AMBON, Siwalimanews – Partai Golkar meminta pejabat se­mentara Bupati Seram Bagian Timur, Hadi Sulaiman netral, dan tidak melakukan manuver politik yang bisa memperkeruh situasi.

Hadi Sulaiman dilantik sebagai Pjs Bupati SBT oleh Gubernur Ma­luku, Murad Ismail pada  26 September 2020 lalu.

Saat baru mulai bertugas, Hadi sudah memicu ketegangan dengan mengeluarkan pernyataan, kalau dirinya akan mengganti birokrasi di Pemerintah Kabupaten SBT.

Setelah itu, Hadi membuat kebi­jakan kontroversial dengan menca­but SK Bupati Abdul Mukti Kelio­bas tentang pengangkatan sejumlah caretaker kepala desa.

Kebijakan Hadi inilah, yang memicu gelombang demonstrasi warga. Hadi dinilai sudah masuk ke ranah politik untuk mengamankan kepentingan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tertentu.

Baca Juga: Bawaslu RI Hadiri Deklarasi Pilkada Damai di Aru

“Penjabat Bupati SBT Hadi Su­laiman ini kan bukan  pegawai negeri yang baru yang tidak mengetahui aturan, sebaliknya dia sudah menge­tahui tentang aturan,” tandas juru bicara DPD I Partai Golkar Maluku, Ridwan Marasabessy, kepada Siwa­lima, Selasa (10/11).

Wakil Ketua Bidang Politik dan Pertahanan Keamanan ini mengata­kan, selaku birokrat, Hadi Sulaiman paham betul tentang Netralitas PNS. Apalagi saat ini ia menjadi pejabat bupati. “Jadi netralitas harus dijaga, apalagi dia pejabat bupati,” ujarnya.

Ridwan menilai, kebijakan Hadi mencabut SK Bupati Mukti Keliobas tentang pengangkatan sejumlah penjabat kepala desa sarat kepenti­ngan politik.

Golkar, kata Ridwan, tak ragu menempuh jalur hukum jika Hadi menyalahgunakan kewenangannya untuk mengamankan kepentingan politik pasangan calon tertentu.

“Kalau dia coba-coba melakukan manuver yang dirasakan merugikan kandidat yang kita usung, maka kita akan menempuh jalur hukum, kalau dia melakukan penyalahgu­naan we­wenang,” tegasnya.

Ridwan menegaskan lagi, Golkar tidak akan membiarkan Hadi Sulai­man leluasa menjalankan misi terse­lubung dengan memanfaatkan ke­wenangannya selaku pejabat se­mentara bupati.

Lanjut Ridwan, selaku penjabat bu­pati mestinya Hadi netral dan memastikan pilkada di SBT berjalan dengan lancar dan aman. Saat dilan­tik, gubernur juga sudah menegas­kan soal netralitas.

“Saat dilantik gubernur telah mengingatkan untuk semua penjabat bupati tetap netral. Jadi jangan me­lakukan manuver,” ujarnya.

Sementara Hadi yang dihubungi beberapa kali, enggan mengangkat telepon. Pesan whatsapp dan SMS juga tak direspons.

Diingatkan Berhati-hati

Akademisi Fisip Unpatti, Johan Teuhayo mengatakan, kebijakan yang diambil dalam momentum pilkada sudah pasti akan menimbul­kan penafsiran bermacam-macam. Karena itu pejabat bupati harus lebih hati-hati dalam membuat setiap keputusan.

“Ini kan momen politik jadi setiap keputusan yang diambil haras hati-hati agar tidak dinilai memberikan dukungan bagi kandidat tentu,” ujarnya, kepada Siwalima, Selasa (10/11).

Johan meminta pejabat bupati netral agar bisa menjamin pilkada berjalan dengan aman dan sukses. “Jangan mau diintervensi, harus netral dan profesional serta menja­min pilkada berjalan dengan aman dan sukses,” tandasnya.

Hal senada disampaikan akademi­si Fisip UKIM, Marthen Maspai­tella. Ia mengatakan, setiap keputu­san yang diambil oleh pejabat bu­pati harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Setiap keputusan itu mesti ber­dasarkan pada hukum yang berlaku sehingga tidak ada orang kemudian menafsirkan ini kepentingan politik,” ujarnya.

Maspaitella mengatakan, pejabat bupati harus tetap ada dalam tren didikan politik bagi masyarakat.

Tiga Kali Didemo

Pejabat sementara Bupati SBT, Hadi Sulaiman sudah tiga kali di­demo oleh warga. Kebijakannya mencabut SK Bupati Abdul Mukti Keliobas dinilai sarat kepentingan politik.

Sebelum menjalani cuti kampanye sebagai calon bupati, Mukti menge­luar­kan SK pengangkatan caretaker Kepala Desa Salas, Bula Air, Wae­ma­takabo, Selohan, serta Kampung Baru.

SK itu tertanggal 2 September 2020. Namun setelah Hadi Sulaiman bertugas sebagai Pjs bupati, Hadi mencabut SK itu, dan menerbitkan SK baru.

Tak hanya itu, Hadi juga meng­ancam untuk mencopot Camat Bula Hadi Rumbalifar, Camat Bula Barat Ridwan Rumonin, dan Camat Teluk Waru Tutiek Juliniar Firdaus Me­nyulu, Rumadan yang mengukuh­kan kelima caretaker kepala desa tersebut.

Puluhan massa yang tergabung dalam From Pembela Peduli De­mokrasi (FPPD) SBT menyerbu kantor bupati, pada Kamis (5/11), dan berlanjut Sabtu (7/11). Mereka memprotes kebijakan Hadi itu.

Massa kembali mendatangi kantor bupati, pada Senin (9/11) siang. Tuntut mereka masih sama, yaitu meminta Hadi mencabut SKnya tentang pengangkatan caretaker Kepala Desa Salas, Bula Air, Wae­matakabo, Selohan, serta Kampung Baru.

Harus Sesuai Prosedur

Pjs Bupati SBT Hadi Sulaiman tidak bisa serta merta membatalkan SK Bupati Mukti Keliobas. Harus sesuai prosedur.

Akademisi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Unpatti, Sherlock Lekipiouw mengatakan, berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerin­tahan, SK Bupati bisa dibatalkan apabila cacat kewenangan, prosedur dan substansi.

Jika SK pengangkatan sejumlah caretaker kepala desa yang sudah diterbitkan oleh Bupati SBT, Mukti Keliobas memenuhi aspek kewena­ngan, prosedur dan substansial, maka apa dasar tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabat bupati untuk menggantikan SK itu.

“Jadi sebenarnya mengujinya SK itu lewat tiga hal ini. Kalau sudah dilakukan, pertanyaan kemudian apa yang menjadi alasan penjabat mencabut SK itu?,” tandas Sherlock kepada Siwalima, Senin (9/11).

Untuk membatalkan SK bupati pun kata Sherlock, harus dilakukan oleh pejabat satu tingkat di atas dalam hal ini gubernur dan melalui keputusan pengadilan.

“Apakah ada pembatalan dari pe­jabat satu tingkat di atasnya yakni gubernur sebagai perwakilan peme­rin­tah pusat?, apakah ada putusan pengadilan. Kalau tidak ada produk­nya cacat, tidak boleh ada pemba­talan, tetapi seyogyanya dilakukan pengujian administrasi terjadap SK yang sudah dikeluarkan bupati,” ujarnya.

Sherlock menambahkan, Pjs bu­pati hanya memiliki waktu 71 hari sehingga harusnya fokus pada tugas­nya yaitu, pertama memasti­kan koordinasi dengan seluruh pe­rangkat daerah temasuk TNI/Polri dalam rangka menjaga kamtibmas.

Kedua, membantu dan mem­fasilitasi seluruh proses dan tahapan dalam rangka pilkada. Ketiga, me­laksanakan tugas pemerintahan se­bagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (S-50)