AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi sejumlah pembangunan infrastruktur tahun 2011-2019 di lingkup Peme­rintah Kota Ambon.

Sejumlah pejabat Pemkot Ambon dan rekanan diperilksa tim penyidik anti rasuah itu di Kantor BPKP Per­wakilan Maluku.

Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy dan Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustaf Latuheru telah di­panggil KPK.

Menurut Latuheru, dirinya dipanggil KPK untuk mengkonfirmasi bidang tugasnya sebagai Sekot.

“Kalau bilang saya dapat surat dari KPK betul saya dapat,” ungkap Latuheru.

Baca Juga: Kadis & Kabid Terlibat

Mantan Sekretaris DPRD Kota Ambon itu mengaku, kalau peme­riksaan tersebut hanya bertujuan untuk menyampaikan sejumlah kegiatan yang bersifat administratif, terkait dengan pengadaan barang dan jasa yang merupakan kewenangannya.

“Untuk meminta saya menyam­paikan kegiatan pengadaan ba­rang dan jasa di pemerintah Kota Ambon, pengadaan barang yang dikontrakan di Pemkot Ambon,” pungkasnya.

Ditanya soal apakah pemerik­saan tersebut juga menyinggung ada aliran dana rekanan yang masuk ke Walikota Ambon Richard Louhenapessy, Latuheru enggan berkomentar. “Sudah ya,” ujarnya membatasi Siwalima.

Sementara walikota yang dikon­firmasi Siwalima, terkait dengan pemeriksaan dirinya di KPK Rabu (14/4) justru menghindar. Orang no­mor satu di Kota Ambon ini ke­buru masuk  dalam mobil dinas.

Walikota yang menggunakan ke­meja putih lengan panjang di kom­binasi celana hitam ini berlalu begitu saja ketika ditanyakan Siwalima terkait pemeriksaan di KPK.

Kendatipun dicegat soal peme­riksaan tersebut, mantan Ketua DPRD Maluku ini memilih bung­kam.

Harus Diproses

Praktisi hukum, Nelson Sian­re­ssy meminta, KPK untuk meng­usut tuntas kasus dugaan korupsi di Pemkot termasuk dugaan aliran dana yang mengalir ke rekening Walikota Ambon dari rekanan.

Sianressy menegaskan, pihak­nya mendukung KPK membongkar korupsi di lingkup Pemkot Ambon.

Ia juga minta KPK untuk seirus mengusut dugaan aliran dana tersebut, “jadi kami mendukung kerja KPK mengusut tuntas kasus ini. Siapapun dia, mau  wakilota atau siapa harus diproses oleh KPK. Jadi kalau memangnya me­me­nuhi bukti itu silakan saja, intinya bagi saya, siapapun orang­nya terlibat harus diproses hukum,” tegas Sianressy.

Untuk membidik sebuah kasus apalagi korupsi, kata Sianressy, tidak mungkin KPK tidak memiliki bukti permulaan yang cukup. Buktinya sejumlah pihak sudah diperiksa dan dimintai keterangan.

Sianressy mengaku, selama ini KPK tidak mengenal yang nama­nya surat perintah penghentian penyidikan terkait dengan korupsi, dan KPK menyelidiki satu perkara pasti sudah mengantongi bukti kuat.

“Apabila sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup terkait dengan aliran dana tersebut, silahkan memproses. Mau dia itu walikota atau siapapun silahkan diproses. Apalbila tidak terbukti pun harus di jelaskan ke pe pulik dan kami mendukung itu,” katanya.

Digarap KPK

Diberitakan sebelumnya, penyi­dik KPK Kamis (8/4) pagi, melaku­kan pemeriksaan terhadap reka­nan yang selama ini menggarap proyek di Pemkot Ambon, di Kantor BPKP Perwakilan Maluku, Wai­haong, Ambon.

Tercatat dua direktur perusahaan rekanan Pemkot Ambon yang digarap KPK.

Sumber Siwalima menyebutkan, sejak pukul 08.30 WIT, direktur utama dua perusahaan itu sudah datang menghadap penyidik.

Walau begitu, sumber yang minta namanya tidak ditulis itu hanya sedikit membuka identitas dua pengusaha yang digarap.

Pastinya keduanya pernah me­ngerjakan beberapa proyek besar di Pemkot,” ujar sumber tersebut.

Menurutnya, satu dari dua direk­tur yang diperiksa adalah dari perusahaan milik Sugeng Hardi­yanto, alias Tandjung.

Satunya adalah perusahaan Tandjung,” kata dia singkat.

Sumber itu menambahkan, sebelum penyidik ke Ambon, surat penggilan kepada keduanya su­dah dikirim dari Jakarta, untuk me­nghadap di Kantor BPKP Perwa­kilan Maluku, Kamis pagi.

Dalam surat panggilan, rekanan diminta untuk datang dengan mem­bawa beberapa dokumen, seperti rekening koran perusa­haan yang menggambarkan tran­saksi dalam 10 tahun terakhir.

“Mereka diharuskan membawa rekening koran dalam 10 tahun terakhir,” ujar sumber itu.

Aliran Uang”Memang yang jadi fokus utama pemeriksaan KPK kali ini adalah rekanan, karena diduga ada aliran uang yang mengalir dari rekanan ke Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Richard sendiri enggan menja­wab panggilan telepon, maupun pesan singkat yang dikirim kepa­danya.

Masih menurut sumber tadi, sebelum berangkat ke Ambon, KPK sudah lebih dahulu menggarap kete­rangan dari beberapa saksi di Jakarta, termasuk anaknya walikota.

Anaknya yang bernama Gremmy sudah diperiksa juga,” ujar sumber itu.

Dikatakan sumber itu, KPK pasti sudah mempunyai cukup bukti terkait dugaan adanya sejumlah uang yang masuk ke walikota.

“Kita tunggu saja hasil peme­riksaan. Semuanya pasti terung­kap,” ujarnya.

Gremmy, anak walikota yang disebut-sebut sudah diperiksa KPK, membantah kalau dia pernah dimintai keterangan oleh penyidik KPK di Jakarta.

“Oh tidak betul. Sama sekali tidak,” katanya kepada Siwalima, Kamis malam melalui sambungan telepon.

Minta Semua Kontak

Sebelum bertolak ke Ambon, penyidik KPK sudah lebih dahulu berkirim surat kepada Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru. Isinya, sebagai Sekot, Latuheru diminta mengirim nota dinas kepada seluruh kepala SKPD di lingkup Pemkot Ambon, untuk segera menyerahkan nomor telepon atau kontak semua rekanan, kurun sepuluh tahun terakhir.

“Menindaklanjuti permintaan KPK, Sekot lalu memerintahkan semua OPD untuk menyiapkan seluruh nomor kontak dan telepon rekanan, seperti yang diminta KPK,” ujar satu sumber Siwalima di Pemkot Ambon.

Dikatakannya, semua OPD rata-rata sudah memasukan nomor telepon rekanan yang diminta KPK, ke­pada sekot. “Semua nomor sudah dikasikan ke pak sekot,” ujarnya.

Periksa Pejabat

Sebelumnya, pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Melianus Latuihamallo, dicecar mengenai proyek infrastruktur di dinas yang dia pimpin.

Sumber Siwalima di KPK me­ngatakan, pemeriksaan itu terkait dengan proyek infrastruktur di Dinas PU, sejak Richard Louhe­napessy menjabat sebagai Wali­kota Ambon. Karenanya, semua data yang diminta adalah sejak 2011 hingga 2019.

Mely, begitu Plt Kadis PU biasa disapa, dipanggil penyidik KPK untuk menghadap Selasa (19/1) lalu. Mely datang dengan memba­wa sejumlah dokumen meliputi semua proyek infrastruktur yang ada di Dinas PU.

“Saya dipanggil betul. Dengan, jabatannya sebagai Plt Kadis. Saya hadir disana, dan saya jelaskan saya baru menjabat selaku Plt pada tanggal 8 Januari 2021,” ujar Mely di ruang kerjanya, Rabu (3/2) lalu.

Dia juga mengaku menghadap penyidik KPK dengan membawa sejumlah dokumen pelelangan proyek yang dikerjakan tahun 2011 hingga 2019.

“Seluruh proyek diatas Rp 200 juta yang dilelang pada periode 2011 hingga 2019, tambahnya, dibawa ke hadapan penyidik. “Saya bawa data dari 2011 sampai 2019, dengan nilai di atas 200 juta, saya kasih semua,” ungkapnya.

Selain dinas PU, penyidik KPK juga mencecar sejumlah pejabat di Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang ada di Pemkot Ambon seperti Kun­coro dan Charles Tomasoa. (S-52)