AMBON, Siwalimanews –  Komisi II DPRD Pro­vinsi Maluku menge­cam tumpahan limbah BBM dari kapal milik Pertamina yang mela­kukan aktivitas di per­airan Hative Besar, Ke­camatan Teluk Ambon, Kota Ambon.

Komisi II akan mema­nggil Pertamina guna pertanggungjawaban penumpahan BBM di Hative Besar.

Demikian diungkap­kan, anggota Komisi II DPRD Provinsi Malu­ku, Aziz Hentihu kepada Siwalima, Senin (241/) me­respon keluhan masyarakat Hative Besar.

Menurutnya, aktivitas Ka­pal Pertamina yang diduga mencemari pesisir Laut Hative Besar harus dapat diperta­nggung jawabkan, sebab kejadian ini mengganggu dan mengancam eksistensi dan ekosistem laut baik biota laut maupun habitat lainya.

“Memang pihak Pertamina mesti dipanggil untuk dimintai pertang­gungjawaban, tapi kebetulan Komisi II sedang melakukan kegiatan di Jakarta maka nanti setelah kembali kita akan secepatnya memanggil pihak Pertamina,” ujar Hentihu.

Baca Juga: Ritiauw Tinjau Wilayah Perbatasan MBD -Timur Leste

Kendati begitu, Hentihu memin­takan pihak Pertamina untuk sece­patnya atasi permasalahan ini sehi­ngga tidak mengancam ekosistem laut khususnya di pesisir pantai Hative Besar.

Menurutnya, jika tidak ada yang bertanggungjawab dengan kejadian tumpahan BBM  ini, maka ini diang­gap sebagai salah satu keja­hatan lingkungan yang mestinya dituntas­kan dengan jalur hukum.

Katanya, setiap aktivitas yang ber­kaitan dengan bongkar muat BBM pada wilayah laut di ling­ku­ngan perairan manapun mestinya dikenalikan oleh Pertamina, karena Per­tamina memiliki Standar Opera­sional Prosedur yang harus diper­hatikan. “Kalau sampai kejadian ini terjadi maka pasti ada pihak yang lalai, tetapi yang paling bertanggung jawab adalah Pertamina,” tegasnya

Hal yang sama juga diungkapkan, anggota DPRD Provinsi Maluku, dapil Kota Ambon Rovik Akbar Afifuddin. Dia  mengecam keras peristiwa tumpahan BBM yang berulang kali terjadi di perairan Hative Besar.

“Kalau memang benar, tumpahan minyak ini sering terjadi, maka kita mengecam keras peristiwa ini, karena sangat merugikan masyarakat setempat,” ujar Afifuddin saat diwawancarai Siwalima di Kantor DPRD Kota Ambon, Senin (24/1).

Peristiwa seperti ini, lanjutnya,  sebenarnya tidak boleh terjadi karena akan merugikan masyarakat maupun lingkungan serta biota laut, apalagi daerah pesisir pantai Hative Besar merupakan daerah mangrove yang mestinya dilindungi.

Jika kejadian ini sering terjadi, lanjutnya, maka ini harus dipertanyakan sejauhmana pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Maluku terhadap permasalahan seperti ini, sebab pihak dinas semestinya mengawasi setiap aktivitas yang bersentuhan langsung dengan lingkungan.

“Kan ada pengawasan dinas mestinya itu diawasi oleh dinas, dan tidak boleh membiarkannya, karena akan berdampak langsung bagi masyarakat,” tandasnya.

Dinas Lingkungan Hidup kata Afifuddin, seharusnya memanggil pihak Pertamina dan meminta klarifikasi terhadap kejadian ini, artinya dinas tidak boleh tinggal diam dengan persolaan ini.

Afifuddin meminta Komisi II DPRD Maluku untuk segera memanggil pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamina untuk meminta penjelasan terkait dengan persoalan tersebut.

Berpotensi Mati

Ahli Lingkungan dari Universitas Pattimura, Netty Siahaya mengatakan, akibat yang timbul dari pencemaran di perairan Hative Besar Kecamatan Teluk Ambon, biota laut di perairan tersebut mati.

Kalau pencemaran minyak itu dilihat dari berbagai aspek yakni kimia biologi dan fisika. Jadi  secara kimia, bilogi dan fisika itu karena minyak   dari senyawa-senyawa hidrokarbon, Tapi tumpahan BBM di perairan Hative Besar, itu lebih banyak mengarah kepada kimia. Akibatnya biota laut semua akan mati,” tegas Siahaya kepada Siwalima, Senin (24/1).

Dijelaskan, pencemaran laut akibat tumpahan BBM bisa berjangka pendek, sesaat dan jangka panjang.

“Jangka pendek dari sisi Kimia, molekul hidrokarbon bisa menyebabkan cairan  sel menjadi terserap. Cairan sel yang terserap itu untuk ikan akan berbau atau terumbu karang dan siput bisa menyerap cairan pada minyak itu,” jelasnya.

Menurut Siahaya, akibat yang lebih besar dari penumpahan BBM ke laut juga, mutu ikan jadi menurun atau kualitas biota laut yang ada di sekitarnya juga menjadi menurun.

“Dampak langsung menyebabkan kematian ikan karena kekurangan oksigen akibat minyak  menutupi permukaan laut, sehingga tidak ada lagi oksigen yang bisa masuk, karena minyak  yang ada di permukaan air laut itu menutupi, sehingga oksigen yang berasal dari udara  tidak bisa masuk. Kematian ikan akan terjadi karena kekurangan oksigen,” katanya.

Dijelaskan, akibat lain yang timbul yakni akumulasi hidrokarbon yang ada di dalam minyak, dimana  karbon yang kandungannya sangat tinggi, menyebabkan akumulasi terserap di dalam organisme baik ikan maupun organisme yang ada di sekitar perairan peesiisir Hative Besar.

“Apalagi di Hative Besar itu paling banyak ada terumnbu karang. Terumbu karang itu merupakan tempar rumah ikan. Ada lamun, ada mangrove itu tempat rumah ikan. Kalau dia tercemar dan bauh, itu kan secara fisik akan berbauh, tidak  ada lagi ikan mau masuk jadikan tempat tersebut rumahnya,” beber Siahaya.

Disisi lain, masih kata Siahaya, dampak pencemaran yang berakibat fatal berupa dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar.  Dimana nelayan yang selama ini mengambil ikan di sekitar itu tidak ada lagi, tempat ambil ikan mengais rezeki. Hilang mata pencarian nelayan Hative besar.

Tutup Mata

Dinas Lingkungan Hidup (DLHP) Provinsi Maluku sampai saat ini tutup mata dari insiden penumpahan limbah BBM dari kapal milik Pertamina yang melakukan aktivitas di perairan Hative Besar.

Badan Saniri Negeri Hative Besar sangat menyayangkan DLHP yang seolah menyepelehkan penumpahan BBM di petuanat laut Hative Besar itu. Dalam rilisnya kepada Siwalima Sabtu (22/1), Badan Saniri Negeri Hative Besar, Heppy Leunard Lelapary mengecam keras sikap acuh tak acuh dinas yng dipimpin Rooy Siauta tersebut.

“Pada saat pengambilan sampel oleh pihak DLH, saat itu, tidak pada kondisi tumpahan minyak yang hitam pekat seperti berdasarkan objek foto maupun video.  Bagi kami Badan Saniri Negeri Hative Besar, kami berkepentingan mengamankan seluruh wilayah lingkungan laut petuanan adat kami dari potensi pencemaran lingkungan dalam bentuk apapun,” tandas Lelapary..

Menurutnya, kesigapan Dinas LHP  Maluku patut diapresiasikan, tetapi kesigapan itu tetap  harus diikuti dengan goodwill yang baik untuk menjaga  ekosistem  perairan dari potensi-potensi pencemaran,” katanya.

Pertanggungjawaban mutlak dalam UU 32 tahun 2009 pasal 88 harus di kedepankan oleh pemerintah sebagai regulator dalam penegakan hukum, terkait dugaan-dugaan potensi pencemaran yang dilakukan oleh setiap badan usaha termasuk  Pertamina.

“Dalam pandangan kami penjelasan Kepala Dinas Lingkungan Hidup bahwa sampel sudah diambil untuk diuji tidak komprehensif dan jauh dari nilai-nilai ilmiah jika merujuk pada PP 22 tahun 2021,” ujarnya

Dikatakan, Pemerintah Negeri Hative Besar punya beberapa catatan  penting yaitu:Kadis tidak menjelaskan parameter apa yang dipakai untuk mengukur baku mutu air laut untuk biota. Jika menilik lampiran VIII PP 22/2021 maka ada 38 parameter yang meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi. Hasil uji mutu air 0,8 ini untuk parameter apa? Sementara untuk parameter fisik yang secara kasat mata kita bisa duga yaitu parameter kebauan saja sudahj jelas-jelas berbau minyak solar dari standar parameter tidak berbau atau alami. Lapor DPRD Maluku

Lelapary menyatakan, secara kelembagaan Pemerintah Negeri Hative Besar telah menyurat resmi kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku terkait prihal kasus tumpahan minyak di wilayah laut Negeri Hative Besar . termasuk ke DPRD Maluku.

Sementara itu, Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Syauta yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (24/1) namun tidak bisa diganggu karena masih rapat dari pagi sampai malam.

“Saya masih rapat ini,” ujarnya singkat.

Sedangkan Unit Manager Communication Relations dan CSR Pertamina Regional Papua Maluku, Edi Mangun ketika dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (24/1) mengungkapkan, tumpahan minyak saat ini sudah diperiksa Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku.

“Sebaiknya dari Dinas Lingkungan Hidup yang memberikan kementerian terkait hal tersebut, kami tidak bisa berkomentar mendahulu DLHP,” katanya. (S-50/S-32/S-51)