AMBON, Siwalimanews – Penyidik Kejari Ambon marathon memeriksa saksi-saksi, terkait temuan BPK di lembaga wakil rakyat itu.

Setelah sebelumnya 18 anggota de­wan diperiksa, Senin (20/12), penyidik kembali memeriksa empat anggota dewan.

Keempatnya adalah, Yusuf Wally, Nathan Palonda, Joni Mainake dan Mourits Librect Tamaela.

Kepala seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Ambon, Djino Talakua yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya membenarkan adanya pemeriksaan tersebut.

“Kita masih terus lakukan peme­riksaan para anggota DPRD guna mengusut kasus dugaan penyalah­gunaan anggaran di DPRD Kota Ambon. Hari ini penyidik periksa 4 anggota dewan masing-masing Yusuf Wally, Nathan Polanda, Jhoni Mainake dan Mourits Librect Ta­maela,” ungkap Talakua.

Baca Juga: Kasus Korupsi Mandek, Direskrimsus Wajib Tuntaskan

Keempat anggota ini diperiksa sejak pukul 10.00 WIT, dimana Yusuf Wally (YW) dan Nathan Palonda (NP) selesai jalani pemeriksaan pukul 12.59 WIT, sementara Joni Mainake (JM) dan Mourits Librect Tamaela (MLT) selesai pada pukul 15.26 WIT

“Pemeriksaan sudah selesai untuk keempatnya dan mereka dilontarkan sekitar 30 pertanyaan oleh penyidik,” jelas Talakua.

Total 22

Diberitakan sebelumnya, hingga Jumat (17/12) penyidik sudah memeriksa 18 Anggota DPRD Kota Ambon, terkait kerugian negara bernilai jumbo itu.

Mereka yang sudah diperiksa sebelumnya terdiri dari unsur pimpinan yakni Ketua DPRD, Elly Toisuta, Wakil Ketua Gerald Mailoa dan Wakil Ketua Rustam Latupono. Tiga pimpinan DPRD ini diperiksa pada Senin (13/12) lalu.

Latupono diperiksa sejak pukul 10.22 WIT dan berakhir pukul 17.00 WIT. Sementara Toisuta diperiksa sejak pukul 10.22 WIT hingga pukul 19.00 WIT, sedangkan Gerald Mailoa diperiksa dari pukul 10.00 WIT sampai pukul 19.00 WIT. Ketiganya dicerca dengan 30 pertanyaan.

Sedangkan anggota DPRD Kota Ambon yang sudah diminta keterangan oleh penyelidik yakni James Maatita, Fredrika Latupapua, Margaretha Siahay, Jafry Taihuttu dan Zeth Pormes. Mereka diperiksa pada Selasa (14/12).

Kelima anggota DPRD ini diperiksa dari pukul 10.00 WIT hingga 15.30 WIT dan dicerca dengan kurang lebih 25-30 pertanyaan.

Selanjutnya pada Kamis (16/12), tim penyelidik kembali mencerca lima anggota DPRD lagi yakni Jhony Paulus Wattimena, Astrid J Soplantila, Lucky Leonard Upulattu Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Obed Souisa.

Kepada Siwalima Kamis (16/12) siang, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua mengatakan, untuk Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Soplantila diperiksa sejak pukul 10.00 WIT sampai Pukul 13.00 WIT.

Usai diperiksa, Laturiuw yang diminta keterangan menolak berkomentar. “Nanti saja ee, no comment dolo,” singkatnya.

Sementara Watimena dari pukul 10.00 Wit sampai pukul 16.10 WIT, kemudian Obed Souisa dari pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.30 WIT.

Lima anggota DPRD ini dicerca dengan 25-30 pertanyaan.

Pemeriksaan berikutnya dilakukan Jumat (17/12), terhadap lima anggota DPRD,  masing-masing Julius Jely Toisuta, Taha Abubakar, Andy Rahman, Saidna Azhar Bin Taher dan Risna Risakotta.

“Hari ini yang diperiksa jaksa ada lima orang anggota DPRD yakni JJT, RR, TA, AR dan SABT,” ujar Talakua sebagaimana dilansir Siwalimanews, Jumat (17/12).

Para wakil rakyat ini diperiksa mulai dari pukul 10.00 WIT. TA dan SABT selesai diperiksa pada pukul 12.17 WIT.

Sementara untuk tiga wakil rakyat lainnya AR, JJT dan RR, baru selesai diperiksa pada pukul 17.26 WIT, ketiganya dilontarkan 30 pertanyaan oleh penyidik.

“Untuk TA dan SABT telah selesai diperiksa dari pukul 12.17 WIT, kedua wakil rakyat ini diperiksa dengan durasi 25  pertanyaan, sementara tiga wakil rakyat lainnya yakni AR, JJT, dan RR baru selesai diperiksa pukul 17.26 WIT dengan menjawab 30 pertanyaan,” tandasnya.

Talakua memastikan, pemeriksaan terhadap anggota DPRD Ambon masih akan terus berlanjut.

Semua Diperiksa

Kajari Ambon, Dian Fris Nalle berjanji akan memeriksa semua anggota DPRD Kota Ambon.

Ia mengatakan, pemanggilan kepada seluruh anggota DPRD Kota Ambon akan dijadwalkan dan disesuaikan dengan agenda dan waktu para wakil rakyat itu.

“Semua anggota DPRD akan kita panggil dan dimintai keterangan. Kita atur waktunya sehingga tidak mengganggu kinerja DPRD,” tandas Nalle  kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (15/12) lalu.

Informasi yang dihimpun di Kejari Ambon menyebutkan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap wakil rakyat itu sudah dijadwalkan sampai dengan tanggal 24 Desember.

Jadikan Tersangka

Sementara itu, Aliansi Peduli Rakyat (Ampera) meminta Kejari Ambon menetapkan pimpinan DPRD Kota Ambon sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp5,3 mikiar.

Permintaan tersebut disampaikan massa Ampera saat menggelar aksi demonstrasi di Kejaksaan Tinggi Maluku, Senin, (20/12).

Selain penetapan tersangka, Ampera yang dikoordinir Alifan tiba di depan Kantor Kejati Maluku sekitar pukul 12.20 WIT, juga mendesak Kajati untuk membentuk tim investigasi guna mengusut tuntas kasus tersebut.

“Kami minta Kejati Maluku agar memberikan penegasan kepada Kejari Ambon untuk menetapkan unsur pimpinan di DPRD Kota Ambon yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi anggaran sekretariat DPRD Kota Ambon sebagai tersangka,” ujar Alifan dalam orasinya.

Alfian yang juga koordinator lapangan ini  mengungkapkan, ada ketidakseriusan penyidik dalam mengusut kasus tersebut.

Untuk itu, ia minta Kejari agar serius menangani kasus itu, lantaran kerugian negara yang diakibatkan cukup besar yakni Rp5,3 milliar.

“Prinsipnya kami mendukung kinerja Kejari untuk mengusut kasus ini, namun Kejari juga harus terbuka dan transaparan,” tandasnya.

Jelang beberapa menit kemudian, demonstran ditemui Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang memberi ruang kepada para pendemo menyampaikan aspirasi mereka baik secara lisan maupun tertulis.

“Semua kasus korupsi jadi atensi kita, untuk itu aspirasi ini saya terima kemudian diserahkan kepada pimmpinan untuk ditindaklanjuti,” tandas Wahyudi.

Setelah mendapat penjelasan Kasi Penkum, para pendemo akhirnya membubarkan diri dengan aman dan tertib.

Temuan BPK

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001,

Temuan tidak saja untuk biaya lampu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690.000.000

BPK dalam temuan menyebutkan, secara uji petik tim pemeriksaan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak ketidaksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kelebihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.

Dan ketika BPK melakukan konfirmasi kepada PPK kegiatan pengelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpi¬nan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda,  untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp17.500. 000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertang-gungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya mengenai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dije¬laskan pula bahwa belanja RT pim¬pinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan. (S-51)