AMBON, Siwalimanews –  DPRD  Provinsi Maluku melalu Tim Pengawasan Penanganan Covid-19 menggelar rapat kerja bersama empat direktur rumah sakit swasta non rujukan covid yang ada di Kota Ambon, Senin (8/6).

Rapat ini dilaksanakan dalam rangka membahas adanya laporan masyarakat tentang rumah sakit yang tidak mau menerima pasien umum khususnya ibu hamil.

Rapat berlangsung di ruang sidang utama Baileo Karang Panjang Ambon, dipimpin Ketua DPRD Lucky Wattimury didampingi dua wakil ketua masing-masing Melkias Saerdekut dan Aziz Sangkala itu, menghadirkan empat direktur rumah sakit swasta yakni, RS Bhakti Rahayu, RS Sumber Hidup, RS Al-Fatah dan RS Hative Kecil.

Dalam rapat tersebut, Direktur Rumah Sakit Bhakti Rahayu dr Maytha Persik mengaku, pihaknya tidak pernah melakukan penolakan terhadap pasien satu pun yang datang kepada mereka.

“Kami tidak pernah menolak pasien satu pun,” tegasnya.

Baca Juga: Kalangan Praktisi dan Akademisi Nilai Jaksa Keliru

Menurutnya, jika rumah sakit ditutup, itu hanya untuk kepentingan sterilisasi dengan menggunakan disinfektan pada ruang instalasi selama dua jam dan ditambah lagi dengan fasilitas yang penuh, maka diarahakan ke rumah sakit yang lain.

Sementara, Direktur RS Sumber Hidup dr Heny Tipka menjelaskan, terkait dengan salah satu pasien anak yang diberitakan ditolak dikarenakan pada saat itu, orang tua anak hanya bertanya kepada Satpam terkait dengan UGD yang tutup.

“Kalau soal pasien anak, yang saya ketahui orang tuanya waktu datang ke rumah sakit dan bertanya kepada Satpam apakah UGD buka atau tidak,” ungkap Tipka.

Diakui memang beberapa waktu lalu RS Sumber Hidup tidak menerima pasien sebab, ada pasein yang berdasarkan rapid test reaktif meninggal, sehingga harus ditutup untuk proses disinfektan.

Sementara itu terkait dengan ibu hamil yang tidak dapat pelayanan itu karena fasilitas ruangan penuh sehingga ditangguhkan ke RS lain dan sesuai dengan hasil pemeriksaan awal yang menyatakan tanggal untuk bersalin belum tiba.

“Kami bukan tolak tapi ditangguhkan karena fasilitas,” ujarnya.

Senada dengan itu, Direktur RS Al-Fatah dr Andy Tasrof mengungkapkan, pihaknya setiap hari mendapatkan pasien PDP yang mengakibatkan fasilitas terbatas, sehingga ketika ada pasien non covid-19 masuk tidak dapat digabung dengan pasien PDP.

“Kami keterbatasan ruang isolasi akibat waktu yang bervariasi dengan pasien PDP,” tuturnya.

Sementara itu, pihak manajemen RS Hative Kecil yang diwakili oleh Yoki Stefanus menjelaskan, sejak awal mereka telah memposisikan RS ini untuk melayani pasien non covid-19, dikarenakan sumber daya yang dimiliki tidak memungkinkan melayani pasien covid.

“Karena RS ini bersifat spesialistik, maka pelayanan yang diberikan tergantung dengan keberadaan dokter spesialis, akibatnya selama bulan April dan Mei pihaknya tidak melayani pasien kebidanan,” tuturnya.

Menurutnya, penghentian pelayanan kebidanan dimaksud karena dokter spesialis kebidanan yang ada merupakan dokter yang bertugas di RSUD dan ia fokus untuk melayani di RSUD, namun sejak 1 Juni semua pelayanan kebidanan telah diaktifkan kembali termasuk operasi.

Terhadap rapid test, ke empat pasien sepakat sejak mendapatkan bantuan rapid test dari pemerintah, maka bagi pasien tidak dipungut biaya tetapi kepada pelaku perjalanan tetap dipungut biaya.

Dalam kesempatan itu DPRD meminta agar informasi seperti ini harus lebih terbuka kepada publik agar tidak ada lagi persoalan-persoalan seperti ini ke depannya. (Mg-4)