PIRU, Siwalimanews – Sebanyak empat Fraksi DPRD Kabu­paten Seram Bagian Barat (SBB) meno­lak atau tidak terima terhadap Ranca­ngan Peraturan Dae­rah (Ranperda) laporan pertang­gung jawaban pelaksa­naan angga­ran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten tahun anggaran 2021.

Pantauan Siwalima, Penolakan ini ketika 8 Fraksi DPRD menyampaikan pendapat akhir Fraksi saat Rapat Pari­purna ke II masa Sidang ke III tahun 2022 terhadap Ranperda pertanggung jawaban pelaksanaan APBD tahun 2021 yang dipimpin oleh Ketua DPRD Abd. Rasyid Lisaholith, Wakil Ketua I Arifin Podlan Gresya dan Wakil Ketua II La Nyong yang berlangsung ruang rapat Kantor DPRD, Sabtu (27/8).

Dalam pendapat akhir Fraksi dari terdapat 4 fraksi yang tidak terima atas LPJ APBD Kabupaten tahun anggaran 2021 ini, sala satunya Fraksi PDIP, PKB, De­mokrat, dan Partai Hanura, sedangkan 4 Fraski lainnya satu yang menerima yakni Partai Gerindra. Fraksi PAN tidak mem­berikan tanggapan, Nasdem dan Fraksi Karya Indonesia Sejaterah (KIS) menerima dengan catatan.

Keempat Fraksi yang melakukan penolakan terhadap LPJ APBD Kabupaten tahun anggaran 2021 ini berdasarkan pandangan atau pen­dapat akhir fraksi sala satu Fraksi PDIP yang dibacaakan oleh Melky Sedek menjelaskan, selama dua tahun berturut-turut sejak tahun 2019-2020 pengelolaan keuangan daera keluar dari disclemer dan menadapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tetapi pada tahun 2021-2022 pengelolaan keuangan daerah tidak profe­sional sehingga kembali ke disclemer.

Dijelaskan, pada saat evaluasi APBD pe­ru­bahan tahun anggaran 2021 ke Peme­rintah Provinsi Maluku dimana tim angga­ran tidak melibatkan badan anggaran DPRD dan tidak menindaklanjuti hasil evaluasi Gubernur serta tidak diserahkan hasil APBD perubahan tahun anggaran 2021 kepada DPRD oleh pemerintah daerah. Bahkan hingg saat ini pemerintah daerah belum penyerapan anggaran APBD tahun 2022  sehingga membuat ekonomi semakin terpuruk di daerah ini.

Baca Juga: Lomba Gerak Jalan Belum Ada Pemenang

Menurutnya, dalam keputusan Guber­nur Maluku tentang evaluasi APBD murni dan APBD perubahan tahun 2021 LPJ Kabupaten tahun 2021 serta hasil laporan pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK RI tentang pemeriksaan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara dari neraca tertanggal 31 Desember 2021, dimana laporan keuangan Pemda SBB tahun anggaran 2021 pada 18 Mei 2022, dimana LPJ APBD tahun 2021 dalam pembahasan perhitungan ABPD 2021 melalui banggar maka terdapat selisih di postur anggaran perubahan dokumen APBD tahun 2021 yang dianggarkan dan ditetapkan dalam Perda APBD perubahan Rp. 1.025.794.027.039, ada perbedaan di dokumen penjabaran Bupati No. 15 a tahun 2021 tentang dukumen APBD peru­bahan sebesar Rp. 1,034.086.054.702, 00 selisih mengalami kenaikan sebesar Rp. 7.010.081.337,00 atau 0,67 persen.

Hal ini juga tergembar selisih di PAD sesuai dengan peraturan daerah ditetap­kan berdasarkan dukumen APBD peruba­han tahun 2021 sebesar Rp. 41.453.316. 000, sedangkan di dukumen perubahan APBD 2021 dalam dukumen penjabaran Bupati No. 15 a tahun 2021 sebesar Rp. 48.184.335. 283,00 selisi kenaikan se­besar Rp. 6.731.010.283,00 atau 16,24 persen. Sedangkan hasil pengelolaan lain-lain pendapatan daerah yang sah dite­tapkan Rp 27.384.566.000.00 me­ng­a­lami ke­nai­kan sebesar Rp.34.155.115. 585.283,00 selisih sebesar Rp. 6.731. 019.283,00 atau 24,58 persen.

“Selain itu ada selisih di belanja APBD, karena APBD kita sebesar 1.041.096. 136.039,00 selisih belanja sebesar Rp. 1.057.575.283,00, padahal APBD peru­bahan sebesar Rp. 1.025.794.027. 039, 00 mengalami kenaikan penjabaran Bu­pati No.15 a tahun 2021 tentang APBD se­hingga belanja menjadi Rp 1.093. 236. 172.328,00, artinya secara logika peng­anggaran belanja melebihi dari penda­patan APBD kita , maka barang tentu menja­di utang bagi keuangan daerah. Hal ini yang membingungkan kami dari Fraksi PDIP bahwa ukuran indikator mana yang mereka pakai, masakan pendapatan kecil belanja besar, ini kejahatan atau ketidak profesional dari pemda,” terangnya.

Hal yang sama dalam pendapat akhir Fraksi PKB yang dibacakan Taher Bin Ahmad mengatakan, LPJ Kabupaten pelak­sanaan APBD tahun anggaran 2021 dapat dijadikan sebagai bahan koreksi dan eva­luasi bagi pemda untuk melakukan peru­bahan, perbaikan dan penyempur­naan dalam manejemen pengelolaan ke­uangan daerah di tahun-tahun selanjutnya.

Dikatakan, dalam kesepakatan bersa­ma antara tim Banggar DPRD dan Tim ang­garan Pemerinah daerah, komisi-komisi dan organisasi perangkat daeraha (OPD) anggaran yang termuat dalam Perda APBD perubahan No. 3 tahun 2021 dengan postur anggaran PAD dalam Perbub penjabaran No. 15 a tahun 2021 dengan postur anggaran pendapat daerah, PAD, pen­dapatan yang sah dan pendapatan transfer. Selanjutnya dalam Perbub penjabaran No.15 a tahun 2021 tersebut tentang perubahan atas No.12 tahun 2021 terdapat selisih angka pada postur Perda APBD perubahan yang seharusnya terjadi tidak boleh terjadi karena terkesan sepihak, dengan kata lain TAPD tidak ber­koordinasi dengan lem­baga DPRD dalam hal ini Badan Anggaran. Dimana selisih angka yag dimaksudkan pada Perbub penjabaran No. 15 a penda­patan daerah.

Selain itu juga ungkap Bin Taher, dalam pendapatan deviden dari PT. Bank MalukuMalut yang sebelumnya dianggar­kan dalam APBD 2021 baik murni maupun perubahan sebesar Rp. 2.900.000.000,- namun berdasarkan Rapat Umum Pema­gang Saham (RUPS) pada taggal 6 april 2021 pendapatan deviden tahun buku 2020 sebesar Rp. 3.107.298.510,47 de­ngan demikian ada selisih Rp. 207. 298.510,47 yang  tidak dimasukan dalam pendapatan deviden yang berada pada postur  pendapatan lain-lain yang sah, atau seharusnya angka yang berubah pada postur APBD perubahan hanyalah selisih angka pada pendapatan deviden saja.

“Ironisnya lagi postur pendapatan lain-lain tidak berubah antara APBD perubahan dan Perbub penjabaran APBD perubahan, padahal sudah diperintahkan sesuai surat keputusan Gubernur untuk dimasukan dalam pendapatan daerah, dengan barang tentu juga harus berkoordinasi dengan lembaga DPRD,” terangnya.

Dietagskan, begitupun belanja terjadi ketidak samaan angka pada postur Perda APBD perubahan tahun anggaran 2021 dan Perbub penjabaran No. 15 a tahun 2021, artinya selisih angka yang ada pada Perda APBD dan Perbub penjabaran APBD perubahan sebesar Rp. 8.292.027.663,. Setelah dokompirmasi menuruttim ang­ga­ran pemerintah daerah ada pendapatan dana Kapitasi dan dana

 

Empat Fraksi DPRD SBB Tolak LPJ APBD Tahun 2021

PIRU, Siwalimanews – Sebanyak empat Fraksi DPRD Kabu­paten Seram Bagian Barat (SBB) meno­lak atau tidak terima terhadap Ranca­ngan Peraturan Dae­rah (Ranperda) laporan pertang­gung jawaban pelaksa­naan angga­ran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten tahun anggaran 2021.

Pantauan Siwalima, Penolakan ini ketika 8 Fraksi DPRD menyampaikan pendapat akhir Fraksi saat Rapat Pari­purna ke II masa Sidang ke III tahun 2022 terhadap Ranperda pertanggung jawaban pelaksanaan APBD tahun 2021 yang dipimpin oleh Ketua DPRD Abd. Rasyid Lisaholith, Wakil Ketua I Arifin Podlan Gresya dan Wakil Ketua II La Nyong yang berlangsung ruang rapat Kantor DPRD, Sabtu (27/8).

Dalam pendapat akhir Fraksi dari terdapat 4 fraksi yang tidak terima atas LPJ APBD Kabupaten tahun anggaran 2021 ini, sala satunya Fraksi PDIP, PKB, De­mokrat, dan Partai Hanura, sedangkan 4 Fraski lainnya satu yang menerima yakni Partai Gerindra. Fraksi PAN tidak mem­berikan tanggapan, Nasdem dan Fraksi Karya Indonesia Sejatrah (KIS) menerima dengan catatan.

Keempat Fraksi yang melakukan penolakan terhadap LPJ APBD Kabupaten tahun anggaran 2021 ini berdasarkan pandangan atau pen­dapat akhir fraksi sala satu Fraksi PDIP yang dibacaakan oleh Melky Sedek menjelaskan, selama dua tahun berturut-turut sejak tahun 2019-2020 pengelolaan keuangan daera keluar dari disclemer dan menadapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tetapi pada tahun 2021-2022 pengelolaan keuangan daerah tidak profe­sional sehingga kembali ke disclemer.

Dijelaskan, pada saat evaluasi APBD pe­ru­bahan tahun anggaran 2021 ke Peme­rintah Provinsi Maluku dimana tim angga­ran tidak melibatkan badan anggaran DPRD dan tidak menindaklanjuti hasil evaluasi Gubernur serta tidak diserahkan hasil APBD perubahan tahun anggaran 2021 kepada DPRD oleh pemerintah daerah. Bahkan hingg saat ini pemerintah daerah belum penyerapan anggaran APBD tahun 2022  sehingga membuat ekonomi semakin terpuruk di daerah ini.

Menurutnya, dalam keputusan Guber­nur Maluku tentang evaluasi APBD murni dan APBD perubahan tahun 2021 LPJ Kabupaten tahun 2021 serta hasil laporan pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK RI tentang pemeriksaan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara dari neraca tertanggal 31 Desember 2021, dimana laporan keuangan Pemda SBB tahun anggaran 2021 pada 18 Mei 2022, dimana LPJ APBD tahun 2021 dalam pembahasan perhitungan ABPD 2021 melalui banggar maka terdapat selisih di postur anggaran perubahan dokumen APBD tahun 2021 yang dianggarkan dan ditetapkan dalam Perda APBD perubahan Rp. 1.025.794.027.039, ada perbedaan di dokumen penjabaran Bupati No. 15 a tahun 2021 tentang dukumen APBD peru­bahan sebesar Rp. 1,034.086.054.702, 00 selisih mengalami kenaikan sebesar Rp. 7.010.081.337,00 atau 0,67 persen.

Hal ini juga tergembar selisih di PAD sesuai dengan peraturan daerah ditetap­kan berdasarkan dukumen APBD peruba­han tahun 2021 sebesar Rp. 41.453.316. 000, sedangkan di dukumen perubahan APBD 2021 dalam dukumen penjabaran Bupati No. 15 a tahun 2021 sebesar Rp. 48.184.335. 283,00 selisi kenaikan se­besar Rp. 6.731.010.283,00 atau 16,24 persen. Sedangkan hasil pengelolaan lain-lain pendapatan daerah yang sah dite­tapkan Rp 27.384.566.000.00 me­ng­a­lami ke­nai­kan sebesar Rp.34.155.115. 585.283,00 selisih sebesar Rp. 6.731. 019.283,00 atau 24,58 persen.

“Selain itu ada selisih di belanja APBD, karena APBD kita sebesar 1.041.096. 136.039,00 selisih belanja sebesar Rp. 1.057.575.283,00, padahal APBD peru­bahan sebesar Rp. 1.025.794.027. 039, 00 mengalami kenaikan penjabaran Bu­pati No.15 a tahun 2021 tentang APBD se­hingga belanja menjadi Rp 1.093. 236. 172.328,00, artinya secara logika peng­anggaran belanja melebihi dari penda­patan APBD kita , maka barang tentu menja­di utang bagi keuangan daerah. Hal ini yang membingungkan kami dari Fraksi PDIP bahwa ukuran indikator mana yang mereka pakai, masakan pendapatan kecil belanja besar, ini kejahatan atau ketidak profesional dari pemda,” terangnya.

Hal yang sama dalam pendapat akhir Fraksi PKB yang dibacakan Taher Bin Ahmad mengatakan, LPJ Kabupaten pelak­sanaan APBD tahun anggaran 2021 dapat dijadikan sebagai bahan koreksi dan eva­luasi bagi pemda untuk melakukan peru­bahan, perbaikan dan penyempur­naan dalam manejemen pengelolaan ke­uangan daerah di tahun-tahun selanjutnya.

Dikatakan, dalam kesepakatan bersa­ma antara tim Banggar DPRD dan Tim ang­garan Pemerinah daerah, komisi-komisi dan organisasi perangkat daeraha (OPD) anggaran yang termuat dalam Perda APBD perubahan No. 3 tahun 2021 dengan postur anggaran PAD dalam Perbub penjabaran No. 15 a tahun 2021 dengan postur anggaran pendapat daerah, PAD, pen­dapatan yang sah dan pendapatan transfer. Selanjutnya dalam Perbub penjabaran No.15 a tahun 2021 tersebut tentang perubahan atas No.12 tahun 2021 terdapat selisih angka pada postur Perda APBD perubahan yang seharusnya terjadi tidak boleh terjadi karena terkesan sepihak, dengan kata lain TAPD tidak ber­koordinasi dengan lem­baga DPRD dalam hal ini Badan Anggaran. Dimana selisih angka yag dimaksudkan pada Perbub penjabaran No. 15 a penda­patan daerah.

Selain itu juga ungkap Bin Taher, dalam pendapatan deviden dari PT. Bank MalukuMalut yang sebelumnya dianggar­kan dalam APBD 2021 baik murni maupun perubahan sebesar Rp. 2.900.000.000,- namun berdasarkan Rapat Umum Pema­gang Saham (RUPS) pada taggal 6 april 2021 pendapatan deviden tahun buku 2020 sebesar Rp. 3.107.298.510,47 de­ngan demikian ada selisih Rp. 207. 298.510,47 yang  tidak dimasukan dalam pendapatan deviden yang berada pada postur  pendapatan lain-lain yang sah, atau seharusnya angka yang berubah pada postur APBD perubahan hanyalah selisih angka pada pendapatan deviden saja.

“Ironisnya lagi postur pendapatan lain-lain tidak berubah antara APBD perubahan dan Perbub penjabaran APBD perubahan, padahal sudah diperintahkan sesuai surat keputusan Gubernur untuk dimasukan dalam pendapatan daerah, dengan barang tentu juga harus berkoordinasi dengan lembaga DPRD,” terangnya.

Dietagskan, begitupun belanja terjadi ketidak samaan angka pada postur Perda APBD perubahan tahun anggaran 2021 dan Perbub penjabaran No. 15 a tahun 2021, artinya selisih angka yang ada pada Perda APBD dan Perbub penjabaran APBD perubahan sebesar Rp. 8.292.027.663,. Setelah dokompirmasi menuruttim ang­ga­ran pemerintah daerah ada pendapatan dana Kapitasi dan dana Sertifikasi yang masuk diakhir 2021, kalau ada dana yang masuk seharusnya TAPD wajib menyam­paikan secara resmi ke lembaga DPRD untuk sama-sama melakukan perubahan sesuai dengan aturan yag berlaku.

Tekait dengan daftar hutang pihak ketiga sesuai sesuai SK Bupati Nomor : 900-378 tahun 2022, ungkap Ketua Fraksi FKB, maka itu Fraksi FKB merek­omendasikan kepada pimpinan DPRD agar dibuat  Pansus untuk sama-sama melihat kebenarannnya baik itu kontrak maupun fisik pekrjaan, agar kiranya dalam meng­anggarkan ulang baik itu dalam APBD murni, mendahului perubahan maupun APBD perubahan sehingga terhindar dari hal-hal yang akan berdampak hukum.

Sedangkan dalam pandangan sama kata akhir Fraksi Partai Hanura yang dibacakan Rusli Sosal bahwa, dari hasil penulusuran Tim Anggaran Legeslatif terhadap dukumen pertanggungjawaban pelaksana APBD tahun 2021, dimana dukumen tersebut ditemukan satu program bermasalah yang dinilai tidak me­menuhi unsur kepatuhan terhadap pera­turan perundang-undangan. Program ter­sebut yakni pembangunan Riol di Desa Ru­makay dengan nilai kontrak sebesar Rp. 2.100.000.000,- status proyek terse­but dalam batang tubuh APBD murni tahun 2021, programnya tidak tergambar dan baru dimasukan dalam postur APBD perubahan.

Masalahnya adalah proses penetapan perubahan APBD dilakukan pada tanggal 30 September 2021, kata Sosal, semen­tara hasil evaluasi  pemerintah Provinsi Maluku terhadap perubahan APBD Kabupaten yang ditetapkan melalui surat SK Gubernur dikeluarkan pada tanggal 4 Oktober dan sebelum dokumen perubahan APBD tahun 2021 diundangkan pada tanggal 30 Oktober. Atas hal tersebut Proyek Riol dimaksud telah melewati finalisasi proses lelang sejak tanggal 7 Oktober 2021 Sosal tambahkan, se­dang­kan dari hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2021 ditemukan seba­nyak 22 permasalahan terkait lemahnya sistim pengendalian itern serta ketidak­patuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan hal ini yang menyebabkan hingga BPK tidak dapat memberikan penilaian atau disclemer Opinion atas laporan keuangan yang diperiksa.

“Bertolak dari berbagai masala yang kami uraikan, secara sadar Fraksi Hanura mengakui bahwa gagalnya pihak Ekse­kutif dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan pelaya­nan kepada masyarakat di Bumi Saka Mese Nusa, juga merupakan bagian dari kegagalan DPRD dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan,”  tuturnya.

Usai mendengar kata akhir fraksi atau pandangan dari 8 Fraksi yang ada di DPRD, Ketua DPRD SBB Abd. Rasyid Lisaholit dengan tegas meminta Sekretaris Dewan (Sekwan)  Djamalia Ohoiwuy untuk membacakan hasil keputusan.

Dalam hasil keputusan tersebut, dari 8 Fraksi yang menyampaikan pendapat terdapat 4 Fraksi yang tidak menerima LPJ APBD Kabupaten Tahun Anggaran 2021, sala satu Fraksi PDIP, PKB, Hanura dan Partai Demokrat. Sedangkan 4 Fraksi lain­nya Hanya Fraksi Gerindra yang menarima, dan Fraksi PAN tidak memberikan tang­gapan, untuk Nasdem dan Farksi Gabu­ngan KIS menerima dengan catatan. Atas keputusan bersama, dengan banyaknya Fraksi yang tidak menerima LPJ APBD Ka­bupaten tahun Anggaran 2021 ini, maka dukumen LPJ APBD 2021 resmi tidak ditan­da tangani serta tidak ditetapkan menjadi Perda oleh DPRD. (S-18)