AMBON, Siwalimanews – Dugaan politik uang dan pe­malsuan cap dewan penasehat yang dilakukan oleh Elly Toisutta harus disi­ka­pi secara serius DPD I Golkar Pro­vinsi Ma­luku.

Politik me­ru­pakan cara untuk mencapai tujuan. Tetapi ada etika politik yang berbanding lurus dengan moral sebagai pembatas.

Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu mengatakan, sekalipun dalam dinamika politik orang mengatakan hal biasa, tetapi sebenarnya dalam tataran etika dan moral kedua hal itu adalah hal yang luar biasa. Artinya menggu­nakan berbagai cara untuk men­capai tujuan politik, tetapi kons­truksi tentang cara yang digunakan mengedepankan cara-cara yang tidak halal.

“Tidak halal artinya pendekatan-pendekatan yang tidak didasarkan pada mekanisme organisasi,” ujarnya.

Golkar merupakan partai politik yang memiliki keleluasaan yang teruji dalam berbagai zaman de­ngan tetap menjadikan dirinya sebagai partai politik yang berada dalam papan atas. Itu sebabnya, kata Koritelu, politik uang untuk mencapai dukungan politik dan pemalsuan cap dewan pengawas yang secara organisatoris tidak dibenarkan, karena akan menci­derai  kebesaran Golkar sebagai partai besar.

Baca Juga: Senior Golkar Kecam Pemalsuan Cap Dewan Penasehat

Menurut Koritelu, proses yang terjadi akan membawa dampak yang sangat besar jika tidak diatur dengan baik secara intenal.

“Kondisi ini akan menimbulkan ketidakpuasan kader, sedangkan secara eksternal lawan politik akan memanfaatkan situasi perpecahan internal sebagai senjata untuk menggoreng, sehingga instabilitas internal dalam tubuh Golkar akan dimanipulasi apalagi menjelang pilkada,” tandasnya.

Karena itu, Ketua DPD I Golkar Maluku Ramly Umasugi harus me­nunjukan wibawah, kapabilitasnya dan kedewasaan untuk mene­ngahi. Artinya menyelesaikan dengan mencari solusi terbaik.

“Ini waktunya dalam situasi ini wibawah DPD I dibawah Ramli Uma­sugi harus benar-benar me­nun­jukan kapabilitasnya dan kedewasaan berartai untuk mene­ngahi, artinya menyelesaikan de­ngan mencari solusi terbaik,” tandas Koritelu.

Akademisi Fisip UKIM, Melly Tahitu juga mengatakan, dalam politik ada etika yang harus di­junjung tinggi dalam perebutan kekuasaan.

“Dalam perebutan kekuasaan ada etika yang harus dipegang,” ujarnya.

Jika cara yang digunakan seperti politik uang dan pemalsuan cap dewan pengawas kata Tahitu, bu­kan hanya soal tidak beretika, tetapi sudah masuk dalam aspek hukum.

“Menurut saya dari sisi etika dan hukum, itu melanggar,” tandasnya.

Karena itu, DPD I Golkar Maluku harus menyikapi persoalaan ini secara serius, apalagi sudah menjadi konsumsi publik.

Bantah Politik Uang

Ketua Tim Pemenangan Elly Toisuta, Zeth Pormes membantah, adanya politik uang yang dimain­kan oleh Elly dalam Musda Golkar.

“Kalau soal isu politik uang beta pastikan tidak ada dan kalau ada riuh-riuh dari Pemy silakan bukti­kan” tegas Zeth, saat menghubungi Siwalima, melalui telepon selu­lernya, Selasa (15/9).

Soal dugaan pemalsuan cap dewan pengawas, Zeth meminta ditanyakan ke Sekretaris dewan pengawas Haji Latif.

“Semua bisa tanyakan ke pak Latif, apakah benar cap itu ada atau tidak , beta yakin ada karena antua sebagai seorang sekretaris dan lazimnya sekrtearis mengurusi urusan administrasi, kebetulan ketuanya mundur jadi miskomu­nikasi antara pengurus tidak ber­jalan dengan baik,” ujarnya.

Akui Banyak Kepentingan

Ketua DPD I Partai Golkar Ma­luku, Ramly Umasugi mengakui, dalam Musda IX DPD II Golkar Kota Ambon banyak kepentingan yang muncul, terutama terkait siapa yang akan menjadi Ketua DPD.

Adanya kepentingan-kepenti­ngan inilah yang membuat bebe­rapa pengurus partai ikut terbawa suasana, sehingga terjadi deadlock.

“Tadi semua sudah dikumpulkan dan telah disampaikan bahwa da­lam semangat rekonsiliasi dan konsolidasi partai, Musda DPD II Golkar Kota Ambon harus disele­saikan,” tandas Ramly kepada Siwalima, melalui telepon seluler­nya, Selasa (15/9).

Ditanya kapan Musda ini kembali dilanjutkan, Ramly mengaku, semua itu akan diputuskan saat rapat pengurus DPD I.

“Sebantar rapat pengurus harian DPD I dilakukan. Dalam rapat pe­ngurus ini akan diputuskan Musda IX DPD Golkar Kota Ambon akan berlanjut kapan,” ujarnya.

Ramly menuturkan, lantaran musda ini mengalami deadlock, sehingga harus ditarik ke DPD I. Padahal dalam musda itu steering committee sudah bekerja dengan baik, sehingga muncul tiga calon ketua yakni Max Siahay, Elly Toisuta dan Frederika Latupapua.

Kemudian ada kesepakatan harus ditoleransi dari ketiga calon ini, seperti  Max Siahay dengan keterangan ijazah sarjana dan  Elly Toisuta dengan syarat dukungan, begitupun dengan Frederika Latupapua.

“Dalam prosesnya, pimpinan musda kemudian melakukan verifikasi faktual dan  berlanjut dengan sidang- sidang,” ujarnya.

Dalam sidang-sidang inilah mulai terjadi tarik-menarik. Karena tarik-menarik itu, maka terjadi deadlock sehingga pemilihan tidak terjadi. Karena terjadi demikian, maka dalam rangka menyela­mat­kan wibawah musda, maka ditarik ke DPD I untuk menyelesaikannya.

“Beta sudah perintahkan kepada semua agar berjalan dalam rell. Jangan ambil kebijakan yang menimbulkan kontra produktif,” tegas Ramly.

Ia melihat tarik-menarik yang terjadi di Musda Kota Ambon masih dalam batas yang bisa dapat dikendalikan.

Seperti diberitakan, Musda IX Golkar Kota Ambon  belum berakhir. Masih diskorsing sampai batas waktu yang tidak ditentukan oleh pimpinan sidang.

Musda yang dibuka Ketua DPD I Golkar Maluku, Ramly Umasugi Rabu (9/9) menyisakan banyak masalah. Mulai dari upaya menabrak Juklak DPP Nomor 02 Tahun 2020 untuk memuluskan Elly Toisuta sebagai calon ketua, pimpinan sidang  Yusri AK Mahedar yang condong mendukung Elly, hingga dugaan terjadinya politik uang.

Politik uang diduga dimainkan oleh Elly Toisuta. Ia nekat meng­gelontorkan jutaan rupiah untuk membeli suara, agar dukungan sejumlah kecamatan dialihkan dari Max Siahay kepada dirinya.

Tak hanya itu, Musda Golkar Kota juga dikotori oleh aksi “teror” Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy terhadap Ketua Golkar Kecamatan Teluk Ambon, Pemy Souissa agar memilih Elly Toisuta. (Cr-2/S-31)