AMBON, Siwalimanews – Diduga sejumlah oknum di Dinas Perindustrian dan Perdaga­ngan (Disperindag) Kota Ambon menipu Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy terkait dengan laporan pendapatan asli daerah (PAD).

Bagaimana tidak, selama dua tahun lebih, retribusi yang ditarik dari pedagang di Pasar Waiheru maupun biaya parkir diduga tidak dimasukan ke kas daerah justru ke kantong pribadi oknum-oknum Disperindag Kota Ambon.

Dugaan itu mulai menguat ketika tiba-tiba Disperindag Kota Ambon bersama dengan orang suruhan mereka, Izack Molle tidak lagi melakukan penarikan retribusi di Pasar Waiheru pasca aksi cegat yang dilakukan oleh para pedagang setempat.

“Ada apa sampai tiba-tiba berhenti dan tidak lagi melakukan penarikan retribusi  di Pasar Waiheru, lalu dikemanakah retribusi yang selama dua tahun lebih ini ditarik dengan nilai yang bervariasi. Secara tidak langsung, publik dapat melihat jika oknum-oknum di Disperidag Kota Ambon sengaja menipu walikota dengan PAD,” tandas Ketua APKLI Kota Ambon, Sutan Marsida, kepada Siwalima, Minggu (17/10).

Menurut Marsida yang juga politisi Partai Golkar Kota Ambon ini, Disperindag Kota Ambon hingga kini juga tak mempunyai taring untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Pasar Waiheru, justru sebaliknya Disperindag sengaja memperbesar masalah dan sengaja memelihara preman-preman di Pasar Waiheru untuk memperkeruh suasana disana.

Baca Juga: Surat Disperindag tak Beralasan, Kadis Menghindar

“Kekacauan di pasar yang terjadi dimana-mana karena Disperindag sengaja membiarkannya karena ada kompromi dan deal-deal, oleh karena itu diduga oknum Disperidag tipu Walikota,” ujarnya.

Ia meminta Walikota segera memanggil dan mengevaluasi bawahannya agar tidak menciderai nama baik pemerintah Kota Ambon dengan tindakan-tindakan yang merugikan pemerintah sendiri.

“Kalau Walikota tidak melakukan evaluasi dan ada tindakan lanjut untuk menyelesaikan persoalan di Pasar Waiheru maka dengan sangat terpaksa APKLI yang adalah Asosiasi Pedagang Kaki Lima yang merupakan lembaga resmi akan menggeser ini ke rana hukum karena kami sudah mengantongi bukti dan fakta,” tegas Marsida.

Sementara itu, sumber Siwalima, di Disperindag Kota Ambon menyebutkan, dugaan tindakan penggelapan retribusi PKL maupun parkir bukan hanya terjadi di Pasar Waiheru tetapi hampir semua pasar tradisional di Kota Ambon.

“Memang tidak beres dengan retribusi PKL di pasar-pasar yang ditangani Pemkot, tidak semuanya dimasukan ke kas daerah,” ujar sumber itu, kepada Siwalima, sembari meminta namanya enggan dikorankan.

Sebelumnya diberitakan, retribusi yang ditagih dari PKL di Pasar Waiheru,  Kecamatan Baguala Kota Ambon diduga ilegal.

Pasalnya,  retribusi yang ditarik oleh oknum Izack Molle tidak dibaringi dengan pemberian karcis.

Sikap dan tindakan Molle yang bertingkah preman ini sangat  meresahkan para PKL.

Sebanyak 300 lebih PKL yang memiliki lapak dan kios di Pasar Perumnas Waiheru itu diwajibkan membayar retribusi tanpa diberikan bukt i pembayaran berupa karcis.

Ilham,  pedagang sembako mengaku,  selama dua tahun lebih,  tagihan ret ribusi dilakukan namun t idak pernah diberikan karcis bahkan untuk pembayaran pajak set iap bulannya,  hanya diberikan kwitansi tanpa cap.

“Kita hanya diberikan kwitansi untuk pembayaran pajak sebesar Rp 174 ribu pet  bulan tanpa cap bahkan tanda tangannya pun berbeda-beda setiap bulan tanpa ditulis nama penerima.

Sementara pembayaran  retribusinya sebesar Rp 5000 per hari tidak diberikan karcis,” tandas Ilham,  kepada Siwalima,  Rabu (14/7).

Menurut  Ilham,  Molle itu orang dinas,  kenapa t idak pakai pakian dinas bahkan saat  lakukan tagihan hanya memakai sendal,  kacamata yang diletakan diatas kepala dan menggunakan celana pendek.

“Saat  tagihan,  dia juga mencatut  nama kepala dinas dan dia  orang suruhan dari dinas,” ujarnya.

Senada dengan itu Cilo,  pedagang kentang dan wortel mengatalan,  ulah Izack Molle ini sangat meresahkan pihaknya,  pasalnya Molle dalam melakukan penagihan ret rt ibusi bert ingkah preman bahkan terkesan melakukan int imidasi apalagi saat  PKL t idak berjual tapi tetap ditarik retribusi.

“Masa katong tidak bajual tapi ditarik ret ribusi,  inikan aneh ? Kalau kemana uang-uang itu,” cetusnya.

Ia mencontohkan,  untuk liburan Idul Fitri misalnya,  walaupun t idak berjualan namun tetap ditarik retribusi padahalkan kita libur karena hari raya.

Selain itu,  Yano,  pedagang kelapa dan sayur mengaku set iap harinya harus membayar retribusi Rp 18 ribu tanpa diberikan karcis.

Begitu juga dengan Arfin,  pedagang sembako.

Arifin menuturkan,  pada awal Pasar Waiheru mulai beroperasi April 2019 lalu,  PKL membayar

retribusi untuk Pemkot  Ambon Rp 2000,  sampah Rp 2000,  keamanan Rp 2000 kemudian ada kenaikan dari Disperindag Kota Ambon melalui UPTD menurut  Izack Molle.

“Yang menjadi keluhan kita bahwa telah dilakukan kenaikan retribusi untuk Pemkot  Rp 5000, sampah 2000 dan keamanan Rp 2000 tanpa dilakukan sosialisasi tapi langsung dinaikan sepihak.  Lalu kata Izack Molle,  itu aturannya dari dinas,  itu inst ruksi dari kepala dinas sementara

kita sampai sekarang ini belum pernah ketemu dengan dinas,  apalagi sampai saat ini Pasar Waiheru belum diresmikan,”  tandasnya.

Arifin juga mempertanyakan kapasitas Izack Molle untuk menangih ret ribusi dari para pedagang.

“Kita heran kenapa penagihan retribusi itu harus dilakukan oleh Izack Molle,  kapasitas dia itu apa ? kita bayar ret ribusi set iap hari tapi t idak ada karcis.  Contoh saja,  kalau kita mau beli tiket kan diberikan bukti tiket  tapi ini tidak ada,  sehingga kami pertanyakan kemana uang-uang retribusi yang telah ditagih itu, “  ujarnya.

Selain itu,  kata dia,  menurut  Izack Molle,  untuk ukuran kios ukuran 2×2,5 meter maka pajak yang harus  dibayar set iap bulan itu Rp 155 ribu,  sementara untuk kios ukuran 2×2 meter bayarnya Rp 102 ribu.

“Yang sangat  disayangkan kalau pedagang tidak membuka lapak atau kios,  tetap retribusi  dibayar.  Tidak pernah disosia­lisasi sebelumnya kepada para PKL,“  terangnya. (S-16)