PBSI) Unpatti, menggelar gerakan moral dan aksi solidaritas mendukung masyarakat Marfenfen yang hak-hak ulayatnya direbut paksa TNI-AL.

Gerakan moral dan aksi solidaritas melalui mimbar bebas itu digelar, Senin (22/11), didukung ratusan mahasiswa dari berbagai latar belakang keilmuan di Unpatti.

Aksi yang digelar di depan Prodi PBSI Unpatti itu menghadirkan pakar hukum dari Unpatti, Revency Vania Rugebregt. Hadir pula Ketua Prodi PBSI Unpatti Happy Lelapary dan Perwakilan HMPS PBSI Unpatti, Irwan Rumuar.

Ketua Prodi PSBI Leunard Happy Lelapary dalam aksinya mengatakan, pihaknya tergugah sebagai bentuk relasi emosional  dengan masyarakat Marfenfen.

“Kita pernah melakukan penelitian kebahasaan di sana. Tergusurnya Marfenfen itu berarti tergusurnya bahasa di sana,” katanya.

Baca Juga: Rakyat Kecewa, LIRA: Moral Rendah

Menurutnya, puncaknya, dikeluarkan putusan PN Dobo yang memenangkan TNI AL, yang membuat musibah atau tragedi besar bagi kelompok masyarakat adat. Atas kepedualian itu, lalu mahasiswa yang punya ikatan emosional dengan alumni menggelar mimbar bebas, dengan cara kreatifitas PBSI.

“Kita tampil selain menyuarakan aspirasi, ya, tampilan puisi,  nyayian dan  sastra lainya menginstruksi pemerintah, termasuk PN, TNI AL, untuk menengok situasi masyarkat adat Marfenfen di Kepulauan Aru,” tandas Lelapary.

Perwakilan HMPS PBSI Unpat, Irwan Rumuar mengatakan, sebagai mahasiswa, pihaknya melihat  keresahan hati masyarakat Marfenfen, yang mana ternyata ada polemik besar.

“Kami rasa ini sangat kompleks sehingga kami jadikan sebagai satu isu, satu aksi.  Kami melihat latar belakang masyarakat Marafenfen, mereka itu bertani. Lahan  mereka itu diambil, makanya kami resah dengan keresahan masyarakat di sana yang selalu melakukan aksi penolakan. Ini yang melatarbe­lakangi kami melakukan mimbar bebas. Ini,” tegasnya.

Pakar Hukum Unpatti, Revency Vania Rugebregt dalam aksinya sempat membakar semangat ratusan mahasiswa yang turut ambil bagian di kampus FKIP Unpatti itu mengatakan Marfenfen adalah Aru. Aru adalah Maluku, Maluku adalah Indonesia.

“Aru harus diakui oleh Indonesia, karena yang terjadi disana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Indonesia dan eksistensi dari masyarakat adat jauh sebelum bangsa Indonesia ada,” ujarnya. (S-32)