Faradiba Akui Berikan Rp 20 Juta ke Wellem Ferdinandus

AMBON, Siwalimanews – Faradiba Yusuf mengakui, memberikan Rp 20 juta kepada terdakwa, Welliam Alfred Ferdinandus saat melakukan penarikan dana dari rekening nasabah Jonny de Queljuw dan ketika melakukan transaksi RTGS.
Hal ini diungkapkan Faradiba sebagai saksi dalam kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon, dengan terdakwa Wellem Alfred Ferdinandus, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, Selasa (25/8).
Faradiba katakan, dia tidak memerintah langsung terdakwa. Dia juga membantah memiliki hubungan khusus dengan mantan teller itu. “Saya memberi perintah lewat Callu,” kata Faradiba.
Faradiba menuturkan, ia jarang menghubungi terdakwa. Dia mulai berkomunikasi dengan terdakwa ketika ada kesalahan dalam transaksi. “Welliam tidak terlibat langsung. Kalau ada kesalahan dalam transaksi, baru saya hubungi Welliam,” ujar Faradiba.
Setiap kali transaksi, lanjut Faradiba, selalu ditandatangani oleh pimpinan sebelum ditandatangani Welliam. Dia mengaku mengetahui hal itu dari Natalia Kilikily dan Andi Yahrizal selaku KCP Mardika.
Baca Juga: Kajati Minta BPKP Percepat Audit Korupsi Repo Saham“Semua tandatangan dulu, setelah itu Welliam tandatangan. Karena semua transaksi itu butuh tandatangan pimpinan dan teller,” ucapnya.
Faradiba membenarkan, memberikan sejumlah uang kepada terdakwa. Dan itu dilakukan dua kali.
Sementara itu, anak angkatnya Faradiba, Soraya Pellu dalam keterangannya sebagai saksi membeberkan, saat dia mendatangi bank, terdakwa langsung memberikan uang dan itu tanpa melalui administrasi apapun
“Saya tidak mengisi formulir apapun. Terdakwa langsung menyerahkan uang,” kata Soraya.
Soraya menyebut, dia mengambil uang melalui Welliam atas perintah Faradiba senilai Rp. 6,4 miliar. Uang tersebut diambilnya secara berturut-turut.
Sementara itu, dua saksi lainnya, Ko Jerry dan Hermantije sama-sama mengaku meminjamkan rekening mereka untuk transaksi. Mereka selalu menemui terdakwa setiap kali Faradiba menghubungi untuk meminta bantuan.
“Ibu Fara minta tolong memakai rekening saya untuk transfer. Lalu saya datang ke BNI Tual yang saat itu dipimpin Hendrik. Disana saya langsung ke Welliam,” kata Hermantije. Hal yang sama juga disampaikan Ko Jerry.
Mereka berdua mengaku, hanya datang ke bank dan menyerahkan tanda pengenal. Setelah itu, mereka menandatangani slip tanpa mengetahu jumlah transaksi, dan bahkan untuk apa transaksi tersebut.
Ko Jerry sendiri, selain meminjamkan rekeningnya, rekening milik ibunya juga dipakai. Welmateng, nama ibunya. Nama itu muncul setiap kali transaksi RTGS terkait kapal. Dalam keterangannya selalu untuk pelunasan kapal.
“Saya tidak kenal Jonny. Kami juga tidak ada pekerjaan terkait kapal,” jelas Jerry.
Jerry mengaku, menandatangani dua slip untuk kepentingan RTGS. Saat ditanyakan apakah keduanya menerima uang saat melakukan perintah tersebut, keduanya kompak membantah.
Hakim pun menyayangkan dua saksi tersebut. Dia lalu mengatakan, Jerry dan Hermantije bisa saja ikut terjerat kasus ini, karena ikut membantu tindakan pencucian uang dan korupsi yang dilakukan di BNI.
Sidang itu dilakukan secara online melalui sarana video conference. Majelis hakim, jaksa dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon. Sedangkan terdakwa berada di Rutan Kelas II A Ambon. Para saksi terhubung melalui aplikasi zoom.
Majelis hakim diketuai Pasti Tarigan, didampingi Berhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota. Sedangkan penasehat hukum adalah Markus Manuhutu.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum M. Rudy membeberkan peran Welliam. Dia menyebut, Welliam turut membantu Faradiba Yusuf melakukan tindak pidana korupsi. Dia telah melakukan penarikan tunai tanpa sepengetahuan nasabah, transaksi setor tunai tanpa uang fisik, dan transfer RTGS tanpa uang fisik atas permintaan Faradiba.
Pada 13 September 2019, Welliam menerima transaksi setor tunai tanpa uang dari nasabah Jonny de Quelju sebesar Rp. 125 miliar. Saat itu, dia menjabat menjadi Asisten Pelayanan Uang Tunai Kantor Kas Mardika. Dia juga memberikan password kepada Faradiba untuk otorisasi transaksi perbankan melalui keweNangan Andi.
Pada 17 September 2019, Welliam melakukan penarikan uang nasabah sebanyak 5 kali, masing-masing sebesar Rp. 5 miliar dari rekening BNI atas nama nasabah Jonny de Quelju. Atas transaksi tersebut, ia menerima uang Rp. 10 juta dari terdakwa Faradiba Yusuf melalui terdakwa Andi Yahrizal selaku KCP Mardika.
Pada 19 September 2019, Welliam melakukan penarikan tunai sejumlah Rp. 5 miliar tanpa sepengetahuan nasabah Jonny de Queljuw. Penarikan uang tersebut kemudian digunakan untuk ditransfer ke Tata Ibrahim Rp. 2,1 miliar tanpa disertai uang fisik, RTGS ke rekening Jonny senilai Rp. 500 juta sebagai cashback, penarikan tunai Rp. 2,3 miliar dan diserahkan ke Soraya Pelu, serta uang Rp. 100 juta yang diserahkan ke Faradiba. Faradiba lalu memberikan Rp. 15 juta kepada Andi, dan Rp. 10 juta ke Welliam.
Saat menjabat sebagai teller di Tual, Welliam juga melakukan RTGS tunai tanpa disertai fisik ke rekening atas nama Soraya Pelu senilai Rp. 3 miliar dengan keterangan membayar bahan baku mebel.
Selain itu, dalam rentang waktu 27 September 2019 hingga 1 Oktober 2019, dia juga yang melakukan penyetoran uang senilai Rp. 19,8 miliar BNI KCP Tual. Uang itu ditransfer ke rekening terdakwa Soraya Pelu dan Jonny De Quelju sebanyak empat kali, dengan keterangan transaksi RTGS ke BCA.
Perbuatan terdakwa diancam Pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Juga pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1). KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Terdakwa juga dikenakan subsider sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Juga pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Perbuatan terdakwa juga diancam Pidana dalam Pasal 9 jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan