AMBON, Siwalimanews – DPRD meminta Gugus Tugas Covid-19 Maluku untuk berhenti saling menyalahkan soal intensif tenaga kesehatan di RSUD dr. M Haulussy yang belum dibayar.

Sebaiknya Kepala Dinas Kese­hatan, Meikyal Pontoh dan Plt. Di­rektur RSUD dr. M Haulussy, Ritha Tahitu berkoordinasi agar intensif tenaga kesehatan (nakes) segera dibayar. Saling menyalahkan, tak akan menyelesaikan masalah.

“Dalam kondisi ini, tidak boleh dua instansi pemerintah ini saling menyalahkan,” tandas Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Pro­vinsi Maluku, Hatta Hehanussa kepada Siwalima, Rabu (23/9).

Hehanussa meminta Pontoh dan Tahitu stop saling menyalah­kan, karena tidak akan menyele­saikan masalah.

“Harus dihentikan, jangan ma­sing-masing salahkan sana sini, sikap ini harus dihentikan ka­rena tidak menyelesaikan masalah,” tegasnya.

Baca Juga: Latuheru Klaim Covid tak Menjadikan Masyarakat Mati Lapar

Ia mengkritik Dinas Kesehatan yang hanya suka ngomong, tetapi tak proaktif untuk melakukan koor­dinasi.

“Kalau memang menurut direktur sudah diusulkan sementara menu­rut Kadis Kesehatan itu belum dilengkapi berarti ini ada persoalan komunikasi yang tidak jalan,” ujarnya.

Lanjutnya, jika masing-masing mempertahankan ego, maka su­sah untuk menyelesaikan masa­lah. Yang menjadi korban nakes.

“Tenaga kesehatan merupakan garda terdepan yang seharusnya menjadi prioritas dari pemerintah untuk segera menyelesaikan hak-hak mereka,” tandasnya.

Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Maluku, Turaya Samal mengata­kan, intensif nakes merupakan hak yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah. Saling menya­lahkan antara Dinas Kesehatan dan pimpinan RSUD dr. M Hau­lussy merupakan salah satu bentuk komunikasi yang tidak baik dalam penanganan Covid-19.

Kata Samal, jika hal ini terus ber­langsung maka akan menjadi pre­seden buruk dalam penanganan Covid-19, dan akan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap gugu tugas.

Samal yang juga anggota tim pengawas penanganan Covid-19 akan meminta kepada ketua tim untuk segera memanggil Kadinkes dan Direktur RSUD Haulussy.

Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu mengatakan, jika keter­lambatan pembayaran insentif pada bulan pertama, maka dapat diterima, karena mungkin reaksi kepanikan terhadap kemunculan pandemi Covid-19 yang meng­gem­parkan dan sangat sulit untuk dideteksi keberadaannya.

“Kalau bulan pertama salah koordinasi dapat diterima karena bentuk kepanikan,” ujarnya.

Tetapi jika sampai dengan enam bulan pembayaran  intensif nakes belum beres, kata Koritelu, patut dipertanyakan.

“Bayangkan kalau mereka  yang ada di garda terdepan, kemudian hak-hak tidak dipenuhi,” ujarnya.

Dikatakan, masyarakat sedang menunggu kinerja dari setiap pelayanan publik. Karena itu, sikap saling menyerang dan saling menyalahkan adalah bagian dari masa lalu yang harus segera ditinggalkan.

Koritelu meminta kedua instansi untuk berkoordinasi agar intensif nakes segera mendapatkan hak mereka.

Ngaku Panggil

Sekda Maluku, Kasrul Selang mengaku telah memanggil Direk­tur RSUD dr. M. Haulussy, Ritha Ta­hitu dan menegurnya, dan mem­pertanyakan mengapa usulan pembayaran insentif nakes bulan Maret-Agustus belum beres.

“Jadi saya sudah panggil dan tegur Dirut RSUD, kenapa insentif belum tenaga kesehatan belum diurus,” kata Kasrul.

Kasrul mengatakan, dirinya su­dah meminta Direktur RSUD se­gera membereskan klaim ke Dinas Kesehatan.

“Saya minta semuanya diusul­kan untuk dicairkan insentif mulai dari awal sampai sekarang dan ibu Ritha, bilang sedang proses untuk diusulkan,” terang Kasrul.

Mantan Asisten III Bidang Per­ekonomian dan Pembangunan me­ngaku, pihak RSUD dr. M Hau­lussy tidak terbuka terkait dengan kendala yang dihadapi selama ini.

“Saya marah, kenapa tidak pernah bilang ke kita, kalau ada kendala, tapi ibu Ritha janji se­muanya akan diusulkan,” kata Kasrul.

Sementara Tahitu yang coba dihendak ditemui di kantornya, menolak untuk diwawancarai, dengan alasan sedang sibuk.

“Maaf mau wawancara soal apa, insentif tenaga medis, oh ibu sedang rapat, tidak bisa diganggu,” kata salah satu staf di bagian informasi RSUD dr. M Haulussy kepada Siwalima, Rabu (23/9).

Staf yang enggan menyebutkan namanya ini mengaku, ia sudah diwanti-wanti oleh bosnya agar, kalau ada wartawan yang cari, sampaikan dirinya lagi rapat.

“Saya diberi pesan kalau ada yang cari, bilang ibu sedang rapat tidak bisa diganggu,” tandasnya.

Kerja Gustu Kacau

Seperti diberitakan, pantas saja kerja Gugus Tugas Covid-19 kacau balau. Internal saling menyalahkan soal intensif tenaga kesehatan RSUD dr. M Haulussy yang belum dibayar.

Selama enam bulan tenaga ke­sehatan yang menangani pasien Covid-19 belum menerima inten­sif. Bulan Maret hingga Agustus 2020.

Besarannya bervariasi, Rp 3.750.000 hingga Rp 7.500.00 sesuai dengan jumlah hari kerja. Maksimal 15 hari dalam sebulan. Jumlah tenaga kesehatan di RSUD dr. M Haulussy yang berhak menerima insentif sebanyak 58 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Malu­ku, Meikyal Pontoh yang dikonfir­masi wartawan menyalahkan Plt. Direktur RSUD dr. M Haulussy, Ritha Tahitu karena baru mengu­sulkan pembayaran bulan Maret.

“Mereka (RSUD Haulussy-red) baru usul pembayaran insentif bu­lan Maret ke kita itu juga masih verifikasi  data, sehingga belum kita cairkan,” tandas Pontoh kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Sabtu (19/9).

Pontoh mengatakan, tenaga ke­se­hatan berhak menerima intensif. Tetapi tergantung dari pengusulan pimpinan RSUD dr. M Haulussy.

“Tergantung pengajuan, kalau sudah ajukan klaim pasti diba­yarkan, RSUD Haulussy baru ajukan1 bulan, dan itu belum kita bayar, karena berkas masih bolak balik untuk diverifikasi,” tegasnya.

Akibat administrasi yang tak beres, kata Pontoh, membuat tim verifikasi belum menyetujui untuk pencairan insentif tenaga kese­hatan RSUD dr. M Haulussy.

“Tanya ke mereka, kenapa selalu bolak-balik berkas,” ujar Pontoh, dengan nada tinggi.

Pontoh mengatakan, intensif tenaga kesehatan yang mena­ngani pasien Covid-19 di  balai diklat sudah dibayar tiga bulan. Sementara administrasi tenaga kesehatan RSUD dr. M Haulussy bulan Maret belum beres. Lalu bagaimana mau dibayar.

“Di balai diklat sudah kita cair­kan bulan Maret, April dan Mei, sedangkan RSUD Haulussy untuk bulan Maret saja administrasi belum lengkap, sehingga belum bisa cair,” tandasnya.

Pernyataan Meikyal Pontoh berbeda dengan penjelasan Plt Direktur RSUD dr. M. Haulussy, Ritha Tahitu.

Tahitu mengaku, pembayaran intensif tiga bulan tenaga kese­hatan sudah diusulkan ke Dinas Kesehatan Maluku.

“Kita belum bayar insentif tenaga medis sejak bulan Maret, April dan Mei. Masih verifikasi, jadi nanti dibayarkan,” kata Tahitu, saat dihubungi Siwalima, Senin (6/7) melalui telepon selulernya.

Tahitu yang hendak ditemui, Selasa (22/9) untuk mengkon­firmasikan pernyataan Meikyal Pontoh melalui salah seorang stafnya mengatakan, tidak ingin diganggu.

“Ibu lagi sibuk, belum menerima wartawan karena situasi pan­demi,” kata staf itu.

Bagian humas juga tak mau memberikan keterangan, dengan alasan yang sama dengan Tahitu. “Humas juga lagi sibuk tidak bisa diwawancarai,” kata staf itu lagi.

Tahitu yang dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya, namun ia enggan mengangkat. (Cr-2/S-39)