AMBON, Siwalimanews – Warga yang divonis positif terpapar Virus Corona berhak menolak men­jalani karantina, jika gugus tugas tak mem­berikan bukti uji swab dari laboratorium.

Pemerintah dae­rah dan gugus tu­gas jangan bertin­dak sewenang-we­nang karena merasa memiliki kekuasaan. Seseorang dinyat­akan positif Covid-19 harus diberikan bukti uji swab se­cara tertulis. Bukan hanya diberitahu­kan secara lisan ataupun melalui telepon.

Faktanya, banyak orang divo­nis Covid-19, tetapi sampai me­reka sembuh dan pulang ke rumah tak pernah diberikan bukti uji swab dari laboratorium. Ada apa dengan gugus tugas, sehi­ngga bukti swab ditahan?

Akademisi Hukum IAIN Ambon, Nasaruddin Umar mengatakan, siapapun dapat menolak untuk dikarantina atau isloasi jika gugus tugas tidak menunjukan bukti yang menyatakan dia terpapar Covid-19.

“Jadi sangat tidak bijak kalau gugus tidak memberikan kejelasan status lalu mereka dikarantina dan itu hak masyarakat untuk menolak,” tegas Umar, kepada Siwalima,  Kamis (17/9).

Baca Juga: Kerja Buruk Mulai Terkuak

Lanjutnya, bukti hasil pemerik­saan swab sangat penting dan meru­pakan hak pasien yang harus diteri­ma dari gugus tugas. “Itu hak dan gugus tugas wajib untuk memberi­kan hasil laboratorium itu,” ujar Umar.

Umar menegaskan, masyarakat berhak untuk mendapatkan perlin­du­ngan dan kepastian hukum dalam aspek kesehatan, sebelum menjalani karantina.

“Kalau pemerintah dalam hal ini gugus tugas memaksakan untuk karantina, itu berarti pemerintahan yang otoriter dan represif,” tandas­nya.

Kata Umar, ketika ada masyarakat yang menolak dikarantina, maka harus dapat dimaklumi oleh gugus tugas, karena mereka hanya ingin­kan transparansi. Bukti hasil swab dari laboratorium harus diberikan.

“Ketika orang harus dikarantina sudah tentu ada konsekuensi, baik dari aspek ekonomi termasuk kehi­dupan keluarga yang harus diting­galkan, makanya gugus tugas harus bekerja transparan,” tandasnya lagi.

Direktur Maluku Crisis Center, Ikhsan Tualeka juga mengatakan hal yang sama. Secara etis, kata Tualeka, setiap pasien berhak mendapatkan hasil diagnosa penyakit, termasuk Covid-19 berdasarkan bukti peme­riksaan swab.

Lanjutnya, jika bukti hasil swab tidak diberikan dan tidak diketahui, maka masyarakat ataupun siapapun yang divonis positif Covid-19 ber­hak menolak untuk dikarantina.

“Kalau dia tidak tahu maka dia berhak menolak karena tidak diberikan haknya dalam mengetahui status kesehatan,” ujar Tualeka.

Dijelaskan, hak untuk mendapat­kan bukti hasil swab berkaitan de­ngan transparansi. Sebab harus di­akui, situasi saat ini publik juga di­hantui oleh informasi adanya kons­pirasi terkait dengan pandemi Covid-19.

Karena itu, harus dijawab dengan transparansi dari gugus tugas ke­pada masyarakat. Jika tidak, maka keraguan ini semakin menguat dan itu akan mempengaruhi upaya pena­nganan Covid-19.

“Situasi ini harus dijawab secara bijak oleh pihak terkait dengan me­lakukan  transparasi dalam memberi­kan bukti hasil swab kepada orang yang divonis positif Covid-19,” tandas Tualeka.

Anggota DPRD Maluku, Eddy­son Sarimanella mempertanyakan alasan mengapa gugus tugas tidak memberikan hasil swab kepada orang yang divonis positif Covid-19?

“Bukti hasil swab itu harus diberikan kepada yang bersangku­tan dan itu wajib hukumnya, alasan apa tidak diberikan,” tegasnya.

Sarimanella mengatakan, masya­ra­kat ataupun siapapun berhak menolak untuk dikarantina, kalau tidak ada bukti hasil swab dari gu­gus tugas.

“Kalau tidak ditunjukan bukti fisik maka masyarakat dapat menolak untuk dikarantina karena tidak ada bukti kepada orang yang sudah swab,” ujarnya.

Ia meminta gugus tugas bekerja transparan. Jangan menambah kecu­rigaan masyarakat dalam penanga­nan Covid-19.

“Kalau ada bukti swab maka tidak ada kecurigaan di masyarakat, dan pasti mereka menjalani karantina sesuai aturan protokol kesehatan,” tandasnya.

Akui tak Beri Bukti

Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy menga­kui, bukti swab test pasien terkon­firmasi positif tidak diberikan.

Alasan Wendy sederhana, kalau melalui surat nantinya penanganan pasien Covid-19 akan lambat.

“Kalau lewat surat, kita memerlu­kan orang untuk pergi mengantar ke yang bersangkutan. Makanya kita sampaikan lewat WA, atau telepon biar cepat,” kata Wendy, kepada war­tawan, Kamis (17/9) di Balai Kota.

Wendy mengatakan, pemberita­huan hasil swab test melalui WA atau telepon selain mempersingkat waktu juga untuk membatasi inte­raksi pasien corona dengan orang lain.

“Langkah ini merupakan cara cepat yang harus dilakukan. Jika hasil Swab mereka positif, maka langsung di telepon guna mem­beritahu, agar mereka bisa istirahat saja di rumah, dan jangan kemana-mana,” ujarnya.

Jika harus menunggu surat, kata dia, memerlukan waktu lebih dari dua hari, setelah hasil swab keluar, sehingga akan memakan waktu yang cukup lama untuk memberitahukan kepada pasien terkonfirmasi.

“Kita tidak bisa tunggu surat, sebab itu membutuhkan waktu tiga hari, baru bisa suratnya keluar. Kalau menunggu tiga hari, terus  pasien yang sudah dinyatakan positif ini pergi ke sana-ke mari, sudah pasti penyebaran corona akan semakin sulit untuk dikendalikan,” tandasnya.

Wendy mengungkapkan, pihaknya lebih mementingkan tracking ketimbang harus mengurus surat tanda bukti swab test kepada pasien.

“Surat kan bisa menyusul dari belakang, tapi yang terpenting kita harus lakukan dulu tracking cepat, dalam proses penanganannya, agar tidak tersebar,” ujarnya.

Namun saat ditanya faktanya, banyak pasien Covid-19 sampai sembuh, tidak pernah mendapat­kan surat bukti swab test, Wendy enggan berkomentar, sambil buru-buru pergi. (Cr-2/Mg-6)