AMBON, Siwalimanews – Belanja pegawai dari APBD Kota Ambon, khususnya untuk pembayaran gaji ASN maupun honorer/kontrak dijajaran Pemerintah Kota Ambon untuk triwulan pertama Tahun 2022 mencapai hampir 40 persen.

Hal ini tentu saja berdampak pada pengelolaan APBD Pemkot Ambon karena hampir terkuras habis untuk pembayaran gaji.

“Sebenarnya ini agendanya evaluasi untuk penyerapan APBD, tapi karena ini berkaitan dengan Badan Kepegawaian, sehingga fokus kita pada jumlah ASN di Kota Ambon. Karena dalam postur APBD kita, belanja pegawai sudah lebih dari 30 persen atau mencapai hampir 40 persen dari total ABPD. Ini sangat berdampak pada pengelolaan APBD kita, karena besaran APBD kita hampir 40 persen habis untuk gaji ASN,” ungkap Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Kristianto Laturiuw kepada wartawan, usai rapat dengar pendapat bersama BKD Kota Ambon, yang dipusatkan di ruang Komisi II Kantor DPRD Kota Ambon, Selasa (7/6).

Laturiuw mengaku, sesuai data Mei 2022, tercatat ada 4.806 ASN, ditambah 1.063 tenaga kontrak/honorer. Dimana untuk tenaga honorer,  per tanggal 31 Mei 2022 kemarin, terdapat surat dari Kemendagri dan Menpan ARD yang menyatakan, untuk 2023 tidak lagi ada honorer/kontrak dijajaran Pemkot Ambon.

“Kami sudah sampaikan ke BKD,  kami minta data honorer  karena ada kebijakan untuk mereka diikutkan dalam program P3K, yang saat ini masih menunggu juknis soal kuotanya. Jangan sampai pengalaman di 2020-2021 terulang lagi tentang honorer. Dimana dari kuota 262, itu tanpa diketahui tiba-tiba sudah diambil alih oleh Dinas Pendidikan Provinsi, dan kota hanya punya kuota 9,” ujarnya.

Baca Juga: Walikota: Pimpinan OPD Disuruh Baru Kerja

Jika hal itu kembali terjadi, lanjut Laturiuw, dari 262 kuota yang ada, Ambon hanya kebagian 9. Tentu sangat berdampak terhadap persoalan kepegawaian di Kota Ambon nantinya.

Dengan itu, maka selaku mitra, pihaknya meminta data rutin setiap bulan tentang komposisi data kepegawaian Pemkot Ambon.

Hal itu penting, kata Laturiuw, karena belum tentu juga ada kesamaan tentang jumlah pegawai dengan besaran belanja gajinya. Karena secara administratif bisa saja tercatat sebagai pegawai, tetapi  gajinya masih berasal dari kabupaten lain.  “Tapi kalau sepanjang itu bisa dijelaskan secara rasional, maka tidak ada masalah. Tapi jangan sampai dari keuangan mengeluarkan belanja gaji sekian orang, tapi dari kepegawaian menyodorkan data ke kita justru berbeda dengan keua­-ngan. Ini yang tidak perlu dijadikan masalah jika itu bisa dijelaskan nantinya,” jelasnya. (Mg-1)