DOBO, Siwalimanews – Sangat disayangkan, dua tahun pembangunan SDN 2 Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru hingga kini tidak pernah selesai.

Dari fakta lapangan, ditemukan pembangunan SDN 2 sejak tahun 2018 yang dikerjakan oleh Kontraktor Adi Bin Hatim dengan menggunakan bendera perusahan lain milik Salim Pere ini sudah dua tahun lamanya dan tidak pernah selesai.

Bahkan proyek ini sudah pernah sampai ditangan penyidik Polres Aru, namun pada akhirnya juga tidak ada kelanjutan penanganannya.

Dari pengambilan gambar beberapa hari kemarin terlihat, ada ruangan yang dalamnya sudah bagaikan lahan kebun, karena sudah ditumbuhi rumput maupun anak kayu.

Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Aru, J Apalem ketika dikonfirmasi terkait proyek ini dengan singkat mengatakan diharapkan bulan depan sudah bisa masuk.

Baca Juga: Danlantamal IX Tinjau Tim Selam Yonmarhanlan di Amahusu

“Kemarin alur jalan masuk sudah digusur dari muka RSU Cenderawasih Dobo,” katanya, kepada Siwalima, kemarin.

Sebelumnya diberitakan, terkuaknya kasus SD Negeri 2 Dobo ini, ketika Kepala BPKAD Aru, Jacob Ubyaan mengetahui adanya pemalsuan dokumen ketika pengusulan pencairan 80 persen yang di ajukan Kontraktor Adi Bin Hatim.

Ketika pengusulan (SPM) oleh kontraktor melalui Dinas Pendidikan Aru terbukti dokumen yang dilampirkan berupa doku­mentasi progres kerja menggu­nakan dokumentasi proyek di tempat lain dengan kondisi telah pemasang keramik, pemasa­ngan plafon, pemasangan koseng pintu dan jendela maupun plesteran, sementara kondisi riel di lapangan peker­jaan terhitung dengan material onside baru mencapai 38 per­-sen, sebagaimana dikemukakan konsultan pengawas, Jacky Hehareuw sebelumnya.

Bahkan ketika kita mengikuti kasus ini, sempat kepala BPKAD Aru, Jacob Ubyaan meminta dengan tegas agar pelaku pemalsuan agar diproses hukum, bahkan juga seluruh oknum yang terlibat dalam pekerjaan ini hingga terjadi pemalsual dokumen ini, telah diperiksa penyidik Polres, baik kontraktor Adi Bin Hatim, Konsultan Pengawasan Jacky Hehareuw, PPK Max Kalayukin serta sejumlah oknum dinas pendidikan lainnya, yakni Eduard Imblaba, Alexander Kufla dan lainnya.

Namun, pemeriksaan itu diduga hanya dijadikan sebagai kamuflase bagi masyarakat semata, karena hingga kini, kasusnya seakan tidak pernah ada. (S-25)