AMBON, Siwalimanews – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan Gerakan Mahasiswa Nasinal Indonesia Cabang Ambon, menagih janji Pemerintah Provinsi Maluku untuk menyelesaikan konflik di Pulau Haruku (Kariuw-Ori)

Pasalnya hampir sebulan lebih konflik di Kabupaten Maluku Tengah tepatnya di Pulau Haruku belum ada signal penyelesaian secara tuntas oleh Pemerintah Provinsi Maluku.

“Dari DPC GMNI Ambon dan BPC GMKI sangat menyesalkan lambatnya penyelesaian dari Pemprov Maluku,” tandas Ketua GMKI Cabang Ambon Josias Tiven kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Selasa (15/3).

Menurutnya, konflik tersebut harus secepatnya diselenggarakan oleh pemprov, sebab berkaitan dengan masalah lahan atau batas wilayah.

“Sampai saat ini pun belum ada benang merah yang menyatukan persepsi antara Kariu dan Ori,” ucapnya.

Baca Juga: Bupati: Semangat Restorasi Jadi Primadona Kaum Milenial

Mahasiswa Fakultas Hukum UKIM ini mengaku, masyarakat Negeri Kariu sampai saat ini masih berada di tempat-tempat pengungsian karena konflik tersebut.

Seharusnya, pemprov lebih responsif dengan berbagai persoalan konflik sosial seperti ini. Padahal pada 31 januari 2022 kemarin, DPC GMNI bersama BPC GMKI Ambon pernah malakukan aksi demontrasi di depan Kantor Gubernur Maluku untuk mendesak pemprov segera mengambil langkah preventif agar perseteruan dua negeri bertetangga tersebut dapat terselesaiakan.

“Namun sampai saat ini penyelesaian konflik Kariu dan Ori masih berada di ambang ketidak pastian,” ungkapnya.

Menurutnya, Pemprov Maluku seharusnya menggunakan pendekatan yang lebih prudent dan akomodatif dalam menyelesaikan persoalan konflik Kariu dan Ori.

“Kami BPC GMKI dan DPC GMNI meminta pemprov agar jangan menutup mata dan mengabaikan masalah tersebut, karena jika tidak diselesaikan maka sudah pasti akan sangat berdampak kepada keberlangsungan hidup masyarakat Kariu maupun Ori,” tegasnya.

Pemulihan pasca konflik, pemprov berkewajiban melakukan upaya pemulihan pasca konflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur, sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Bahwa upaya pemulihan pasca konflik yang harus dilakukan oleh pemprov dan Pemkab maluku Tengah, prtama, rekonsliasi, bagaimana pemprov dan pemkab bersama pihak-pihak yang konflik untuk melakukan perundingan secara damai.

Kedua, rehabilitasi: bagaimana pemprov dan pemkab melakukan rehabilitasi pasca konflik mulai dari pemulihan psikologi, pemulihan kondisi social ekonomi, keamanan dan ketertiban, dan seterusnya.

Ketiga, rekonsstruksi, dimana pemprov dan pemkab harusnya fokus untuk melakukan pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pasca konflik, pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana umum daerah konflik dsb.

“Namun sayangnya sampai saat ini belum ada perkembangan apa-apa yang dilakukan oleh Pemprov Maluku dan Pemkab Malteng,” tegansya. (S-21)