AMBON, Siwalimanews – Ternyata Komisi I DPRD Maluku sejak awal sudah menemukan ada­nya kejanggalan dalam peng­adaan mobil dinas kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku.

Saat melakukan fungsi pe­ng­awasannya ke Kantor Ba­dan Perwakilan Provinsi Malu­ku di Jakarta pada Maret 2021 yang lalu, menemukan belanja mobil dins Gubernur Maluku, Murad Ismail tidak melalui mekanisme lelang yang se­mes­tinya.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Alimuddin Kolatlena kepada Siwalima Selasa (4/5), menyayangkan sikap Gubernur Maluku yang tidak mau transparan kepada publik soal pengadaan mobil dinasnya.

“Komisi I DPRD Maluku pada awal Maret 2021 itu sudah melakukan pengawas­an ke Badan Perwakilan Ma­luku di Jakarta dan dari hasil pengawasan itu, kita temukan  memang jelas belanja mobil dinas gubernur itu tidak melalui mekanisme lelang melainkan hanya penunjukan dan diakui lang­sung oleh kepala perwakilan Malu­ku di Jakarta,” ungkap Kolatlena.

Menurutnya, langkah pengadaan tan­pa lelang jelas-jelas menyalahi ketentuan pengadaan barang dan jasa yang sudah diatur dalam Pera­tu­ran Presiden Nomor 16 Tahun 2018.

Baca Juga: LKPJ Gubernur Ditolak!

“Ini jelas cacat prosedur dan perbuatan melawan hukum. Belum lagi kalau satu diantanya adalah mobil bekas milik pribadi yang dibeli. Ini tidak etis,” tandas Kolatlena.

Perihal mobil bekas ini juga di­benarkan Kepala Badan Penghu­bung Provinsi Maluku, Saiful Indra Patta.

Menurutnya kendaraan yang  diperuntukan sebagai mobil dinas gubernur, merek Lexus, type LX-570, adalah barang bekas alias seken.

“Tetapi saya pastikan tidak benar satu unit merek Lexus itu milik Gubernur, itu tidak benar,” jelas Patta kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (26/4).

Sumber Siwalima di Kantor Ba­dan Penghubung Provinsi mengata­kan, pasca jadi viral dan diberitakan media, Patta sangat ketakutan.

“Dia ketakutan karena sedari awal dia menduga hal ini akan jadi ma­salah,” kata sumber itu kepada Siwalima, Selasa (27/4) lalu.

Menurut sumber itu, seluruh pe­gawai yang ditugaskan untuk me­ngu­rus proyek tersebut, sudah me­yakini suatu saat pasti akan ada masalah, karena banyak aturan yang ditabrak.”Bahkan untuk mengambil honor saja, mereka tak berani,” tambahnya.

Cacat Prosedur

Sebelumnya, ahli hukum penga­daan barang dan jasa pemerintah Fakultas Hukum Unpatti, Merry Tjoanda mengatakan, dalam teori hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka bisa dikatakan Pemprov Maluku telah melakukan kesalahan secara prosedural karena pengadaan mobil dinas Gubernur Maluku tidak melalui proses tender.

“Ada tiga jenis kesalahan dalam pengadaan barang dan jasa yaitu, kesalahan prosedur, kesalahan sub­stansi dan persoalan kewenangan. Tetapi dalam kasus ini Pemerintah Provinsi Maluku telah melakukan kesalahan prosedur,” jelas Tjoeanda kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (28/4).

Tjoanda yang baru saja diteguh­kan jadi guru besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unpatti ini meng­ungkapkan, jika kesalahan prosedur telah dilakukan Pemprov Maluku, maka harus pula dapat bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada publik.

Ditegaskan, dalam prakteknya jika telah terjadi kesalahan prosedur, maka dapat dilakukan proses tender kembali, tetapi jika pengadaan telah dilakukan maka hal itu telah menjadi persoalan hukum yang tentunya berdampak hukum.

“Ini masalah hukum dari sisi hukum administrasi, karena sebetul­nya harus melalui  proses tender tapi mereka tidak melalui prosedur tender,” cetusnya.

Penunjukan Langsung

Seperti dilansir di www.lpse.ma­lu­kuprov. go.id, seluruh pekerjaan dimaksud, dilakukan melalui meka­nisme penunjukan langsung, alias tanpa tender sama sekali.

Dimana tiga mobil dilaksanakan oleh PT Arma Daya Karya Kons­truksi, yang beralamat di Jalan Lumba Lumba, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur. Perusahaan ini diketahui bergerak di bidang jasa konstruksi.

Sedangkan pengadaan Mobil Jabatan Gubernur di Jakarta, senilai Rp. 2,5 Miliar, dilakukan langsung oleh agen resmi merk Marcedes Benz, PT Suri Motor Indonesia, yang beralamat di Jalan TB Simatu­pang, Jakarta Selatan.

Padahal, sesuai Peraturan Presi­den Nomor 16 Tahun 2018, penga­daan yang nilainya di atas Rp. 200 juta, semestinya dilakukan melalui pelelangan umum, bukan penun­jukan langsung seperti yang dilakukan Pemprov Maluku.

Pada Pasal 38 Perpres tersebut dijelaskan bahwa: Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Kons­truksi/Jasa Lainnya terdiri atas:

  1. E-purchasing;
  2. Pengadaan Langsung;
  3. Penunjukan Langsung;
  4. Tender Cepat;
  5. Tender.

E-purchasing sebagaimana di­maksud pada ayat (1) huruf a) di­laksanakan untuk Barang/Peker­jaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.

Pengadaan Langsung sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) huruf b) dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lain­nya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Penunjukan Langsung sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) huruf c) dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lain­nya dalam keadaan tertentu.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menegaskan, seluruh proses tender sudah menyalahi aturan, karena tidak dilakukan melalui me­kanisme lelang terbuka, tapi melalui penunjukan langsung.

Kepada Siwalima melalui tele­pon seluler Selasa (27/4), Saiman men­jelaskan, pengadaan mobil di­nas boleh dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung, asalkan me­ngikuti E-katolog LKPP, dimana pembeliannya harus pada dealer mobil atau agen mobil dan bukan melibat perusahaan jasa konstruksi.

“Pengadaan mobil boleh dengan pembelian langsung dengan meng­ikuti ekatalog yang LKPP. Artinya membeli langsung dari dealer atau agen yang ada di Maluku, kalau bu­kan itu berarti nggak boleh, apalagi ini perusahaan kontruksi. Ini tidak boleh lagi, tidak ada pengalaman,” tegas Saiman.

Pembatasan CC

Sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 311/KM.6/2015, Tahun 2015 tentang Modul Perenca­naan Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jaba­tan Di Dalam Negeri, mengatur tentang besaran CC mesin mobil.

Menurut SK tersebut, untuk jabatan setingkat menteri, yang me­nggunakan kendaraan sedan diba­tasi hanya sebesar 3.500 CC/6 cilinder.

Hal yang sama juga berlaku untuk kendaraan jenis SUV. Namun pada kenyataannya, Lexus LX-570, yang ditunggangi Murad, diketahui meng­gunakan mesin bertenaga besar, yaitu 5.700 CC, yang bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut.

Berhenti Langganan

Pernah sesumbar kalau tidak anti kritik, tapi Gubernur Maluku, Murad Ismail justru menghentikan semua langganan Siwalima di instansi bahkan BUMD milik Pemerintah Provinsi Maluku.

Kuat dugaan sikap tak ksatria itu dilatarbelakangi pemberitaan Siwa­lima tentang mobil dinas yang menyerempat namanya.

Sikap arogansi Murad memper­tontonkan rezim Orde Baru yang ingin mematikan karya-karya pers.

Mantan Ketua Persatuan Warta­wan Indonesia Maluku, MAH Taha­pary mengecam keras sikap arogansi Gubernur Murad Ismail.

Tahapary tidak menyangka peja­bat publik selevel gubernur di era transparansi seperti ini masih menggunakan cara-cara yang tidak elok untuk mengekang pers.

“Menghentikan langganan di kantor gubernur hingga ke instansi pemerintah lain bahkan BUMD milik pemprov akibat intervensi seorang gubernur lantaran dikritik pers itu menunjukan arogansi yang tidak ter­nilai. Saya heran, di era keterbukaan seperti ini kok ada pejabat publik yang sampai segitu. Tidak pantas itu,” tandas Tahapary kepada Siwa­lima di Ambon Selasa (4/5).

Menurut Tahapry, menghentikan langganan koran akibat pemberitaan media yang bersangkutan menunju­kan pejabat publik tersebut bersifat kekanak kanakan.

Pejabat tersebut kata Tahapary bu­tuh advis dari bagian humas­nya. ”Kan Kantor Gubernur itu ada Biro Humas. Fungsi Biro itu untuk apa. Harusnya Biro Humas ini berperan memberikan advis yang baik kepada sang gubernur. Ini bahaya. Meng­hentikan langgganan Siwalima hari ini, bisa saja besok giliran media lainnya. Tidak elok itu. Saya tidak suka mendengar pejabat publik seperti ini,” tegas  Tahapary.

Wartawan senior  ini bahkan menyayangkan kebijankan guber­nur yang tidak berpihak kepada rakyatnya.

Menurut Tahapary, gubernur harusnya jujur, keberhasilan dirinya dalam menjalankan roda pemerin­tahan bahkan dapat dibilang saat menjabat Kapolda hingga menca­lonkan diri sebagai gubernur pers termasuk Siwalima punya peranan penting mendongkrak yang ber­sangkutan.

“Kalau boleh gubernur itu jujur pers selama ini termasuk Siwalima sudah banyak berbuat untuk men­dongkrak namanya jauh sebelum jadi gubernur. Bahkan kalau boleh jujur, saat dicalonkan diri maju se­bagai gubernur pers termasuk Siwa­lima adalah media yang turut serta mendongkrak namanya. Kan meng­kritik dan mengawasi kinerja itu hal biasa. Tapi kalau pejabat tidak terima kritikan itu bahaya,” ujar Tahapary.

Karenanya, ia menghimbau kepa­da Gubernur Maluku jangan memo­tong kehidupan pers, sebab dari langganan dan iklan disitulah pers hidup.

“Toh yang membayar langganan itu bukan dibayar menggunakan dana pribadi tapi itu menggunakan APBD. Itu uang rakyat. Jadi saya mau bilang jangan sekali kali memotong kehidupan pers. Biro Humas jangan hanya nonton dan melihat sikap gubernur seperti ini,” sarannya.

Dihubungi terpisah, mantan Ke­tua PWI lainnya, Max Aponno mengatakan selaku pejabat publik apa yang dilakukan oleh Gubernur Maluku tidak dapat dibenarkan.

“Ini sudah salah, selaku pejabat publik mestinya tidak melakukan hal itu,” ujar Apono kepada Siwalima, Selasa (4/5).

Menurutnya, selama ini Siwa­lima telah memberikan banyak in­formasi kepada masyarakat terma­suk Gubernur sehingga secara tidak langsung Siwalima telah memberi­kan kontribusi untuk membangun daerah. Selain itu ujarnya, anggaran yang dikeluarkan untuk membayar langganan Siwalima merupakan uang daerah sehingga tidak elok gubernur melakukan hal demikian.

“Tolonglah pak Gubernur mela­kukan tindakan sesuai dengan perkataan kalau katakan bisa dikritik mesti lakukan itu,” tegas Aponno.

Wartawan senior yang juga eks anggota DPRD Maluku Friets Ker­lely juga mengecam keras langkah Gubernur Maluku menghentikan langganan Harian Siwalima.

“Prinsipnya, yang dilansir Siwa­lima ke publik itu sebenarnya kontrol sosial yang sangat ideal. Tapi lalu kemudian penguasa menggunakan celah untuk mengekang pers itu sangat disesalkan,” kata Kerlely.

Ia mengatakan, dalam negara ber­demokrasi, pengekangan terhadap pers adalah sebuah cara atau ke­kua­saan yang mempertontonkan ketidak­pahaman terhadap kebeba­san pers.

Kekuasaan tambahnya, butuh kontrol sosial agar tidak disalahgu­nakan (abuse of power).

“Ini lngkah kita selaku masya­rakat pers di Maluku untuk meng­awal proses kebebasan pers. Insan pers berkomentar itu dalam rangka kebebasan pers yang dilandasi dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 itu. Jadi kalau mengekang pers itu namanya sewenang-wenang terha­dap kebebasan pers. Dan itu abuse of power. Saya minta teman-teman pers di Ambon yang lain harus mem­berikan dorongan yang gencar. Siwalima jangan kendor. Karena ka­lau kendor itu sama artinya dengan mematikan kreatifitas dan kebeba­san pers  di Indonesia. Jangan takut kalau ditekan oleh kekuasaan. Kalau reaksi itu ada akan terjadi bukan ha­nya di Maluku, atau Indonesia tapi dunia akan kecam,” sebut Kirlely.

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Maluku, Dino Uma­huk juga menyayangkan penghen­tian langganan Siwalima di sejum­lah kantor dan badan serta BUMD milik Pemprov Maluku,  yang diduga atas perintah Murad Ismail.

“Intinya sebagai pemimpin ha­rusnya pak gubernur melakukan koreksi terhadap dirinya. Apalagi kemarin baru saja kita rayakan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Tidak layak seorang pemimpin bersikap otoriter yang bertujuan untuk membungkam media apalagi ada upaya untuk mengkriminalisasi media hingga menghentikan langga­nan. Zaman itu sudah lewat ini bukan zaman orde baru yang segala se­suatu itu dikontrol,’ jelas Umahuk.

Pers selaku pilar keempat demo­krasi, harus ditempatkan pada posisi yang sama dalam rangka memba­ngun dan memajukan Maluku ke­depannya.

“Harusnya pak Murad sebagai pemimpin sipil mendorong tumbuh­nya penguatan terhgadap pers di daerah. Beliau kan gubernur bukan kapolda. Bukan Dankorp Brimob. Harusnya sadar diri dan menem­patkan diri bahwa saya pemimpin sipil yang dipilih oleh rakyat bukan komandan Brimob yang ditunjuk dan dipilih oleh komandan terti­ngginya,” pungkas Umahuk.

Anggota DPRD Provinsi Maluku, Alimuddin Kolatlena mengatakan Gubernur jangan pertontonkan arogansi kekuasaan kepada rakyat.

“Sedikit-sedikit main lapor rakyat sendiri. Apalagi yang dilaporkan ada­lah pers. Ada hak jawab yang itu harus dipakai gubernur untuk menjawab atau mengklarifikasi pemberitaan beberapa media terkait belanja mobil dinas gubernur dan wakil gubernur dengan APBD tahun 2020. Bukan ancam melapor,” ujar Alimudin.

Menurutnya, polemik laporan belum selesai kini Gubernur kembali membuat polemik dengan memutus­kan langganan pada beberapa ins­tansi pemerintah. Tindakan tersebut tandasnya, sangat etis dan tidak dapat dibenarkan.

Dikatakan, apa yang diberitakan media Siwalima merupakan fakta dan bukan fitnah atau hoaks.

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Pe­rindo Amanat Berkarya, Jantje We­nno sangat menyayangkan sikap Gu­bernur Maluku yang telah memu­tus­kan langganan Siwalima dengan Pem­prov Maluku dan beberapa ins­tansi. “Kami sangat menyayangkan sikap Pak Gubernur seperti itu,” ujar Wenno.

Menurutnya, sikap yang dilaku­kan oleh Gubernur Maluku tidak akan bisa mematikan pers, apalagi di zaman orde baru saja tidak mampu untuk bisa membunuh pers.

“Menghentikan langganan Siwa­lima, bukan langkah yang bijak, ka­rena media merupakan pilar demo­krasi di negara ini, apalagi pers itu salah satu pilar demokrasi di dunia kalau langkah itu bukan sebuah pendidikan politik dan sudah terbukti rezim tidak mampu untuk membunuh pers hanya dengan memutus langganan,” tegas­nya.

Untuk diketahui, Pemprov Maluku melalui Beny Siahaya menghubungi Siwalima pekan kemarin dan mengatakan tidak lagi melanjutkan langganan koran dengan alasan efisiensi anggaran.

Hal itu juga disampaikan perwa­kilan Bank Maluku, Edwin, kalau bank milik pemprov itu tak lagi melanjutkan langganan koran dengan alasan efi­siensi anggaran. (S-32/S-50)