AMBON, Siwalimanews – Belum tuntas pengusutan kasus dugaan korupsi anggaran medical check up, penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku membidik anggaran uang makan minum tenaga ke­sehatan Covid-19 di rumah sakit berplat merah itu.

Sebanyak 15 saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku, Rabu (13/7) dihujani puluhan pertanyaan soal anggaran makan minum bagi tenaga kesehatan (Nakes) Covid di RS Haulussy Ambon.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Karena mengungkapkan, 15 saksi yang diperiksa itu terdiri dari, kepala ruangan, staf ruangan, dokter spesialis, bendahara pe­nge­luaran dan sejumlah perawat.

Para saksi ini, lanjut Kareba di­periksa dari pukul 09.00 WIT hi­ngga pukul 16.00 WIT di ruangan Pidsus Kejati Maluku.

“Para saksi yang diperiksa terdiri dari sejumlah perawat, Kepala ruangan, staf ruangan, Dokter  spe­sialis dan bendahara pengeluaran pada RSUD Haulusy, mereka diperiksa dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 WIT,” kata Kareba kepada wartawan di Ambon, Rabu (13/7).

Baca Juga: Supir RL Juga Digarap

Menurutnya, para saksi dipe­riksa dapat terkait hak makan dan minum yang diperoleh tenaga honorium selama penanganna pandemic Covid-19 di rumah sakit tersebut.

Garap 6 Saksi

Jaksa masih terus menggali bukti dalam kasus medicall check up Pemilihan Calon Kepala Dae­rah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy Ambon.

Guna mengusut tuntas berbagai ka­sus dugaan korupsi di RS Hau­lu­ssy Ambon, tim penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku memeriksa 6 saksi.

Enam saksi yang digarap ini ter­diri dari mantan Direktur RS Hau­lussy, tenaga medis/dokter dan KPU Maluku maupun Kota Ambon

Menurut Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, 6 orang yang diperiksa itu sebagai saksi terhadap kasus dugaan korupsi Medical Check up pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota dan Pro­vinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RS Hau­lussy.

Dari 6 saksi yang diperiksa itu, lanjut Kareba, salah satu dianta­ra­nya mantan Direktur RS Hau­lussy. Namun siapakah mantan direktur yang diperiksa itu, apakah Yustini Pawa ataukah Ritha Taihuttu, lagi-lagi penyidik Kejati Maluku me­rahasiakan identitas tersebut.

“Hari ini ada 6 saksi yang dipe­riksa, salah satunya mantan Direk­tur RS Halusussy. Untuk identitas saya belum tahu karena yang dapat dari penyidik hanya jabatan, nanti saya koordinasi ke penyidik­nya,” ungkap Kareba kepada wartawan di Ambon, Selasa (12/7).

Tindakan penyidik Kejati Maluku yang merahasiakan identitas saksi padahal kasus sudah ditingkat penyidikan bukan baru pertama kali, sebelumnya, penyidik Korps Adhyaksa Maluku ini juga meme­riksa salah satu mantan Direktur RS Haulussy dan lagi lagi iden­titasnya sama sekali tidak disebut. Entah apa alasan dibalik hal itu.

Selain mantan Direktur RS Haulussy, lanjut Kareba, penyidik juga memeriksa sejumlah saksi yang berasal dari KPU Maluku Kan kota Ambon kala itu.

“Selain mantan direktur, ada mantan bendahara KPU Maluku, mantan bendahara pengeluaran pembantu KPU Maluku, mantan sek­retaris KPU Maluku, mantan Ke­tua KPU Ambon dan bendahara KPU Ambon yang diperiksa,” rinci Kareba.

Diungkapkan, para saksi dicerca dengan puluhan pertanyaaan ter­kait indikasi penyimpangan angga­ran dana medical check up di RS Haulussy.

“Mereka yang diperiksa ini penerima honorium dari ang­garan tersebut, pemeriksaan sepu­tar tugas pokok yang berlangsung dari pukul 09.00 WIT hingga pukul 16.00 WIT,” katanya.

Sasar BNN

Seluruh pihak yang berkaitan de­ngan proses medical check up pa­da Pilkada di Maluku, disasar jak­sa.

Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku marathon mengusut kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran pembayaran jasa medical check up, Pemilihan Calon ke­pala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

Jaksa terus mengali aktor utama dibalik dugaan tindak pidana korupsi tersebut di RS Haulussy Ambon.

Setelah memeriksa mantan Di­rektur RS Haulussy, Justini Pawa dan mantan Kepala Dinas Kese­hatan Provinsi Maluku, Meikyal Pontoh serta belasan dokter di RS Haulussy, giliran tim penyidik Kejati Maluku menyasar Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik memeriksa petugas BNN Provinsi Maluku. Petugas BNN masuk dalam tim pemeriksa medical check up Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

“Petugas BNN diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala dae­rah kabupaten, kota dan provinsi Maluku kurun tahun 2016 hingga 2020,” ujar Wahyudi saat dikonfir­masi Siwalima di Ambon, Kamis (7/7) lalu.

Ketika ditanyakan berapa banyak petugas BNN yang diperiksa, Wahyudi mengatakan masih dicek.

“Saya masih cek lagi, tapi diinfor­masi dari penyidik petugas BNN juga diperiksa,” ujarnya singkat.

Wahyudi menegaskan, tim pe­nyidik masih terus bekerja dan memeriksa saksi-saksi lagi terkait dengan penggunaan anggaran pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Dae­rah dan Wakil Kepala Daerah Ka­bu­paten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD Dr. M. Haulussy.

Dikatakan, pemeriksaan dilaku­kan di Kantor Kejati Maluku, Rabu (6/7) mulai pukul 09.00 WIT hingga 16.00 WIT dan dihujani puluhan pertanyaan seputar tugas dan tanggungjawab saksi.

Ditanya soal apakah calon ke­pala daerah yang mengikuti Medical Check Up akan juga dimintai keterangan, Wahyudi belum dapat memastikan, dikarenakan saat itu penyidik masih menfokuskan te­naga medis dan BNN  yang ber­sentuhan langsung dengan pemeriksaan tersebut.

“Belum bisa di pastikan, seka­rang mereka (penyidik) fokus ter­hadap saksi saksi yang ada dulu, kalau memang sudah sampai ke sana (pemeriksaan Calkada) akan kita umumkan lagi,”tandasnya.

Diendus Jaksa

Seperti diberitakan sebelumnya, dua mantan petinggi di Dinas Ke­sehatan dan RSUD Haulussy di­periksa jaksa, terkait dugaan ko­rupsi Rumah Sakit milik daerah.

kedua pejabat itu adalah, Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kese­hatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2020.

Adapun Pawa, adalah bekas Direktur RS pada tahun 2016 dimana kasus itu mulai dibidik.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala dae­rah kabupaten, kota dan provinsi Maluku kurun tahun 2016 hingga 2020.

Kasi Penkum dan humas Kejati Maluku, Wahyudi Kereba di Ambon, Rabu (6/7) mengatakan, selain dua mantan pejabat itu, penyidik juga memanggil tujuh dokter lainnya se­bagai saksi dalam kasus tersebut.

“Selain memanggil dua mantan pejabat tersebut, penyidik juga memanggil tujuh orang dokter lainnya guna dimintai keterangan sebagai saksi,” Kareba.

Tujuh dokter tersebut telah dipe­riksa, Selasa (5/7). Sedangkan Rabu (6/7) penyidik memanggil se­puluh dokter, salah satunya dokter Ade Tuanakotta sebagai penang­gung jawab IDI Maluku.

Adapun sepuluh dokter itu ada­lah mereka yang merupakan pe­nerima honorarirum pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan, saat pelaksanaan medica; check up kepada balon calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupa­ten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada Tahun 2016 hingga 2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilak­sanakan tiga Pilkada yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy, untuk Kota Ambon, MTB dan Buru selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten melak­sanakan Pilkada, dimana selu­ruhnya melakukan medical cheek up di RSUD Haulussy, yaitu, Kabu­paten Bursel, Kabupaten Kepu­lauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Kareba menjelaskan, pada pe­meriksaan yang berlangsung se­lama tujuh jam ini, materi yang ditanyakan jaksa penyidik masih se­pu­tar tugas pokok para saksi.

“Pemeriksaan dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIT,” katanya.

Dikatakan, pemeriksaan dilaku­kan untuk mengetahui ada aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar itu.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekura­ngan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat ke­sehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah memverifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kemen­terian Kesehatan melakukan pem­bayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat se­banyak 891 kasus atau klaim di Ma­luku lolos verifikasi BPJS Kese­hatan.

Nilai klaim dari jumlah ka­sus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah ter­verifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)